Saturday, March 18, 2017

*Dialog Hujan

(source: http://wallpapersafari.com)
Kau tahu hal apa yang paling menyakitkan?
Adalah ketika kita berpura-pura bahagia dan melakonkan tawa tanpa canda
--@Lluvia_Aya

Bicara rindu, jangan pernah tanyakan itu!
Bicara haru, pun, jangan nyatakan dulu.
Karena yang ku-butuh hanya jauh,
ketika ada yang memaksa berjarak tanpa jeda...
Sejauh dan sejadi-jadinya.

Lalu, ketika malam yang tak  biasa, hadir mencekam.
Dalam naungan pelangi yang enggan bersinar, 
aku bisa melihat jelas.
Sejelas masa depan yang temaram,
Segelap pekat dipenuhi tanya.

Di keremangan itu,
di dinginnya malam berteman hujan yang turun tipis-tipis.
Kurasakan lelehan airmata di ujung sepi,
tumpah di balik tirai jendela yang terbuka.
Menjuntai basah!

Juga, sayup-sayup kuraba,
ada luka yang menganga,
belum sepenuhnya kering.
Masih lembab, 
tak menutup sempurna.
Menggantung lusuh di kawat jemuran, belakang rumah.
Mirip butiran embun di pagi hari,
selintas.
Menunggu jatuh.

Terlelap,
aku dibawa ke alam itu.
Tentang kenangan penuh kisah, meski  kita tak pernah menginginkannya.
Malang, kita tak mampu menolak.
Hingga muncul tanya, mengapa itu ada?
Mengapa dua terjebak di dalamnya.

Dan, ketika guntur menggeletar.
Aku tersadar!
Ada yang tak biasa.
Sedikit berbeda? Mungkin!

Ada resah yang menyeruak mencari ruang.
Mendekap dinding tuk bersandar, meski sebentar.
Tak butuh lama!
Karena ada yang menghunus belati di balik sunyi.
Siap beraksi.
Juga was-was yang setia menghampiri.

Mungkin kita sudah menuntaskan tanpa pernah bersepakat!
Tidak lewat kata.
Tak perlu perpisahan, sebab kita lupa perjumpaan yang seperti apa.

Lalu serentak setuju “usai”!
Meski tak pernah memulai,
persis ketika hujan turun lamat-lamat dan senja berganti rupa.

Lalu kamu bisa apa?
Ups... bukan kamu,
tapi, aku!!!

Bisa jadi, tak ada yang tersisa, 
meski hanya sepenggal catatan kaki atau ingatan di kaki langit. 
Tentang....
tetiba aku lupa!

Semua jadi berbeda.
Tak sama,
kendati hujan di luar sana kerap memanggil nama kita.
Dan membisikkan segudang kata “rindu”,
Aku gulana.

Karena realitas tlah mengetuk,
tak mungkin lekang dimakan waktu.
Tak rusak, karena tersimpan rapi dalam format data.
Yang sewaktu-waktu ada jika diperlukan.

Namun ntah kapan?
Tak ada yang tahu,
pun tak harapkan itu!
Tidak...



*for sweet memory|





No comments:

Post a Comment