Sunday, December 31, 2006

"HaDiAh NaTaL TeRiNdAh"

Natal bagi mereka yang merayakan, pastilah sangat bermakna, tak terkecuali denganku. Bagiku, Natal tetap jadi sebuah fenomena unik yang selalu memberikan kesan tersendiri, dan rasanya sulit tuk diucapkan dengan kata-kata.

Hanya saja Natal kali ini sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, di tahun-tahun lalu, aku dikelilingi oleh orang-orang terdekat. Sedangkan kini, aku hanya sendiri! Mereka yang kukasihi harus pergi, demi sebuah urusan yang sangat krusial dan rahasia.

Saat dimana kebersamaan telah menjadi penanda kehidupan, terasa bermakna dengan kehadiran orang-orang terdekat. Ternyata aku gak bisa berpisah jauh dari kalian. Terutama kau, “Bubu”, buah hatiku!

Mencoba tegar disaat Natal, membuatku menjadi lebih dekat denganNya. Meniti hidup yang penuh tanya, tak lebih dari tahapan skenario yang mesti dijalani. Apalagi di saat berbahagia ini, aku..., aku harus tegar. Menurutku, Natal berawal dari saat kita benar-benar menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Saat itulah Yesus terlahir di hati kita. Setelah itu, kita pun patut merenungkan bagaimana melahirkan Yesus di hati orang-orang yang belum mengenalNya. Karena, hanya pada saat satu orang bertobat dan diselamatkan kelahiran Kristus benar-benardirayakan. Dan pada saat yang sama, seluruh surga pun merayakannya.

Jika dirunut lebih dalam, begitu banyak hadiah natal yang mesti disyukuri, antara lain: bakal hadirnya anggota keluarga baru, yang jadi anak keduaku. Pasalnya, istri yang sangat kucintai, sedang mengandung hasil cinta kasih kami. Menurut pemeriksaan dokter dengan USG-nya, diperkirakan bayi yang akan hadir berjenis kelamin perempuan. Pun kabarnya, persalinan akan terjadi di bulan Januari atau Februari tahun depan. Semoga saja begitu!

Awalnya, aku gak terlalu senang dengan kehamilannya yang kedua. Maklum, potensi ekonomi kami sangat terbatas. Jangankan nabung, untuk kebutuhan sehari-hari saja sangat ngos-ngos-an. Kebayang kan, apa yang terjadi jika ada penambahan anggota keluarga. Apalagi, dia (baca: si jabang bayi) membutuhkan perawatan dan pemeliharaan dengan biaya yang tak sedikit. Tapi, walau begitu, jauh dilubuk hati ini, kami tetap senang dengan kehadiran ca-ca (baca: sebutan untuk namanya). Sebab, kehadirannya memang sudah lama kami nantikan.

Hadiah kedua yang tak kalah seru adalah, sejumput rejeki yang berhasil aku kumpulkan dari kegiatan lain diluar pekerjaan. Untuk urusan yang satu ini, aku sangat berhati-hati, agar tidak bersinggungan dengan kerjaan kantor. Pasalnya, pekerjaan kantor masih menjadi yang utama. Dengan segala upaya, kucoba mencari peruntungan di hari luang, dengan ikut membantu program organisasi profesi tempatku berkumpul. Selain bisa nambah pengetahuan, kegiatan itu bisa memberi rupiah, walau tak banyak. Aku pikir, lumayan untuk menambah tabungan, sehubungan dengan persiapan kehadiran ca-ca.

Tapi, selain itu ada berita buruk yang mesti aku terima. Kabar itu berkaitan dengan penilaian yang dilakukan atasan terhadap kinerjaku selama setahun ini. Konon kabarnya, penilaian itu akan berhubungan dengan kenaikan gaji dan bonus dari perusahaan.

Kemarin malam, tak seperti biasanya aku betah berlama-lama di kantor. Keinginan untuk cepat pulang demikian memuncak, memaksaku untuk segera meninggalkan tempat yang begitu semrawut itu. Tapi, ntah mengapa, ada keinginan lain yang memaksaku tuk bertahan sejenak. Ternyata, saat hendak mengambil tas, ipul-PA segera memberitahukan, kalo aku ditunggu oleh sang produser, sehubungan dengan penilaian akhir tahun.

