Sunday, June 05, 2016

*Go Wild for Life

(source: http://www.wed2016.com)
Setiap tahun, Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada 5 Juni selalu diperingati oleh semua negara, termasuk para aktivis dan pemerhati lingkungan di seluruh dunia. Beragam acara digelar pada hari yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global agar mengambil tindakan positif bagi perlindungan alam dan planet Bumi. 

Selain itu, Hari Lingkungan Hidup Sedunia merupakan instrumen penting yang digunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meningkatkan kesadaran tentang lingkungan yang lebih baik serta mendorong perhatian dan partisipasi secara politik di tingkat dunia. Harapannya akan terwujud pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan, dan gaya hidup yang ramah lingkungan.

Oh ya, Hari Lingkungan Hidup Sedunia ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1972 untuk menandai pembukaan Konferensi Lingkungan Hidup yang berlangsung pada 5-16 Juni 1972 di Stockholm, Swedia.

Dan tahun ini, tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia tentang perdagangan ilegal satwa liar, sebagaimana diusung oleh United Nations Environment Programme (UNEP), program lingkungan PBB dengan tagline “Go Wild for Life”

Go Wild for Life, mengajak semua penduduk Bumi untuk memerangi perdagangan ilegal dan tidak memberikan toleransi terhadap perdagangan ilegal satwa liar. Perdagangan ilegal satwa liar telah mendegradasi keanekaragaman hayati dan mengancam kelangsungan hidup berbagai spesies yang mengagumkan.

Sementara itu, Indonesia juga tak ingin ketinggalan dalam melakukan kampanye “Selamatkan Tumbuhan dan Satwa Liar untuk Kehidupan” sesuai tema yang dikeluarkan UNEP. Pasalnya, Indonesia sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati yang menjadi incaran utama perburuan dan perdagangan satwa liar.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut Indonesia merupakan rumah dari 17 persen dari total spesies yang ada di dunia, meliputi: 35 ribu – 40 ribu spesies tumbuhan (11-15 persen), 707 spesies mamalia (12 persen), 350 spesies amphibi dan reptil, 1.602 spesies burung (17 persen), 2.184 spesies ikan air tawar (37 persen)

Karena kekayaan hayati itu, pemerintah dan masyarakat harus melindunginya. Jangan sampai, species yang tersisa itu punah, seperti yang terjadi di masa lampau.

Dalam rilisnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menekankan, ancaman yang dihadapi Indonesia terkait keanekaragaman hayati cukup nyata.

“Sebagian besar spesies diketahui menghadapi ancaman kepunahan karena perusakan habitat dan perburuan,” ujar Siti dalam pesan tertulisnya.

Siti juga menambahkan, Indonesia aktif memberantas kejahatan perdagangan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL). Buktinya sepanjang periode 2010-2014 kasus TSL yang diungkap sebanyak 146 kasus dari total 188 kasus, atau sebesar 77,6 persen.

“Meski jumlah kasus yang terselesaikan cukup tinggi, namun kecenderungan kejahatan perdagangan dan peredaran ilegal TSL terus meningkat. Hal itu menunjukkan upaya penegakan hukum saja belum cukup untuk menekan laju kejahatan TSL”, pungkas Siti.

Oleh karena itu, Indonesia perlu memperkuat kerjasama dengan negara sumber, negara tujuan, dan negara transit sehingga jaringan perdagangan ilegal Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) antar negara bisa diputus.

Fakta Lapangan
Selama satu dasawarsa terakhir, penjualan satwa langka masih marak terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Sebut saja, Jakarta salah satunya. Di kota yang dihuni oleh 9 juta jiwa itu, satwa langka masih diperjualbelikan dengan bebas. Pun, beberapa diantaranya dipelihara oleh golongan kaya dan pejabat.

Penjualan satwa langka yang dijual bebas, salah satunya bisa ditemui di Pasar Burung Pramuka, Jakarta Timur. Temuan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta pada tahun 2014 menyebut maraknya jual beli satwa langka di pasar itu, modusnya sangat rapi dan canggih.

Ditengarai ada sindikat perdagangan satwa langka. Sayangnya, pihak BKSDA mengalami kesulitan melakukan razia dan memberantas kepemilikan satwa langka dilindungi. Pasalnya, alat dan personil yang dimiliki BKSDA DKI Jakarta terbatas. Sebuah kondisi yang ironis.

Bagi yang tertarik membeli satwa langka, seperti Cendrawasih kepala kuning dan hitam, kakak tua, beo nias, nuri kepala hitam, anak kucing hutan, uwa-uwa, harimau dan anak rusa, tak sulit mendapatkannya, meski satwa-satwa itu tak dipajang di kios-kios mereka.

Biasanya, ketika transaksi telah disepakati, maka penjual akan mengantarkan calon pembeli ke tempat tersembunyi dimana satwa langka itu disimpan. Banyak yang menyebut, lokasi penyimpanan berada di kawasan Klender, Jakarta Timur. Namun tidak tertutup kemungkinan di tempat lain.

Sementara itu, kesadaran hukum bagi para pemilik satwa langka dilindungi sangat minim, meski kebanyakan merupakan orang mampu maupun pejabat negara. Padahal memelihara, memperdagangkan satwa langka melanggar Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. 

Undang-undang itu secara tegas melarang untuk memelihara dan memiliki satwa secara pribadi. Para pelaku yang kedapatan memelihara dan memiliki satwa langka dapat diancam dengan hukuman 1 tahun penjara atau denda Rp. 50 juta.

