Saturday, March 29, 2008
Hak Pekerja (Pers) untuk Berserikat
Pentingnya pembentukan Serikat Pekerja (Pers) di kalangan buruh/karyawan (pers) seringkali datang terlambat. Adanya larangan berserikat, ketidaktahuan dan ketidakpedulian buruh/karyawan (pers) menjadi alasan, mengapa pendirian serikat pekerja seakan berada di titik nol.
Bagi ribuan karyawan di perusahaan media tempatku bergabung, mungkin hanya segelintir orang saja yang punya kepedulian terhadap pembentukan serikat pekerja. Selebihnya lebih memilih diam atau pura-pura tutup kuping dengan aneka permasalahan yang kerap mendera. Padahal, jika mereka sadar, pembentukan serikat pekerja (pers) dapat menyelesaikan kendala yang acap timbul antara buruh/karyawan (pers) dengan manajemen perusahaan.
Anehnya, adanya larangan berserikat yang dikeluarkan oleh pihak manajemen --secara tulisan maupun lisan-- dengan ancaman PHK dan sebagainya, turut andil memaksa para buruh/ karyawan lebih memilih jalur aman, ketimbang bersatu dengan berserikat dalam menyelesaikan perselisihan yang timbul. Jamak terjadi, setiap ada permasalahan, buruh/karyawan menjadi pihak yang dirugikan. Pasalnya, bargaining –-posisi tawar-- yang dimilikinya sangat lemah. Paling-paling ia akan memilih cara ‘mengundurkan diri’ dengan tidak mendapat kompensasi apapun, akibat ketidaktahuan dan takut berselisih dengan perusahaan. Padahal ada aturan --dalam bentuk UU-- yang berpihak pada buruh/pekerja (pers).
Sejatinya, serikat pekerja ataupun serikat buruh adalah organisasi yang didirikan oleh dan untuk pekerja/buruh. Pemakaian istilah buruh/karyawan, mengacu pada setiap orang yang bekerja pada orang lain untuk memperoleh upah atau bentuk penghasilan yang lain.
Dari kasus-kasus selama ini, harus diakui bahwa serikat pekerja (pers) masih belum populer di kalangan buruh/ karyawan (pers). Banyaknya buruh/karyawan yang belum sepaham turut andil menjadi penghalang bagi karyawan itu sendiri. Sebagai cotoh, hingga kini, perdebatan perihal pekerjaan wartawan itu buruh atau bukan, masih menyisakan tanya. Ada pihak yang beranggapan, bahwa wartawan itu adalah seorang profesional yang berbeda dengan pekerja pabrik. Padahal jika mengacu pada istilah buruh/ karyawan yang memperoleh upah dari orang lain, pekerjaan wartawan tentunya masuk dalam kategori buruh. Akibatnya, jika banyak wartawan/ jurnalis tidak menyadari dan tidak mengakui dirinya sebagai buruh, maka hak dirinya ketika terjadi PHK atau hak normatif lainnya, mau tidak mau harus direlakan hilang. Padahal jika mengacu pada undang-undang, ada banyak hal yang diatur, sehingga buruh tidak merugi.
Alasan jurnalis sebagai profesional mungkin bisa diterima, jika ada undang-undang khusus yang mengatur pekerja pers melalui standar-standar tertentu, baik skill maupun pengupahan yang diatur dalam aturan tersendiri. Sedangkan saat ini, belum ada legimitasi untuk standar wartawan sebagai profesional seperti layaknya dokter, lawyer ataupun pilot. Oleh karena itu, mau tidak mau, wartawan juga buruh. Buruh/ karyawan di berbagai sektor termasuk pekerja media mempunyai hak yang sama, baik sebagai pekerja ataupun sebagai anggota serikat pekerja, sebagaimana diatur dalam UU no.13/2003 tentang ketenagakerjaan maupun UU no. 21/2000 tentang Serikat Pekerja. Khusus untuk serikat pekerja harus dipahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya, terutama bagi mereka yang menjadi jurnalis sekaligus sebagai pengurus serikat pekerja.
Dasar Hukum, Sifat dan Tujuan Serikat Pekerja (Pers)
Pendirian serikat pekerja memiliki dasar hukum yang tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara Pancasila dan UUD 45, dimana serikat pekerja harus bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab. Hal ini telah diatur dengan jelas pada UU no.21/2000 tentang Serikat Pekerja. Sedang fungsi serikat pekerja (pers) mencakup pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), penyelesaian perselisihan industrial, mewakili pekerja di dewan atau lembaga yang terkait dengan urusan perburuhan, serta membela hak dan kepentingan anggota.
Undang-undang ini mengatur tentang tingkatan organisasi serikat, yakni; serikat pekerja buruh (pers); federasi serikat; konfederasi serikat. Pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat. Sebagaimana diatur, serikat pekerja harus memiliki anggota minimal 10 orang (pasal 5 UU. No. 21/ 2000)
Pengaturan serikat harus meliputi berbagai ketentuan, antara lain: nama dan simbol; dasar hukum dan tujuan; tanggal pembentukan; alamat sekretariat; keanggotaan dan administrasi; sumber pendanaan dan pertanggungjawaban; serta ketentuan tentang perubahan peraturan ini.
