Sunday, July 10, 2016

Tax Amnesty, “Shock Theraphy” bagi Singapura

(Ilustrasi Tax Amnesty. Source:http://yumtoyikes.com) 
"Kita sosialisasi secara gencar tidak hanya di Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Balikpapan, Medan, muter. Termasuk di luar negeri. Sosialisasi harus massif untuk menjelaskan bahwa amnesty pajak ini untuk kepentingan jangka panjang. Karena, tax base (basis pajak) kita jadi lebih besar, income tahun depan, ke depannya, dan ke depannya lagi makin besar," 
-Presiden Jokowi, Senin (4/6/2016).

Ditengah upaya menggenjot penerimaan negara dari sektor perpajakan, pemerintah terus melakukan sejumlah terobosan. Yang teranyar adalah kebijakan Tax Amnesty (baca: pengampunan pajak) yang telah disetujui DPR dan mulai dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 1 Juli 2016. Program pengampunan pajak sejatinya akan berlangsung hingga Maret 2017.

Untuk jangka menengah, tax amnesty memang bertujuan memenuhi kebutuhan dana infrastruktur yang nilainya Rp 4.900 triliun dalam 5 tahun, sementara APBN hanya bisa memenuhi Rp 1.500 triliun. 

Selanjutnya, pemerintah tengah menyiapkan instrumen obligasi infrastruktur untuk menampung dana hasil tax amnesty. Obligasi infrastruktur akan digunakan untuk keperluan infrastruktur, seperti: membangun jalan tol, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik, bendungan, dan lainnya.

Tak hanya itu, instrumen lain juga sedang digodok dengan matang, seperti: reksa dana, surat utang negara, dan obligasi yang diterbitkan BUMN.

Dari sisi perpajakan, tax amnesty diharapkan mampu menambah penerimaan negara sebesar Rp 165 triliun. Jika terkumpul, tax amnesty akan mampu menggairahkan perekonomian yang selama ini mengalami stagnasi.

Agar berjalan lancar, pemerintah berupaya meyakinkan pengusaha agar tidak khawatir akan sanksi pidana atau administrasi. Kendati demikian, pemerintah menegaskan jika tax amnesty bukan pengampunan bagi koruptor.

"Tax amnesty bukan upaya pengampunan bagi koruptor atau pemutihan terhadap pencucian uang. Tidak," ujar Jokowi dikutip dari Kompas (1/7/2016).

Dana-dana yang dikumpulkan itu merupakan milik warga negara Indonesia yang jumlahnya ribuan triliun rupiah dan selama ini disimpan di luar negeri. Kebanyakan uang atau aset itu tidak dilaporkan oleh kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Oh ya, soal penerimaan pajak, Indonesia memang terbilang jauh tertinggal. Dari target pajak yang telah ditetapkan, selalu saja meleset. 

Lihat saja, data penerimaan pajak tahun lalu (2015) yang hanya Rp 1.055 triliun atau 81,5 persen dari target sebesar Rp 1.294,25 triliun. Sementara pada Mei 2016, angkanya baru mencapai Rp 364,1 triliun atau 26,8 persen dari target dalam APBN 2016 sebesar Rp 1.360,1 triliun.

***
Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menyebut, wajib pajak yang mengikuti pengampunan pajak harus mengungkap harta bersihnya yang tidak pernah dilaporkan di dalam surat pemberitahuan tahunan. 

Para wajib pajak juga harus membayar uang tebus jika ingin mengikuti tax amnesty. Cara menghitungnya adalah tarif tebusan dikalikan dengan harta bersih. 

Sementara itu, harta bersih merupakan harta tambahan yang tidak ada di SPT dikurangi utang ihwal perolehan harta dan belum dilaporkan di SPT.

Bagi yang tertarik mengikuti tax amnesty bisa melakukannya dengan menyampaikan surat pernyataan harta untuk pengampunan pajak. Surat tersebut berisikan harta, utang, harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran uang tebusan. Selain itu perlu juga dilampirkan bukti valid, seperti rekening bank, sertifikat rumah, dan lain sebagainya.

Setelah menyampaikan surat pernyataan ke Direktorat Jenderal Pajak, para wajib pajak akan menerima surat keterangan pengampunan pajak yang dikirimkan ke alamat masing-masing dalam 10 hari kerja. Sebelum dikirim, semua data diverifikasi terlebih dahulu.

