Sunday, October 16, 2016

Ahok diantara jerat panjang nan berduri

(Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Sumber: http://seword.com)

"Menyalahkan orang lain atas ketidak bahagiaan yang kau ciptakan sendiri ialah selemah-lemahnya iman..."
~Mpok Juleha, 27 tahun, sosialita legging macan

Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok" Tjahaja Purnama akhirnya meminta maaf terkait pernyataannya soal Surat Al Maidah ayat 51. Permintaan maaf itu ia sampaikan di hadapan sejumlah wartawan yang telah mununggunya di Balai Kota, pasca berkembangnya polemik yang dianggap membuat gaduh umat Islam. 

Belakangan banyak yang menyebut upaya minta maaf itu, tak lain atas usulan Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDIP) dan Presiden Jokowi. Kendati demikian, hanya Ahok dan Tuhan yang tahu. Dan yang pasti Ahok sudah meminta maaf.

“Saya sampaikan kepada umat Islam atau orang yang tersinggung, saya mohon maaf. Tidak ada maksud saya melecehkan Al Quran. Kalian bisa lihat suasananya seperti apa," kata Ahok, Senin 10 Oktober 2016.

Ternyata, Ahok disorot lantaran pidatonya saat berkunjung ke Kepulauan Seribu pada 27 Oktober lalu. Di hadapan warga Kepulauan Seribu, Ahok sempat menyebut Surat Al Maidah Ayat 51 sebagai bagian dari penjelasannya.

“Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu enggak bisa pilih saya. Dibohongin pakai Surat Al Maidah 51, macam-macam itu.” kata Ahok.

Ucapan Ahok menjadi viral setelah cuplikan rekaman video itu disebarkan oleh seorang netizen bernama Buni Yani. Buni yang diketahui berafiliasi pada pasangan Anies - Sandi mengupload video berdurasi 31 detik, meskipun video aslinya 1 jam 48 menit. 

Buni juga menulis sesuatu yang berbeda dengan pernyataan Ahok dan dibumbui kalimat provokatif. Dari sinilah kemudian muncul petisi dan kesimpulan bahwa Ahok melecehkan agama Islam. Ahok kemudian dilaporkan ke Bawaslu oleh Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) dan oleh sejumlah ormas Islam ke polisi karena dianggap menghina ayat suci. 

Kondisi itu jelas berbeda 180 derajat dengan situasi yang ada di video tersebut. Masyarakat kepulauan seribu yang hadir saat itu tidak mempermasalahkan pidato Ahok. Mereka bahkan tertawa bersama dan terkesan akrab. Tidak ada masalah.

Menurut saya, pernyataan Ahok tidak mengarah pada penghinaan Al Quran ataupun surat Al Maidah. Penggunaan kata-kata; “dibohongin pakai (dengan) surat Al Maidah ayat 51" dari testimoni Ahok merujuk pada praktik tipu daya yang selama ini acap kali digunakan pihak tertentu agar tidak memilih pemimpin non-muslim.

Konteksnya tentu berbeda, jika Ahok menyebut, "Dibohongin oleh surat Al Maidah ayat 51". Jika kalimat itu yang dipakai, berarti benar ada penistaan agama, karena Ahok menyebut surat Al Maidah sebagai sesuatu yang bohong.

Jika kita sungguh-sungguh menyimak video Ahok, pada menit 24-25 terlihat secara jelas Ahok mempersilakan warga untuk tidak memilihnya, bila meyakini tafsir surat Al Maidah ayat 51 adalah benar, yakni melarang memilih pemimpin non-muslim.

"Itu hak bapak ibu, jadi kalau bapak ibu enggak bisa memilih nih, 'karena saya (bapak ibu) takut masuk neraka', enggak apa-apa," tegas mantan bupati Belitung Timur itu.

Pernyataan lanjutan itu menunjukkan sikap Ahok yang memberi kebebasan kepada setiap warga untuk memilih berdasarkan keyakinan sendiri. Bukan paksaan atau pengaruh orang lain.

Saya lalu teringat pada upaya-upaya yang dilakukan pihak tertentu untuk menjegal Ahok sebagai pemimpin Jakarta, hanya karena agamanya. Dilala-nya,  mereka menggunakan ayat Al Quran, salah satunya Al Maidah 51.

Contohnya, aksi yang dilakukan Hizbut Tahrir Indonesia dan Gema Pembebasan dalam kasus video #TolakPemimpinKafir, beberapa waktu silam. Ayat Al Maidah 51 digunakan sebagai materi kampanye untuk mengarahkan warga muslim DKI agar tidak memilih Ahok.

