Awalnya jengah juga, ikut acara halal bihalal di Auditorium Bank Mega, Rabu (01/11/06). Selain gak ada konsumsi, peserta -yang seluruhnya dari TRANS Corp- terlihat begitu banyak, membanjiri hampir semua sisi tempat itu. Kalo dilihat sepintas, rasanya mustahil ruangan tersebut bisa menampung orang dalam jumlah ribuan. Tapi, apa ayal, auditorium -yang semua kursinya sudah disingkirkan-, ternyata mampu menampung limpahan orang sebanyak itu. Sepertinya, semua orang bisa masuk dan duduk mendengarkan pesan dari pimpinan, empunya (baca: Bapak CT ) perusahaan ini.
Berhubung belum pernah mengikuti peristiwa akbar seperti ini, ada secuil rasa ingin tahu. Apalagi, sebelum menuju auditorium, Kadiv (Bang Iwan; red) dan Om Santa (Exc Prod; red), begitu getolnya memanggil dan menyuruh semua orang -yang ada di lantai tiga- pergi kesana. Menilik belum sekali pun aku mendengar pidato sang pimpinan di depan para karyawan. Kira-kira, gimana kharismanya, ya?
Setibanya disana, ternyata begitu banyak orang menanti giliran untuk masuk. Ada rombongan TV7, Bank Mega dan grupnya, serta tak ketinggalan kru TRANS TV yang terlihat mendominasi. Kurang lebih 10 menit kita ngantri di depan pintu. Begitu masuk, seperti sudah di bayangkan, sudah banyak orang duduk rapi di tempat yang telah disediakan.
Sedetik kemudian, suasana menjadi lengang, saat secara perlahan, sang pimpinan mulai berpidato. Walau tanpa konsep, dengan nada wibawa dia mengucapkan beberapa pokok pikiran yang jadi consern perhatiannya. Tak sampai 15 menit dia berbicara dihadapan ribuan orang yang terlihat khusyuk menyimak. Selanjutnya, acara berganti doa, dipimpin oleh seorang karyawan Bank Mega, yang di tutup acara silahturahmi antara pimpinan direksi dengan seluruh karyawan.
Jika tidak salah ingat, ada dua pokok pikiran yang disampaikan di momen itu. Pertama, adalah keberhasilan TRANS Corp, untuk menampung tenaga kerja dalam jumlah cukup besar. “Jika di hitung-hitung, sekarang ini, kita (baca: TRANS Corp) sudah menampung 10 ribu lebih tenaga kerja. Sebuah angka yang cukup besar. Secara tidak langsung, kita sudah membantu program pemerintah dengan membuka lapangan kerja demikian besar”, ungkapnya.
Saat dia mengutarakan hal tersebut, aku jadi ingat sesuatu. Teringat, bagaimana aku bisa diterima ditempat ini, disela-sela kompetisi yang begitu ketat. Sudah jadi rahasia umum, peminat kerja disini begitu membludak, sementara daya tampung terbatas. Jujur, selama ini, banyak orang yang tak bisa berterima kasih, termasuk aku sendiri. Pasalnya, sallary yang diterima hampir sebagian besar karyawan begitu kecil, dibanding station lain yang notabene kerjanya tak sekompleks disini. Tapi, dengan jumlah 10 ribu karyawan, aku pikir itu bukan jumlah yang sedikit. Itu jumlah yang besar, bahkan cukup besar, dimana karyawan menggantungkan hidup dan harapannya ditempat ini. Mungkin itulah pilihan yang diambil perusahaan. Menggaji murah dengan banyak tenaga kerja atau sebaliknya. Kalau di pikir-pikir, andai seluruh karyawan dikumpulkan, kurang lebih semua bangku Stadiun Senayan pasti penuh terisi.
Dari sisi tenaga kerja, aku pikir jumlah itu begitu fantastik. Pasti begitu banyak orang tua yang bangga, saat anaknya di terima bekerja. Selain tidak menganggur, jenjang status sosial keluarga biasanya ikut terangkat. Bagaimana tidak, setiap orang yang sudah bekerja, pastilah meringankan beban orang tua. Walaupun mereka tak pernah tahu, bahwa dengan gaji sekecil itu, biaya hidup di ibukota, jelas kurang. Tapi, apa mau dikata, kemampuan kita masih segitu. Jika ada lompatan yang lebih besar, tentulah tak akan di sia-siakan. Itu sebabnya, banyak kawan yang mengadu nasib ke tempat lain, yang kata(nya) lebih baik dari sisi penghasilan tentunya.
Pokok pikiran kedua, yang menjadi perhatian pimpinan adalah; trend bisnis sekarang, (baca: seperti yang dilakukan TRANS corp, dengan: stasiun TV, Bank, ritel, perumahan, dll), kabarnya hanya butuh waktu 5-7 tahun mendatang untuk berkembang maksimal. Setelah itu akan terjadi penurunan (masa anti klimax; red). Pasalnya, menurut perkiraan para ahli, di tahun-tahun itu, trend bisnis akan berubah. Selain banyaknya pendatang baru dengan kemampuan yang lebih baik, era pasar bebas (free market competition: red) pun disebut-sebut jadi tolak ukur sebuah kompetisi. Bisa dibayangkan, jika semua investor asing, yang notabene punya modal gede dengan SDM/ peralatan canggih menguasai pasar kita. Dipastikan, pihak-pihak yang tidak siap pasti tertinggal.
