Thursday, August 24, 2017

Standar Kompetensi Wujudkan Wartawan Profesional

(source: www.nyfa.edu)
“When journalism is silenced, literature must speak. Because while journalism speaks with facts, literature speaks with truth.” 
― Seno Gumira Ajidarma

Wartawan merupakan salah satu profesi unik yang pernah ada. Unik, karena menjadi wartawan  tidak mudah. Dibutuhkan lebih dari sekedar kemampuan akademis yang baik. Karena menjadi wartawan sangat didasarkan atas keinginan dan niat yang kuat untuk selalu berpihak kepada kepentingan publik.

Dengan kata lain, wartawan juga merupakan seorang profesional, seperti halnya dokter, pilot, guru, atau pengacara. Secara umum, pekerjaan bisa disebut sebagai profesi jika memiliki 4 kriteria, yakni: memiliki kebebasan dalam bekerja, memiliki panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan, memiliki keahlian (expertise) dan memiliki tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan. Dan jika mengacu pada kriteria tersebut, wartawan memenuhi keempat kriteria 'profesional' tersebut.

Kita tentu dapat menyebut pekerjaan wartawan berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat atau publik. Pekerjaan wartawan juga mencerdaskan bangsa. Tak heran jika banyak yang  mengistilahkannya dengan “bidan sejarah”. Sebagai bidan, wartawan atau pers ikut secara aktif mengembangkan, membesarkan dan mendewasakan sejarah sebuah bangsa. 

Oleh karena itu, sebagai profesi yang terhormat, maka wartawan wajib mengawal kebenaran dan keadilan, melakukan perlindungan terhadap hak-hak pribadi masyarakat, serta menjadi musuh penjahat kemanusiaan seperti koruptor dan politikus busuk.

Adapun ruh dari kegiatan wartawan adalah kebebasa yang dikenal dengan kebebasan pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU No. 40/1999 tentang Pers. Kemerdekaan pers juga dijamin sebagai hak asasi warga negara, bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat 1 dan 2). 

Adapun pihak yang mencoba menghalangi kemerdekaan pers dapat dipidana penjara maksimal 2 tahun atau dena maksimal Rp 500 juta (Pasal 18 ayat 1). 

Meski demikian, kebebasan disini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1). 

Di sisi lain, pada praktiknya, kebebasan pers lebih banyak dinikmati oleh pemilik modal atau pemilik media massa. Akibatnya, para wartawan harus tunduk pada kepentingan pemilik, atau setidaknya pada visi, misi, dan kepentingan pemilik media tersebut. Tak heran jika di banyak media, liputan yang berbau korporasi kerap mendapat porsi besar, meski alasan kepentingan publiknya sangat terbatas.

Wartawan seharusnya memiliki panggilan dan keterikatan dengan pekerjaannya sebagai pewarta. Contohnya, ketika wartawan bekerja melebihi batas waktu normal yang telah ditetapkan pemerintah. Untuk isu-isu tertentu, tak heran jika wartawan rela menunggu untuk waktu lama. Bahkan, tak sedikit wartawan yang bekerja dalam keadaan bahaya, demi menjadi orang pertama dalam mendapatkan berita.

Khusus terkait keahlian yang harus dimiliki seorang wartawan, maka sejak awal ia harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup, termasuk mendengar masukan dari para senioren. Adapun keahlian yang harus dimiliki wartawan adalah, kemampuan mencari, meliput, dan menulis berita. Termasuk keahlian menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

Terakhir, wartawan terikat kepada kode etik yang menjadi panduan dan rambu-rambu dalam bekarja. Sejauh ini, kode etik yang dimaksud adalah Kode Etik Jurnalistik (Pasal 7 ayat (2) UU No. 40/1999 tentang Pers). Dalam penjelasan disebutkan, yang dimaksud dengan Kode Etik Jurnalistik adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.

Dengan semua kriteria yang disebut sebagai profesi itu, adalah hak asasi seluruh warga negara untuk menjadi wartawan. Namun bukan berarti setiap warga negara bisa melakukan pekerjaan kewartawanan. Ada ketentuan dan alat ukur yang harus dijadikan pedoman dalam melaksanakan profesi kewartawanan itu, yakni Kode Etik Jurnalitik dan UU Pers.

Dan untuk menjaga ketajaman pisau analisis dan pisau kritis produk pers, maka tak ada cara lain, selain wartawan harus memiliki standar kompetensi yang memadai dan disepakati oleh masyarakat pers. Standar kompetensi itu menjadi alat ukur tingkat profesionalitas wartawan.

Standar kompetensi itu sekaligus untuk melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat guna menjaga kehormatan pekerjaan wartawan. Jadi, bukan untuk membatasi hak-hak warga negara menjadi wartawan. (jacko agun)

Melalui standar kompetensi, wartawan akan diuji kemampuan intelektual dan pengetahuan umumnya. Sebab, di dalam standar kompetensi melekat pemahaman tentang pentingnya kemerdekaan berekspresi, menyatakan pendapat, menyuarakan kepentingan publik sebagai ciri dari bangsa yang demokratis. (jacko agun)

No comments:

Post a Comment