Sejurus kemudian aku menemuinya. Dia yang sudah duduk manis, ternyata telah menunggu dari tadi. Sebagai pembuka pembicaraan, kita berdiskusi tentang hasil capaian yang ku isi di form penilaian. Dilanjutkan dengan pemberian nilai terhadap kinerjaku. Dari semua pembicaraan yang kami lakukan, aku hanya menangkap makna, bahwa aku begitu tertutup dan kurang bisa bekerjasama dengan tim, serta tak bisa berkomunikasi dengan atasan.

Aku pikir, penilaian itu sangat subjektif. Pasalnya, apa yang salah jika aku tidak terbuka dengan banyak orang. Bukankah semua orang melakukan hal yang sama. Tapi, bukan berarti kita tidak bersosialisasi, kan? Apalagi terbuka dan tertutupnya kita tak berpengaruh apapun dengan kinerja pekerjaan.

Jika ditanya lebih dalam, apakah aku tidak bersosialisai di tempat ini? Sungguh, tidak demikian halnya. Sebab, aku punya banyak teman disini. Selain nongkrong plus curhat, kita pun sering hang out bareng. Tapi, jika dikatakan aku tak punya hubungan yang dekat dengan atasan. Jujur, aku akan mengakuinya. Menurutku, aku gak bisa terlalu dekat dengan mereka, karena takut akan disalahartikan.

Harusnya, mereka yang lebih intens memperhatikan bawahannya, bukannya bawahan yang menonjolkan diri di depan atasan. Sebab, aku bukanlah tipikal penjilat yang suka pamer di depan atasan. Aku adalah seorang kelana yang punya tipikal penyendiri dan lebih suka merendah terhadap sesuatu.

Dan, jika dikatakan aku gak bisa bekerjasama dalam tim. Lagi-lagi, aku gak bisa terima! Pasalnya, belum pernah ada reporter yang menolak liputan bareng aku. Rasanya, aku pun bisa bergaul dengan semua tim, tanpa memandang bulu. Untuk itu, mungkin bisa ditanyakan satu persatu dengan semua anggota tim. Untuk tim kecil, kerjasama mutlak diperlukan. Mustahil rasanya, kita bisa menghasilkan sebuah liputan yang bermutu, baik dari sisi visual maupun naskah, jika kerjasama tak tercipta. Sungguh sebuah pemahaman sempit yang sangat tendensius.

Dalam tim yang lebih besar misalanya, aku juga sering terlibat aktif untuk mendukung acara taping agar berjalan lancar. Seringkali aku dan teman yang lain harus begadang di kantor untuk mengidentifikasi dan menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan. Tanpa berkomentar sedikitpun, kami menjalani tugas ini dengan ikhlas. Apalagi ini demi perusahaan tercinta.

Sehingga, jika hanya karena kesalahan kecil yang pernah kulakukan, aku harus menerima penilaian yang sangat buruk. Sungguh sangat tak berimbang! Bukankah penilaian itu dilakukan lebih terhadap output yang kita hasilkan, bukan karena dekat atau tidak dekatnya terhadap atasan.

Padahal untuk kesalahan kecil itu, aku sudah mengakuinya di depan semua orang sewaktu rapat. Menurutku kejadian itu menjadi kesalahan yang tak ada pembenarannya. Dan, karena itu aku sangat berhati-hati di setiap pengambilan gambar. Jangan sampai terjadi kebocoran terhadap produk tertentu, yang berdampak pada promo gratis.

So, jika sudah begini keadaannya. Aku gak bisa berharap banyak. Sedih rasanya, melihat semua kerja keras selama setahun ini seakan tak bermakna apa-apa. Semua luluh hanya karena sebuah kesalahan dan ketidak dekatan dengan atasan. Mau mengadu kemana? Aku gak punya jawaban. Mungkin ini sebuah cobaan yang diberikanNya sebagai kado Natal terindah, untuk membentuk diriku sesuai dengan keinginan tanganNya. Semoga!

No comments:

Post a Comment