Gila, dahsyat bangat, dampak yang dihasilkan oleh “Era Pasar Bebas”. Mendengar itu aku jadi tertegun. Benarkah, aku sudah memenuhi kualifikasi SDM yang memadai, untuk bisa bersaing di pasar bebas? Sebuah Tanya, yang tak bisa langsung di jawab, mungkin lebih baik di renungkan! Moga-moga saja semua pengalaman yang jadi pelajaran hidup bagiku selama ini, bisa berguna menghadapi jaman itu. Sepertinya, belajar dan terus belajar, menjadi modal penting jadi pemenang di kompetisi tersebut. Semoga saja!
Berhubung belum pernah mengikuti peristiwa akbar seperti ini, ada secuil rasa ingin tahu. Apalagi, sebelum menuju auditorium, Kadiv (Bang Iwan; red) dan Om Santa (Exc Prod; red), begitu getolnya memanggil dan menyuruh semua orang -yang ada di lantai tiga- pergi kesana. Menilik belum sekali pun aku mendengar pidato sang pimpinan di depan para karyawan. Kira-kira, gimana kharismanya, ya?
Setibanya disana, ternyata begitu banyak orang menanti giliran untuk masuk. Ada rombongan TV7, Bank Mega dan grupnya, serta tak ketinggalan kru TRANS TV yang terlihat mendominasi. Kurang lebih 10 menit kita ngantri di depan pintu. Begitu masuk, seperti sudah di bayangkan, sudah banyak orang duduk rapi di tempat yang telah disediakan.
Sedetik kemudian, suasana menjadi lengang, saat secara perlahan, sang pimpinan mulai berpidato. Walau tanpa konsep, dengan nada wibawa dia mengucapkan beberapa pokok pikiran yang jadi consern perhatiannya. Tak sampai 15 menit dia berbicara dihadapan ribuan orang yang terlihat khusyuk menyimak. Selanjutnya, acara berganti doa, dipimpin oleh seorang karyawan Bank Mega, yang di tutup acara silahturahmi antara pimpinan direksi dengan seluruh karyawan.
Jika tidak salah ingat, ada dua pokok pikiran yang disampaikan di momen itu. Pertama, adalah keberhasilan TRANS Corp, untuk menampung tenaga kerja dalam jumlah cukup besar. “Jika di hitung-hitung, sekarang ini, kita (baca: TRANS Corp) sudah menampung 10 ribu lebih tenaga kerja. Sebuah angka yang cukup besar. Secara tidak langsung, kita sudah membantu program pemerintah dengan membuka lapangan kerja demikian besar”, ungkapnya.
Saat dia mengutarakan hal tersebut, aku jadi ingat sesuatu. Teringat, bagaimana aku bisa diterima ditempat ini, disela-sela kompetisi yang begitu ketat. Sudah jadi rahasia umum, peminat kerja disini begitu membludak, sementara daya tampung terbatas. Jujur, selama ini, banyak orang yang tak bisa berterima kasih, termasuk aku sendiri. Pasalnya, sallary yang diterima hampir sebagian besar karyawan begitu kecil, dibanding station lain yang notabene kerjanya tak sekompleks disini. Tapi, dengan jumlah 10 ribu karyawan, aku pikir itu bukan jumlah yang sedikit. Itu jumlah yang besar, bahkan cukup besar, dimana karyawan menggantungkan hidup dan harapannya ditempat ini. Mungkin itulah pilihan yang diambil perusahaan. Menggaji murah dengan banyak tenaga kerja atau sebaliknya. Kalau di pikir-pikir, andai seluruh karyawan dikumpulkan, kurang lebih semua bangku Stadiun Senayan pasti penuh terisi.
Dari sisi tenaga kerja, aku pikir jumlah itu begitu fantastik. Pasti begitu banyak orang tua yang bangga, saat anaknya di terima bekerja. Selain tidak menganggur, jenjang status sosial keluarga biasanya ikut terangkat. Bagaimana tidak, setiap orang yang sudah bekerja, pastilah meringankan beban orang tua. Walaupun mereka tak pernah tahu, bahwa dengan gaji sekecil itu, biaya hidup di ibukota, jelas kurang. Tapi, apa mau dikata, kemampuan kita masih segitu. Jika ada lompatan yang lebih besar, tentulah tak akan di sia-siakan. Itu sebabnya, banyak kawan yang mengadu nasib ke tempat lain, yang kata(nya) lebih baik dari sisi penghasilan tentunya.
Pokok pikiran kedua, yang menjadi perhatian pimpinan adalah; trend bisnis sekarang, (baca: seperti yang dilakukan TRANS corp, dengan: stasiun TV, Bank, ritel, perumahan, dll), kabarnya hanya butuh waktu 5-7 tahun mendatang untuk berkembang maksimal. Setelah itu akan terjadi penurunan (masa anti klimax; red). Pasalnya, menurut perkiraan para ahli, di tahun-tahun itu, trend bisnis akan berubah. Selain banyaknya pendatang baru dengan kemampuan yang lebih baik, era pasar bebas (free market competition: red) pun disebut-sebut jadi tolak ukur sebuah kompetisi. Bisa dibayangkan, jika semua investor asing, yang notabene punya modal gede dengan SDM/ peralatan canggih menguasai pasar kita. Dipastikan, pihak-pihak yang tidak siap pasti tertinggal.
Gila, dahsyat bangat, dampak yang dihasilkan oleh “Era Pasar Bebas”. Mendengar itu aku jadi tertegun. Benarkah, aku sudah memenuhi kualifikasi SDM yang memadai, untuk bisa bersaing di pasar bebas? Sebuah Tanya, yang tak bisa langsung di jawab, mungkin lebih baik di renungkan! Moga-moga saja semua pengalaman yang jadi pelajaran hidup bagiku selama ini, bisa berguna menghadapi jaman itu. Sepertinya, belajar dan terus belajar, menjadi modal penting jadi pemenang di kompetisi tersebut. Semoga saja!