Terakhir, 14 Oktober kemarin, pendemo yang tergabung dalam "Gerakan Muslim Jakarta" bergerak dari halaman Masjid Istiqlal menuju Kantor Bareskrim Polri lalu berakhir di Balai Kota. Mereka berorasi tentang Ahok yang dinilai menodai agama Islam. 

Ketua Umum Front Pembela Islam, Rizieq Shihab, selaku koordinator aksi berdalih, aksi mereka tidak ada kaitannya dengan Pilkada Jakarta. Benarkah seperti itu? Akal sehat pasti sukar menerimanya, mengingat Rizieq seringkali terlibat aksi-aski menolak Ahok di Balai Kota. Bahkan ia sempat mengusung gubernur tandingan, sebagai bentuk penolakan terhadap Ahok.

Belum lagi, menjamurnya situs-situs (non) berita yang memuat tulisan agar tidak memilih Ahok sebagai gubernur Jakarta, hanya karena agamanya, bukan karena kapasitas dan kinerjanya. Atau, berapa banyak khotbah, baik di pengajian ataupun di masjid-masjid yang menyerukan agar memilih pemimpin yang beragama Islam. Sebagian besar pasti pernah mengetahui hal ini.

Beranjak lebih jauh, saya tergelitik untuk bertanya, benarkah Al Quran tidak bisa digunakan untuk kepentingan tertentu? Pada kenyataannya, banyak kasus yang membuktikan jika kitab suci ternyata sering disalahgunakan.

Mari kita simak upaya Dimas Kanjeng dan Gatot Brajamusti (Aa Gatot) mempengaruhi pengikutnya menggunakan kitab suci Al Quran. Adakah yang punya pendapat lain?

“Tapi kita tidak marah sama Dimas Kanjeng atau Aa Gatot atau Ustad Guntur Bumi, yang berbungkus islami, sering mengutip ayat suci biar terkesan relijius tapi kemudian menipu orang banyak”, ujar Robbie Rayaida, netizen yang namanya menjadi viral belakangan ini karena membela Ahok.

Pun, ketika ada seorang menteri Agama harus masuk penjara karena korupsi perjalanan ibadah haji, ternyata tak banyak yang protes dengan turun ke jalan, meskipun ia telah menodai agama untuk memperkaya diri sendiri.

Hal yang sama juga terjadi ketika anak anggota DPR ditangkap KPK karena korupsi pengadaan Al-quran. Rasa-rasanya tidak ada terganggu soal itu, meskipun kelakuannya jelas-jelas mencoreng citra agama.

“Tapi kita diam saja bahkan ketika misalnya mantan Mentri Agama ditangkap karena korupsi perjalanan ibadah haji atau anak anggota DPR juga ditangkap karena korupsi pengadaan kitab suci”, pungkas Robbie.

Pada kondisi itu, saya melihat ada standar ganda yang diterapkan oleh sebagian masyarakat. Mengapa sebagian? Karena yang menolak Ahok hanya sebagian dari masyarakat yang memiliki pengertian-pengertiannya sendiri, sebagaimana pengajaran agama yang diterima sejak semula.

Oh ya, saya juga tidak terlalu tertarik untuk berlarut-larut lebih lama soal ayat-ayat kitab suci, karena hal itu sangat debatable dan sulit dicari benang merahnya. Masing-masing orang akan punya alasannya sendiri. Karena itu, saya akan mengajak untuk melihat dari sisi yang lain.

Setelah berselancar di dunia maya, saya menemukan beberapa bukti, bahwa pernah terjadi, ada seseorang (non-muslim) diangkat menjadi pemimpin di wilayah yang sebagian besar penduduknya muslim.

Sebut saja, Umar bin Yusuf, seorang Kristen taat yang diangkat sebagai gubernur Provinsi al-Anbar, Irak pada masa kekuasaan khalifah ‘Abbasiyah ke-16 al-Mu’tadhid. Nashr bin Harun, juga seorang Kristen, bahkan dipercaya menjadi perdana menteri di masa ‘Adud ad-Daulah (949-982M), penguasa terbesar Dinasti Buyid di Iran.

Di bidang militer, tentara Muslim lebih dari sekali dipimpin oleh seorang jenderal Kristen; contohnya seperti pada masa khalifah ‘Abbasiyah ke-15 al-Mu’tamid dan Khalifah ke-18 al-Muqtadir, komando dipercayakan kepada perwira militer Kristen.

