Friday, October 09, 2009
Mainan Berbahaya Masih Mengancam
Maraknya peredaran mainan buatan China yang membanjiri pasar tanah air, ternyata menimbulkan keresahan. Pasalnya, hampir 80% mainan dari China itu mengandung racun dan timbal, sebagaimana temuan Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI).
Umumnya, ciri-ciri mainan asal China: sebagian besar terbuat dari plastik, logam dan karet, seperti bola, mobil-mobilan dan boneka, dengan harga yang lebih murah dan lebih ringan ketimbang produk buatan lokal.
Mainan tersebut mulai masuk ke Indonesia saat krisis moneter mendera, ketika para orangtua mulai mencari alternatif mainan murah. Padahal kebanyakan mainan itu sangat berbahaya, karena bisa mengurai jika terkena suhu panas. Dampak dari penguraian itu tidak langsung terlihat, tapi apabila anak memainkan dalam waktu lama bisa mengakibatkan; autis, sakit pernafasan, asma dan lemah konsentrasi akibat sering menghirup racun seperti timbal.
Awalnya mainan China yang masuk adalah jenis mainan umum, namun kini sudah merambah ke mainan edukasi. Kebanyakan mainan Cina tidak mempertimbangkan kualitas dan presisi dan hanya mengutamakan bentuk yang lucu atau warna yang cerah.
"Kalo mencari mainan, saya pasti ke Pasar mainan Prumpung. Sebagian besar mainan memang buatan China dengan harga yang terjangkau. Bentuknya juga lucu-lucu dan disenangi anak-anak", ungkap ade (45) seorang pembeli.
Di pasar Prumpung - Jakarta Timur dengan gampang kita dapat menemukan aneka mainan anak dengan bentuk, warna dan harga yang bervariasi. Umumnya pembeli mencari jenis mainan anak yang sekarang sedang trend.
Meski para penjual mengetahui bahaya dari produk-produk buatan China, tetapi tetap saja permintaan mainan dari negara tirai bambu itu tak pernah surut. Jumlahnya pun cenderung meningkat, disertai dengan aneka bentuk plus jenis yang bervariasi.
“sebenarnya saya tahu bahayanya, karena dengar di berita, ada yang mengandung bahan kimia, tapi sampai sekarang belum ada keluhan dari pembeli”, ujar Dina (26), penjual mainan di Pasar Prumpung, Jakarta Timur.
Meski mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan anak, produk mainan China beredar bebas dan luas di pasar dalam negeri. Belum ada kontrol dari pemerintah. Padahal volume impor produk mainan China tiap tahun naik terus. Tahun 2004 saja, nilai impor produk tersebut tiga kali lipat dari nilai produksi aneka produk mainan kita.
Setengah Hati
Hingga saat ini, perhatian pemerintah terhadap beredarnya produk mainan yang berasal dari China, masih setengah hati. Buktinya sejak banyak negara menarik produk mainan dari China, Indonesia malah kebanjiran produk-produk tersebut. Selain melalui jalur resmi, tidak sedikit produk mainan China ini masuk ke Indonesia lewat jalur ilegal.
China kini menguasai 72 persen pasar produk mainan dunia. Indonesia sendiri merupakan salah satu pasar potensial mereka. “Pemerintah kurang tanggap terhadap maraknya produk mainan China yang masuk, padahal, di banyak negara produk-produk tersebut sudah dilarang”, ungkap Huzna Zahir, pimpinan YLKI (Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia).
Aneka mainan yang mengandung bahan kimia berbahaya memang tidak serta merta menimbulkan dampak bagi anak-anak selaku penggunanya. Kebanyakan mainan tersebut mulai bereaksi dalam jangka waktu lama. Masyarakat pun kesulitan untuk mengidentifikasi mainan mana yang mengandung bahan berbahaya. Tentu saja, karena mainan tersebut tidak memiliki ciri-ciri khusus.
Lebih lanjut, Huzna mengatakan, bahwa selayaknya pemerintah mengeluarkan regulasi terkait maraknya mainan buatan luar masuk ke Indonesia. Pasalnya, tugas pemerintah melindungi warganya dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi.
Selain itu, persoalan lain yang juga tak kalah pelik adalah pengaturan tataniaga produk mainan, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang sampai saat ini masih carut marut. Di satu sisi, kita tentu tak ingin pasar mainan domestik kalah bersaing dengan mainan buatan luar. Namun, gempuran produk-produk luar, terutama China, terus meringsek masuk dengan harga yang lebih rendah dan variasi yang lebih banyak.