Syarat bagi wajib pajak yang mengikuti tax amnesty adalah memiliki nomor pajak wajib pajak, membayar uang tebusan, telah melaporkan SPT tahun pajak terakhir, dan melunasi seluruh tunggakan. Sementara yang belum memiliki NPWP masih diberi kesempatan untuk membuat NPWP baru.

Tak hanya itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak telah membuka perwakilan di Hong Kong, Singapura dan London untuk melayani WNI yang ingin memanfaatkan pengampunan pajak. Selanjutnya, mereka tidak harus pulang ke Indonesia untuk mengajukan tax amnesty. Dirjen Pajak juga telah melakukan koordinasi dengan perbankan Indonesia yang punya kantor perwakilan di luar negeri untuk mempermudah dana repatriasi yang akan masuk ke Indonesia.

Kendati terlihat mudah, menurut saya, verifikasi data wajib pajak pasti membutuhkan ketelitian dan waktu yang tidak sebentar, mengingat belum tentu semua data wajib pajak terdokumentasi dengan baik.

Selain validasi data, kebijakan tax amnesty juga membutuhkan aturan-aturan turunan yang mendukung. Yang aplikatif dan mudah dipahami masyarakat. Pasalnya, masyarakat  dan pelaku UMKM seringkali kesulitan dalam mengisi aplikasi, membuat mereka enggan untuk membayar pajak.

***
Gerak cepat pemerintah mengeluarkan kebijakan tax amnesty patut diacungi jempol. Kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang digagas pemerintah itu telah membuat negara-negara surga pajak (tax havens) kebingungan. 

Salah satu negara tax havens yang mulai resah adalah Singapura. Betapa tidak, karena Singapura menjadi tempat favorit pengusaha-pengusaha Indonesia untuk menyimpan harta mereka. Sudah jadi rahasia umum banyaknya dana asal Indonesia  yang masuk ke Singapura, karena sejak lama negara itu menerapkan kebijakan terbuka bagi dana-dana yang tidak jelas sumbernya.

Uang yang disembunyikan di Singapura itu, bukan hanya untuk mengelabui pajak saja. Namun, banyak yang berasal dari uang-uang haram dari kegiatan illegal logging, illegal fishing dan kegiatan illegal lainnya, termasuk hasil korupsi.

Banyak yang menyebut, kebijakan Singapura dengan pengusaha dan pejabat nakal asal Indonesia, mirip simbiosis mutualisme yang dilakukan ikan remora terhadap Hiu. Hubungan saling menguntungkan yang terjadi sejak lama.

Agar tax amnesty tidak terwujud, Singapura dikabarkan tengah menyiapkan sejumlah langkah taktis terkait proses repatriasi modal milik warga Indonesia yang selama ini diparkir di Singapura.

Kabar itu dibenarkan oleh Aviliani, pengamat ekonomi. Menurut Aviliani, negeri singa putih itu sedang memberi kemudahan bagi warga negara Indonesia yang menyimpan uangnya di Singapura untuk menjadi warga negara Singapura. Kini, para WNI yang tidak berniat ikut tax amnesty terbuka kemungkinan berpindah kewarganegaraan.

Begitu menjadi warga negara Singapura, seiring era keterbukaan informasi (Automatic Exchange of Information/AEoI) diberlakukan, pemerintah akan kesulitan menjatuhkan sanksi denda pajak hingga 48% sekalipun. Akibatnya, tax amnesty ibarat macan ompong.

“Makanya tax amnesty harus cepat. Kalau tidak uang itu nantinya tidak akan bisa kembali ke Indonesia dan tetap tersimpan di negara lain,” ujar Aviliani dikutip dari Republika (10/3).

Menurut Aviliani, sedikitnya terdapat 50 juta orang yang masuk dalam kalangan kaya. Sedangkan 100 juta orang lainnya adalah kalangan menengah. Dengan angka ini, seharusnya 50 juta orang ini bisa menjadi peserta wajib pajak. Sayangnya kalangan kaya ini nyatanya tidak semua membayar pajak.

Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi Sasmito. Saat ini, Singapura sangat agresif mempersiapkan strategi menjegal implementasi pengampunan pajak oleh Indonesia. Tujuannya, membentengi keluarnya dana-dana orang Indonesia yang ditaksir nilainya lebih dari Rp 3.000 triliun. 