Sementara itu, penduduk Turki yang 96.5% muslim ternyata tidak mempermasalahkan agama bagi pemimpinnya. Buktinya, di Kota Mardin, Februniye Akyol, perempuan Kristen diangkat menjadi walikota. Sudah non-muslim, perempuan, pemimpin pula.

Melihat fakta itu, apakah ulama di Indonesia saat ini merasa lebih alim dan paham Islam dibanding ulama jaman khalifah? Saya lalu teringat komentar Nusron Wahid di ILC yang mempertanyakan, di zaman khalifah apakah surat Almaidah 51 sudah ada? Lalu mengapa ulama jaman khalifah tidak melarang atau mengharamkan seseorang yang non-muslim menjadi pemimpin.

Menurut saja, jawabnya terletak pada “suka atau tidak suka”. Ketika ada yang cenderung tidak suka dengan seseorang, maka apapun yang dilakukan oleh seseorang itu pasti dianggap salah. Dimusuhi.

Hal yang sama juga berlaku terhadap Ahok. Ketika ada yang tidak suka Ahok (baca: dengan beberapa alasan), maka menjegal Ahok dengan menolaknya sebagai kandidat gubernur menjadi alasan pembenar. Dengan segala cara mereka akan menolak Ahok, termasuk menggunakan jurus pamungkas, "SARA".

Uniknya, kebetulan tanpa bersusah payah, kelompok anti-Ahok menemukan senjata yang bisa digunakan untuk menyerang Ahok, yakni ayat Al Maidah 51. Dimodifikasi sedikit, jadilah isu penistaan agama dan tak sedikit masyarakat termakan isu itu. Ibarat menyiram bensin, tanpa menunggu lama, banyak yang tersulut. Murka.

Padahal, jika kita memiliki pemikiran jernih, setahu saya, tidak ada aturan atau larangan bagi seseorang untuk mengutip ayat-ayat kitab suci. Tentu saja, karena kitab suci merupakan panduan hidup bagi manusia agar selalu berbuat kebajikan.

Saya lalu teringat beberapa sahabat yang pernah mengutip ayat-ayat Alkitab di akun media sosial mereka, meskipun ia seorang muslim, hanya karena sepakat dengan ayat tersebut dan menurutnya memiliki arti yang universal. Semua orang boleh mendengarnya. Semua orang boleh mengetahui ayat tersebut.

Atas dasar itu, saya kemudian setuju dengan Ahok yang menyebut; "Semua orang boleh mengutip kitab suci. Kitab suci terbuka untuk umum".

Tentu saja, jika tidak terbuka untuk umum, maka perubahan tidak akan terjadi. Maka tidak akan ada orang-orang yang berbalik dari jalan-jalannya yang jahat. Tidak akan ada pertobatan. Tidak ada orang yang semakin dekat pada Tuhannya.

Lalu, apakah maksud dari semua ini? Bagi saya, pihak-pihak anti-Ahok hanya ingin menjerat Ahok. Pada gilirannya, mereka berharap Ahok dicoret dari Pilgub DKI. Apakah karena agamanya? Sangat mungkin! 

Jika pun tidak, mereka akan menggunakan isu SARA sebagai materi kampanye, karena merupakan cara ampuh dan mudah untuk membangkitkan sentimen terhadap Ahok, sekaligus meraih simpati pemilih bagi calon tertentu. (jacko agun)

3 comments:

  1. Itulah mas. Orang-orang yang 'sok' membela agama padahal belum tentu dia sendiri ibadahnya tertib ikut-ikutan marah hanya karena kutipan yang tidak lengkap dari sebuah video. Menurut saya banyak umat muslim di Indonesia hanya setengah-setengah belajar agama. Sudah ilmunya setengah-setengah, amalannya senen-kemis, gimana keimanan mau meningkat? Makanya banyak yang mudah tersulut hanya sebuah cuplikan video.

    Sedih memang, tapi di situlah kenyataannya. Suka menjelek-jelekkan orang dengan jari telunjuknya padahal dia gak sadar, jempolnya secara tidak langsung menunjuk wajahnya sendiri.


    *saya sendiri muslim, no offense*

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Klo bener dia bertaqwa dan menggunaakan Al Qur'an sebagai panduan hidup. Kenapa pada munafiq sdngkan di surat Al Baqoroh ayat 8 jelas dilarang tp dilanggar. Disurat Al maidah dari ayat 7 smpai 9 jelas maslaha keadilan dan tidak blh mencaci maki orang lain tapi mereka mencaci maki bahkan dg kata2 anjing dsb.

    ReplyDelete