Hal ini diperkuat dengan tidak adanya kewajiban bagi para pengimpor untuk menyerahkan daftar bahan kimia berbahaya yang mereka gunakan. Selain itu, kita tidak punya standar baku terhadap produk-produk mainan yang masuk ke tanah air. Karena itu, tahun depan, YLKI berencana akan menguji semua produk mainan yang berasal dari luar negeri, untuk melihat apakah kandungan yang terdapat pada mainan itu, berbahaya atau tidak?
Pembuatan SNI Wajib
Bagi pemerintah, industri mainan domestik memiliki peranan yang penting, mengingat devisa yang dihasilkan cukup besar. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yakni aspek ekspor dan aspek penyerapan tenaga kerja.
Dari sisi ekspor, terjadi peningkatan signifikan sejak Kep.Men No.58/2008 diberlakukan, yakni peningkatan volume ekspor sebesar 20 -35% hingga Juni 2009. ”menurut pengamatan kami, sejak 10 bulan mulai diberlakukannya Kep.Men tersebut, volume ekspor yang sebelumnya 65 juta US$ meningkat tajam 20-35%”, ungkap Ansari Bukhari, Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka.
Sedangkan dari sisi tenaga kerja, sektor ini padat karya dengan menyerap banyak tenaga kerja, sehingga mampu mengurangi angka pengangguran yang cenderung meningkat.
Menurut Ansari, dalam beberapa tahun terakhir, produk mainan yang dihasilkan, harusnya memperhatikan faktor keamanan bagi konsumen sebagai pengguna dan faktor kualitas produk itu sendiri. Semua itu hanya mungkin dilakukan dengan pemberlakuan SNI (Standar Nasional Indonesia), sebagai standar baku bagi semua produk-produk yang masuk ataupun keluar dari Indonesia.
Kini, di beberapa daerah yang merupakan sentra produksi mainan buatan lokal, seperti Bogor dan Kalimantan Timur, mulai diberlakukan SNI Wajib guna meminimalkan bahaya yang ditimbulkan. Penggunaan bahan-bahan logam berat pun mulai dikurangi.
Mengacu dari temuan adanya bahan berbahaya pada produk-produk mainan buatan China yang keberadaannya ditolak di banyak Negara, memaksa negara segera bertindak. Rencananya pemerintah akan merevisi SNI Wajib untuk mainan anak, meski kedengarannya sedikit terlambat.
“Sebenarnya SNI wajib merupakan regulasi teknis yang wajib dilaksanakan terkait keselamatan dan kesehatan konsumen. Kedepannya setiap produsen harus mematuhi hal ini” lanjut Ansari.
Dalam SNI Wajib, kandungan bahan dan pewarna merupakan parameter utama yang diukur sesuai dengan kaidah yang berlaku. Pembuatan SNI pun mesti melalui beberapa tahapan, yakni perencanaan, notifikasi, hingga penyiapan lembaga/ balai yang berfungsi sebagai pengawas produk-produk tersebut.
“berhubung saat ini kita masih mendalami penyusunan revisi SNI tersebut, direncanakan pada tahun 2010, SNI Wajib tersebut bisa kita laksanakan”, tutur Ansari.
Selama ini pemerintah hanya mengeluarkan ketentuan SNI untuk produk-produk mainan, antara lain mengatur bahwa produk mainan yang dipasarkan tidak boleh memiliki bentuk yang tajam, tidak beracun serta tidak mengandung zat warna yang bisa mengganggu kesehatan. Sedangkan untuk mainan yang mengandung kimia berbahaya, seperti timbal tidak diatur secara rinci.
Ketentuan SNI mainan itu belum diterapkan secara wajib, mengingat industri mainan dalam negeri dikhawatirkan belum mampu bersaing dan memenuhi aturan itu. Selain itu, pemerintah juga masih terkonsentrasi pada informasi (baca: data awal) yang dikumpulkan dari para produsen yang memasukkan barangnya ke Indonesia. Padahal, pengujian terhadap produk-produk mainan, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, merupakan kegiatan penting untuk membuktikan apakah mainan tersebut berbahaya atau tidak.
Keterlambatan ini pun diakui pemerintah. “ya, kita memang belum melakukan pengujian terhadap produk mainan tersebut, karena selama ini kita masih berpatokan pada informasi yang diberikan oleh produsen”, tukas Ansari.
Karena itulah, tekanan untuk memberlakukan SNI Wajib semakin gencar, demi mencegah beredarnya mainan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya pada konsumen.
No comments:
Post a Comment