Uniknya, meski pihak BKSDA kerap melakukan razia dan pemberantasan perdagangan satwa langka, jarang terdengar ada pelaku yang diajukan ke meja hijau dan dihukum sesuai aturan yang berlaku. Mereka masih bebas melenggang. Lalu, jika pun ada, vonis yang dijatuhkan dirasa tidak adil dan tidak memberikan efek jera. Parah!

Perdagangan Satwa Langka Terbesar Asia Tenggara
Di Indonesia terdapat lebih dari 270 spesies hewan terancam punah dengan status Critically Endangered dan Endangered. Dari jumlah tersebut, hewan dari kelas mamalia menduduki peringkat tertinggi dengan jumlah spesies yang terancam mencapai 91 spesies, disusul aneka jenis burung (Aves) dengan jumlah spesies terancam mencapai 56 spesies. Selanjutnya, Malacostraca (26 spesies), Actinopterygii atau ikan bersirip kipas (19 spesies), Chondrichthyes atau ikan bertulang rawan (16 spesies), Insekta, Anthozoa, dan Reptilia (masing-masing 14 spesies), serta Amphibia (12 spesies).

Terancam punahnya berbagai spesies satwa liar itu, salah satunya akibat perburuan untuk diperdagangkan. Perdagangan ilegal satwa liar di Indonesia masih terus terjadi. 

Akhir tahun lalu, Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri menemukan fakta bahwa Indonesia merupakan tempat kejahatan perdagangan ilegal satwa langka terbesar di Asia Tenggara, baik di pasar domestik maupun ekspor.

Selain itu, tindak pidana perdagangan ilegal satwa langka telah termasuk dalam kejahatan transnasional.

"Di Asia Tenggara, (Indonesia) nomor satu, karena Indonesia wilayahnya besar sendiri," ujar Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen, Yazid Fanani, sebagaimana dikutip dari antaranews.com (5/12/2015)

Jika dahulu, modus penjualan satwa langka dilakukan secara langsung, saat ini tren perdagangan ilegal satwa langka dilindungi dilakukan melalui Internet.

Untuk itu, pelibatan Subdirektorat Cyber Crime Bareskrim Polri diperlukan dalam melakukan pengawasan siber. Pengawasan dan patroli pun dilakukan secara parsial. 

Agar perdagangan ilegal satwa langka dilindungi tidak semakin luas, Bareskrim Polri juga menjalin kerja sama dengan kedubes negara-negara lain dan LSM pemerhati lingkungan. Hal ini merupakan upaya sosialisasi agar masyarakat memahami bahwa perdagangan satwa langka melanggar undang-undang, sehingga tidak terlibat dalam kejahatan tersebut.

Tak hanya itu, Bareskrim Polri juga bekerja sama dengan Interpol dan kepolisian negara lain untuk memburu para pelaku dan pembeli perdagangan satwa Indonesia yang diekspor ke luar negeri.

Hasilnya, sepanjang tahun 2015, Bareskrim Polri telah berhasil mengungkap 23 kasus perdagangan satwa langka, dimana mayoritas perdagangannya dilakukan melalui online.

Hentikan Perdagangan Satwa Liar Dilindungi
Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang mengusung tema Go Wild for Life memang bertujuan mendorong kepedulian dan kesadaran masyarakat untuk melawan perdagangan ilegal satwa liar.

Oleh sebab itu, seruan untuk menghentikan perdagangan satwa liar dilindungi semakin kencang. Salah satunya didengungkan oleh WWF-Indonesia. Data WWF  menyebut, perdagangan satwa liar dilindungi menjadi bisnis terbesar ke-5 di dunia. 

Akibatnya, beberapa spesies satwa liar seperti harimau Sumatera, gajah, trenggiling, orangutan, penyu dan berbagai spesies burung terancam punah. Jika tidak dilakukan upaya serius menghentikan perdagangan satwa liar dilindungi, bukan tidak mungkin spesies-spesies tersebut akan punah.

Sementara itu, selama periode Januari-April 2016 terdapat sedikitnya 68 kasus penegakan hukum terhadap satwa, berupa penyelundupan, penyitaan dan perdagangan satwa dilindungi, termasuk harimau Sumatera (9 kasus), gajah (2 kasus), orangutan (4 kasus) dan penyu (9 kasus).

Penyebab maraknya kasus perdagangan adalah tingginya permintaan pasar terhadap satwa liar atau bagian tubuhnya. Temuan kematian gajah Sumatera di Riau dan Aceh akhir-akhir ini misalnya, ditengarai merupakan bagian dari perdagangan satwa liar ilegal.

Selain diambil bagian tubuhnya, banyak pula satwa liar dilindungi yang ditangkap untuk dijadikan peliharaan. Ada pula yang dibunuh kemudian diawetkan untuk dijadikan koleksi, semata-mata demi prastise dan gaya hidup kaum elit.

Di samping itu, lemahnya penegakan hukum menjadi pemicu maraknya perdagangan satwa liar meningkat. Tak heran jika banyak yang menyerukan agar Undang-Undang No, 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya direvisi karena dianggap tidak relevan.

Namun dari semua itu, cara paling mudah dan efektif membantu menghentikan perdagangan satwa liar adalah dengan tidak membeli produk-produk yang berasal dari bagian tubuh satwa liar. Sebisa mungkin, kita bisa mengajak semua teman dan saudara untuk tidak mengoleksinya. Atau, ketika mengetahui ada perdagangan satwa liar dilindungi, sebaiknya segera laporkan ke pihak berwenang. (jacko agun) 

No comments:

Post a Comment