Hak dan Kewajiban Serikat Pekerja (Pers)
Secara umum Serikat Pekerja adalah organisasi yang didirikan oleh dan untuk pekerja di dalam dan di luar perusahaan, milik negara atau pribadi, yang bersifat tidak terikat, terbuka, independen dan demokratis serta dapat dipertanggungjawabkan untuk memperjuangkan, membela dan melindungi hak-hak dan kepentingan pekerja, maupun untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Berdasarkan bentuknya, serikat pekerja terdiri dari 2, yakni: serikat di dalam perusahaan, didirikan oleh pekerja satu perusahaan atau lebih. Sedangkan serikat di luar perusahaan, dibentuk oleh pekerja yang tidak dipekerjakan di dalam perusahaan. Istilah tidak dipekerjakan di dalam perusahaan mengacu pada pekerja mandiri, misalnya pengemudi angkutan minibus, mikrolet, bajaj atau angkutan lainnya.
Hak dan kewajiban serikat pekerja yang sudah memiliki nomor pendaftaran berhak melakukan perundingan PKB dengan pihak manajemen, mewakili pekerja dalam menyelesaikan perselisihan industrial di dewan dan lembaga perburuhan dan mengadakan kegiatan perburuhan selama tidak bertentangan dengan ketentuan hukum (pasal 21).
Serikat pekerja wajib melindungi anggota dari pelanggaran terhadap hak-haknya, meningkatkan kesejahteraan anggota dan keluarga, serta menjalankan tugas sesuai peraturan. Ia dapat bergabung dan/atau bekerjasama dengan serikat buruh internasional dan organisasi internasional lainnya, selama tidak bertentangan dengan ketentuan hukum nasional.
Serikat Pekerja Mewakili Kepentingan Pengusaha
Pekerja yang mewakili kepentingan pengusaha tidak dapat menjadi bagian dari pengurus serikat, sebab akan menimbulkan konflik kepentingan. Posisi serikat dan pengusaha dalam merundingkan PKB adalah berbeda. Contoh pekerja yang mewakili pengusaha adalah direktur atau menejer bagian personalia atau akuntan. Hal ini berlaku di semua serikat pekerja termasuk pekerja pers guna menghindari kepentingan yang merugikan pihak lain/ pekerja.
Bagi pengusaha juga harus memahami kewajiban mereka untuk tidak ikut campur dalam pembentukan atau pengoperasian serikat, ataupun melakukan tindakan deskriminisi terhadap anggota dan pengurus serikat.
Dalam aplikasinya, seringkali terjadi modus penghambatan pekerja pers dalam berserikat, dengan cara PHK, skorsing sementara, menurunkan peringkat atau pemindahan, gaji tidak dibayar atau dikurangi, atau tindakan intimidasi dalam bentuk apapun.
Selain itu, kerap terjadi adanya penyusup dari pihak manajemen di tubuh serikat pekerja. Hal ini terjadi karena kurang selektifnya pengurus dalam melakukan screening terhadap orang-orang yang ingin bergabung dengan serikat pekerja. Akibatnya, mereka akan memata-matai dan menggembosi serikat pekerja itu sendiri. Untuk itu, perlu kewaspadaan.
Sedangkan legitimasi organisasi ditentukan oleh anggotanya, bukan campur tangan pengusaha. Dengan demikian, tidak diperlukan dokumen legitimasi dari badan pendaftaran ataupun surat pengesahan perusahaan. Nomor pendaftaran dari Disnaker diberikan hanya sebagai basis data untuk penghitungan jumlah organisasi serikat pekerja.
Karena pembagian waktu antara kegiatan serikat pekerja dengan waktu bekerja seringkali bertabrakan, sebaiknya harus dibuat kesepakatan kerja bersama untuk melangsungkan kegiatan tersebut. Tujuannya, untuk menghindari perbedaan penafsiran antara pekerja dengan pengusaha tentang kegiatan yang diijinkan selama jam kerja, sehingga perselisihan dapat dicegah.
Fungsi Serikat Pekerja Pers
Setelah semua yang berhubungan dengan serikat pekerja, khususnya pekerja pers diketahui, menjadi penting menyimak fungsi utamanya, sebagai berikut:
1. Menyusun PKB atau dokumen penyelesaian perselisihan.
2. Mewakili pekerja dalam forum kerjasama ketenagakerjaan manapun.
3. Menjadi fasilitator hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan adil.
4. Sebagai wahana untuk menyalurkan aspirasi dalam membela hak dan kepentingan anggotanya.
5. Melakukan perencanaan, pelaksana dan bertanggungjawab selam berlangsungnya pemogokan, sesuai ketentuan hukum.
6. Mewakili pekerja dalam membela hak kepentingan bersama dalam perusahaan.
Selain itu, fungsi dan pembelaan di depan pengadilan secara tegas diatur dalam UU no.2/2004 tentang PPHI (pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial), pasal 87, berbunyi: “ Serikat Pekerja dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya”. Untuk mempersiapkan menjadi kuasa hukum anggotanya, khusus bagi pengurus serikat pekerja pers sedini mungkin mempersiapkan teknik pendampingan di pengadilan dan dikembangkan pada anggotanya agar bisa mendampingi dirinya sendiri.
Oleh sebab itu, ketika kita sebagai buruh/ pekerja (pers) telah mengetahui hak dan kewajiban beserta manfaat pendirian serikat pekerja, tak ada salahnya segera membentuk organisasi serikat pekerja di lingkungan kerja masing-masing. Jika masih ragu, meminta bimbingan dari serikat pekerja yang lebih mapan menjadi salah satu cara ampuh untuk mengejar ketertinggalan. Pasalnya, hanya buruh yang mengerti permasalahan dan kebutuhan kaum buruh, bukan orang lain, apalagi pengusaha.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment