(Badak Sumatera. Source: http://www.takepart.com) |
“Badak Sumatera masih bisa diselamatkan di alam, tetapi kita harus mengamankan zona-zona perlindungan yang akan membutuhkan investasi signifikan dalam menambahkan aparat penegak hukum,”
- Wulan Pusparini
Untuk pertama kalinya, para ilmuwan berhasil menggunakan teknik survei populasi yang lebih canggih dalam mengidentifikasi zona perlindungan hutan, yang fungsinya tidak tergantikan untuk menyelamatkan badak Sumatera yang berada diambang kepunahan. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa populasi badak yang sedikit dan tersebar harus dikonsolidasikan agar populasinya dapat bertahan.
Sebuah publikasi ilmiah dari Wildlife Conservation Society (WCS) dan University of Massachusetts - Amherst (UMass) telah memberi secercah harap bagi penyelamatkan Badak Sumatera yang tersisa.
Penelitian terbaru itu menggunakan teknik survey populasi yang lebih canggih untuk mengidentifikasi petak-petak kecil dari hutan yang penting bagi perlindungan intensif populasi badak Sumatera yang tersisa.
Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal akses terbuka, Public Library of Science (PLoS) ONE pada edisi 16 September 2015 menyajikan data yang sangat penting untuk mendukung upaya mencegah kepunahan badak Sumatera.
Penelitian dengan judul “Badak di Taman Nasional: Sebuah Survei Pulau dari Populasi Liar Terakhir Badak Sumatera,” yang terbit di PLOS ONE, ditulis oleh Wulan Pusparini dari WCS dan Paul R. Sievert, Todd K. Fuller, dan Timothy O. Randhir dari ECo – UMass Amherst serta Noviar Andayani dari WCS.
Penelitian itu telah menghasilkan informasi yang sangat dibutuhkan mengenai di mana saja distribusi badak yang tersisa. Penelitian dengan permodelan habitat yang eksplisit secara spasial itu menggunakan data tanda keberadaan badak yang dikumpulkan dalam tiga wilayah yang diduga menjadi tempat tinggalnya. Sementara luas area yang disurvey luasnya lebih dari 3 juta hektar.
Hasilnya, diperkirakan badak hanya menempati 237.100 hektar di bentang alam Leuser, 63.400 hektar di Taman Nasional Way Kambas dan 82.000 hektar di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Totalnya mereka hanya menghuni 13% dari total area yang disurvei.
Taman Nasional Gunung Leuser (yang berada dalam bentang Leuser) dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan termasuk dalam Situs Warisan Tropis UNESCO karena sangat penting bagi keanekaragaman hayati. Sementara Taman Nasional Way Kambas, terlepas dari luasnya yang cenderung lebih kecil, masih menjadi rumah bagi badak, harimau dan gajah sumatera.
Dalam laporannya, Wulan Pusparini, peneliti dari WCS mengidentifikasi setidaknya ada 5 “Zona Perlindungan Intensif” yang luar biasa penting dalam menyelamatkan badak Sumatera.
“Dengan begitu banyak yang tidak diketahui mengenai pengelolaan badak Sumatera, baik di alam bebas maupun penangkaran, penelitian kami menunjukan di mana kita harus melindungi mereka di tempat asalnya,” ujar Pusparini yang juga merupakan mahasiswa PhD dari UMass.
Sebelumnya, sekira dua ratus tahun lalu, badak Sumatera tersebar dari timur laut India hingga Kalimantan dengan jumlah sekitar puluhan ribu ekor. Akibat perburuan, sebagai dampak dari permintaan yang luar biasa terhadap cula badak, jumlahnya kini tak lebih dari 100 ekor di alam liar. Tanpa upaya yang terus menerus, mustahil populasi badak akan bisa bertahan.
Lebih lanjut Pusparini merekomendasikan 4 aksi penting yang dapat dicapai dengan kemauan politik yang kuat, yaitu: menetapkan lima Zona Perlindungan Intensif yang teridentifikasi dalam penelitian ini dan memastikan nihilnya perburuan yang akan dicapai dengan upaya peningkatan penegakan hukum secara signifikan.
Selain itu, perlu juga dipastikan kelayakan Zona Perlindungan Intensif dengan menganulir rencana pembangunan jalan baru yang akan membelah taman nasional di Bukit Barisan Selatan dan bentang Leuser.
Selanjutnya, perlu mengonsolidasikan seluruh populasi yang kecil dan terpisah di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan di luar populasi inti bentang alam Leuser yang diidentifikasi dari penelitian ini. Menyadari bahwa sangat dibutuhkan dukungan politik yang kuat serta pendanaan yang tidak sedikit.
“Terakhir, menyadari bahwa badak sumatera akan punah apabila tidak ada upaya apapun yang secepatnya dilakukan, seperti yang terjadi pada badak Jawa terakhir di Vietnam tahun 2010”, ujar Pusparini.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sekaligus Ketua Sekretariat Bersama Komisi Nasional Penyelamatan Badak Indonesia, Bambang Dahono Adji sangat senang dengan adanya masukan terkait upaya konservasi badak.
“Kami menyambut dengan baik hasil penting ini untuk mendukung usaha Indonesia dalam sepenuhnya mengimplementasikan Rencana Aksi Badak Sumatera”, ujar Bambang Dahono Adji
Sementara itu, , Wakil Presiden WCS untuk Program Global, Joe Walston mendesak perlunya upaya gabungan yang menyeluruh dari setiap pihak yang terlibat untuk mencegah kepunahan badak Sumatera.
”Untuk pertama kalinya kami memiliki keterangan mengenai lokasi wilayah prioritas badak, sekaligus sarana dan teknik untuk melindungi mereka, maka saat ini kita harus memastikan adanya upaya gabungan dari seluruh lembaga untuk mencegah badak sumatera dari kepunahan”, tutur Walston. (jacko agun)
No comments:
Post a Comment