"Besar sekali upayanya, mereka mencari jalan apa saja untuk menggagalkan tax amnesty kita. Karena Singapura paling ketakutan, walaupun negara lain juga begitu," tutur Suryadi Sasmito seperti dikutip dari Liputan6.com(19/4/2016).

Menurut Suryadi, strategi yang diterapkan adalah menjanjikan warga negara asing termasuk Indonesia yang menyimpan uang di Singapura bisa menjadi warga negara Singapura.

"Mereka juga menjamin kerahasiaan data nasabah atau orang yang memarkir hartanya di Singapura," ungkap Suryadi

Jika berhasil dijalankan, kebijakan pengampunan pajak mengakibatkan potensi penerimaan negara semakin besar. Berkat masuknya dana-dana itu, maka negara seperti Singapura akan mengalami dampak yang luar biasa.

"Negara mereka bakal kelabakan, bahkan bisa bangkrut karena banyak duit yang balik. Ya mereka bisa apa? Mereka kan kaya karena duit kita," ujar Suryadi Sasmita.

Namun, khusus soal Singapura bakal bangkrut sepertinya agak kejauhan ya... Bisa jadi, Suryadi Sasmita terlalu bersemangat dengan argumentasinya.

Pasalnya, keluarnya dana sebesar Rp.3000 triliun dari Singapura tidak akan membuat negara itu bangkrut. Tentu saja karena cadangan devisa mereka masih cukup besar. Data terakhir menyebut, sekitar 250 miliar dollar. Kalaupun hari ini dana tersebut ditransfer, cadangan devisa mereka tergolong sehat untuk memenuhi biaya 3 bulan impor menurut standar internasional.

Selain itu, Singapura merupakan negara yang menanamkan modalnya di banyak negara, termasuk Indonesia dengan total investasi 5 miliar dollar. Sementara total investasi internasionalnya mencapai 700 miliar dollar.

Kondisi itu jelas berbeda dengan Indonesia yang saat ini masih termasuk negara debitor karena nilai investasi luar negerinya minus 400 miliar dollar. Artinya Indonesia lebih banyak menerima investasi ketimbang berinvestasi. Pada tataran ini, jelas terlihat bahwa Singapura masih berdiri kokoh dan belum bangkrut.

Lebih jauh, Suryadi memperkirakan, dari Rp.11.400 triliun dana orang Indonesia di negara-negara tax havens, yang mampu ditarik hanya Rp.2.000 triliun, melalui pengampunan pajak. Dana-dana tersebut bisa digunakan untuk investasi pembangunan infrastruktur untuk mendorong perekonomian nasional. 

"Dengan begitu, ekonomi Indonesia bisa menyerap tenaga kerja lebih besar. Dulu 1 persen pertumbuhan ekonomi, menciptakan 400 ribu tenaga kerja, tapi sekarang cuma 150 ribu tenaga kerja. Jangka panjangnya, Ditjen Pajak mempunyai data pajak yang luas dan berguna untuk memaksimalkan target penerimaan pajak kita," pugkas Suryadi Sasmita.

Ya, kita memang berharap dana dari tax amnesty akan digunakan untuk membuka lapangan-lapangan pekerjaan baru dan mampu meningkatkan daya belanja masyarakat.

Kehadiran tax amnesty juga diharapkan mampu mengubah mindset orang kaya asal Indonesia yang beberapa waktu lalu, memilih menyimpan hartanya di negara-negara tax havens, demi menghindari pajak. Saat ini, merupakan waktu yang tepat bagi mereka untuk bertobat. 

Tax amnesty kini menjadi obat mujarab, karena negara tidak akan pernah mengusut dan mempermasalahkan asal usul harta mereka. Dengan segala kebaikan ini, saya pikir sudah saatnya mereka berpaling. Kembali pada semangat nasionalisme yang seutuhnya,

Lalu, ketika dana-dana itu telah masuk kembali ke Indonesia, maka mimpi negara-negara tax havens akan bubar jalan. Negara Singapura, misalnya, tak akan menjadi negara tempat berinvestasi terbaik di ASEAN pada 2020. Semua itu hanya akan menjadi legenda. Dan tax amnesty telah menjadi shock theraphy bagi mereka. (jacko agun)

No comments:

Post a Comment