Friday, April 07, 2017

Rindu Masa Gitu...

(source: hello-pet.com)
Kalau ada yang berkata, melupakan itu mudah, mungkin dia amnesia.
Atau ketika ada yang menyebut, semua kan membaik dengan sendirinya, mungkin ia sedang tak sadarkan diri, hingga lupa bahwa luka itu masih menganga.
Bahwa pedih itu masih ada.
Mungkin pula dia sedang mabok, atau apa...???

Ketika ada yang mengajak berkelana, jujur, aku suka!
Namun ketika ditanya, mau kemana?
Tetiba pusing jawabnya.
Maklum di musim paceklik seperti saat ini, yang ada kita harus pintar-pintar berhitung, agar kehidupan terus begulir, setidaknya hingga penghujung musim ini.

Sementara ada yang bergelayut renyah diantara nalar tak berdawai,
aku langsung terjaga.
Terasa ada, namun sulit tuk dilukiskan dengan kata.
Bayang yang hadir dari ruang gelap.
Berdiri tegak meradang.

Aku jadi sadar, bahwa benar kita pernah ada.
Pernah punya cerita yang mungkin biasa saja.
Mungkin terlalu singkat.
Pun, mungkin tak begitu penting tuk dikenang, 
apalagi di-highlight sebagai pencapaian terbesar.
Kejauhan!

Ya, kita memang pernah punya...
Cerita, juga tawa dan airmata.
Tentang candaan-candaan lucu yang gak terlalu penting,
terkesan garing.

Tak hanya itu, kita juga pernah punya catatan,
terkait resah yang ujung-ujungnya membuat kamu menyerah.
Tentang was-was yang sejatinya hadir dari rasa tak percaya diri.
Sementara aku, sepertinya, tidak!

Pernah juga, kamu berjarak untuk hal yang disebut ‘kebaikan’.
“Kebaikan untuk semua. Kebaikan selamanya”, kamu menyebutnya.
Sementara aku berkata: kebaikan yang adalah pelarian agar tak terperosok lebih dalam. 
Pada pengembaraan malam yang penuh pesona.

Lalu, aku bertanya:
Ingatkah kau saat kita menikmati hujan di penghujung malam?
Tawamu pecah, beradu kuat dengan gemuruh disusul rinai di balik jendela.
Hingga ntah mengapa, berdua kita terdiam setelahnya.
Membeku dan saling pandang, tepat ketika cahaya yang tersisa berakhir padam.

Atau, masihkah teringat ketika temaram datang, 
kita berlomba-lomba mendamba senja.
Ingat???
Kau yang mempesona, menyebutku sebagai “petualang yang kesepian”.
Sementara aku memanggilmu “bidadari yang terdampar”,
jatuh ke Bumi hingga tak sengaja bertemu kelana hina yang tak punya apa-apa, selain sebentuk asa nan sederhana.

Belakangan asa itu yang menyatukan kita.
Meski mulut kita kelu hingga kehilangan makna, kita saling mengerti.
Memahami bahwa kita mampu mendengar apa dibisikkan telinga
Sanggup membaca apa yang diungkap mata.

Tapi itu dulu, 
ketika waktu masih berpihak...
ketika hari masih baik,
malam belum lingsir,
dan rembulan tersenyum manja di kelokan.

Sementara kini,
semua harus diakhiri secara paksa.
Saat ada yang menghunus pedang sambil menahan perih.
Sebentar lagi mati.

Dan, ketika tersadar, 
ternyata ada yang menggenggam bayang, memeluk hampa berbalut duka tiada tara.
Sementara itu, kenang tersisa berselimutkan petaka.

Uniknya,
Kemana pun melangkah, rindu itu tetap setia.
Masih ada!
Senyata rinai hujan di luar sana,
yang tak kunjung reda.




*malam ketika hujan berkejaran.

No comments:

Post a Comment