Tuesday, October 27, 2015

Tersesat Di Geger Bentang


(Puncak Gn. Pangrango dilihat dari puncak Gn. Gede. Foto: http://1.bp.blogspot.com)

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi.
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada.
Hutanmu adalah misteri segala.
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta.
Malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi kau datang kembali.
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua.
- Soe Hok Gie, Mandalawangi - Pangrango

Kemarin malam, seorang teman di grup whatsapp berceloteh tentang 4 pendaki yang hilang di Gunung Pangrango, Jawa Barat. Teman yang kebetulan anggota Wanadri itu mengabarkan jika dibutuhkan, tim rescue dari Wanadri akan berangkat untuk melakukan pencarian para pendaki itu.

Dari informasi yang beredar, diketahui keempat pendaki asal Jakarta itu ternyata masuk lewat jalur Geger Bentang. Geger Bentang merupakan rute masuk ke Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP) melalui perbukitan Geger Bentang. Posisinya bersebelahan dengan rute resmi memasuki TNGP.

Selain itu, Geger Bentang merupakan salah satu jalur istimewa di kawasan TNGP. Dikatakan istimewa, karena jalur itu biasanya digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu saja, seperti pendidikan dasar pecinta alam atau sekolah mendaki gunung.

Friday, October 23, 2015

*and I Love Her


(source: http://buzzghana.com)


She's a whistle on the wind
A feather on the breeze
A ripple on the stream
She is sunlight on the sea
She's a soft summer rain
Falling gently through the trees
And I love her

She's cunning as a fox
Clever as a crow
Solid as a rock
She is stubborn as a stone
Shes a hardheaded woman
And the best one that I know 
And I love her
Yeah well I love her

She's as new as the springtime,
Strong as autumn blows
Warm as the summer
And soft as the snow
She's a thousand miles from here
But she's everywhere I go
Cuz I love her

She loves me like a woman
She looks like a lady
She laughs like a child
And cries like a baby
I think that maybe she's the one that's gonna save me








*Passenger


Thursday, October 22, 2015

What..., Reklamasi di Kepulauan Seribu?



(Rencana Reklamasi Teluk Jakarta. Sumber: http://www.dutchwatersector.com)

Beberapa waktu lalu seorang sahabat mengirimkan link berita tentang Kepulaun Seribu lewat Whatsapp. Link itu berkisah tentang rencana Pemerintah DKI yang ingin menyulap Kepulauan Seribu menjadi salah satu lokasi wisata andalan Jakarta. 

Sebagai seorang pengunjung yang sering bolak balik ke Kepulauan Seribu, link berita itu sangat menggoda. Maklum, saya belum tahu dan belum pernah dengar seperti apa konsep yang ditawarkan oleh Pemprov DKI terkait hal itu. Sementara di sisi lain, para aktivis lingkungan telah melakukan banyak kegiatan di Kepulauan Seribu sebagai bagian dari konservasi sumberdaya alam dan peningkatan kapasitas penduduk yang selama ini terkesan agak terpinggirkan.

Balik lagi, di link berita itu disebutkan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok siap membantu pemerintah pusat agar fokus pada pembangunan destinasi wisata kepulauan. Dan Kepulauan Seribu akan disulap menjadi salah satu destinasi wisata andalan Jakarta. ‎Mirip-mirip Maladewa.

Tuesday, October 20, 2015

Ber(jumpa) di Jalan Setapak

(simbol saja, sumber: https://bobchoat.files.wordpress.com)
Lama juga dia tak berkomunikasi dengan makhluk yang satu itu. Lebih dari beberapa waktu. Sejak komunikasi terakhir yang cenderung kisruh, dia memilih menjauh. Mengambil jarak pandang aman dan posisi yang lebih tinggi agar tak terseret arus utama yang tak tentu arah.

Namun hal itu belum seberapa, dibanding kejutan berikutnya. Kejutan yang membuat ia tak bisa lupa. Kejutan di siang bolong, tentang permintaan yang sejatinya tak banyak gunanya, apalagi membantu. Kejutan yang hanya menyisakan shock!

Kejutan itu memintanya segera berjarak. Tidak mengusik, apalagi mengganggu sesosok mahluk yang sejatinya tak ingin diusik. Mahluk yang jika marah bisa lebih sangar dari singa. Namun jika sedang senang hatinya, selembut domba.

Monday, October 19, 2015

Wow... Provinsi Konservasi Terbentuk

(Guide lokal di Raja Ampat sedang berpose di depan sea fan. Foto: Jacko Agun)

Bagi mereka yang pernah mendatangi wilayah kepala burung Papua, pastinya setuju jika provinsi terbaru papua itu dinobatkan sebagai  kawasan konservasi yang harus dilindungi dan dilestarikan. Bayangin aja, di wilayah perairan laut Papua Barat yang juga dikenal dengan Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) merupakan pusat keanekaragaman hayati laut, yang juga merupakan jantung segitiga karang dunia.

Data terakhir yang dimiliki oleh Provinsi Papua Barat menyebut Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) memiliki keragaman karang tertinggi di dunia, dengan lebih dari 1720 spesies ikan karang dan 600 karang scleractinia (sekitar 75% dari total yang ada dunia).

Di BLKB juga terdapat  habitat penting spesies laut yang terancam punah, termasuk penyu dan cetacea. Potensi daratan di Papua Barat juga tidak kalah menarik. Hutan yang masih alami menjadi tempat tinggal 657 burung, 191 jenis mamalia darat, 130 jenis katak, dan 151 jenis ikan air tawar.

Sebagai   wilayah   yang   dianugerahi   sumberdaya   alam   yang   melimpah, Papua Barat tidak menginginkan kerusakan lingkungan yang terjadi di wilayah lain di Indonesia terjadi di surga Papua. Praktik pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan secara bijak, hati-hati, tidak eksploitaf dan harus dapat memberikan  keadilan  sosial dan   lingkungan  secara  terus menerus.  

Thursday, October 15, 2015

Pengelolaan TN Laut Butuh SDM Profesional


(Peta Kep. Seribu. Sumber: http://pulauseribupulau.com)               

Eco Diver Journalists (EDJ) mendukung pengelolaan taman nasional (TN) laut yang profesional. Pengelolaan yang profesional hanya mungkin jika didukung oleh sumber daya manusia yang profesional, sehingga pengelolaan wisata selam di tanah air bisa berkembang dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi.

Eco Diver Journalists yang diwakili oleh Sugiharto Budiman menyambut baik upaya yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam kegiatan Pelatihan bagi Pemandu dan Teknisi Peralatan Selam di Pulau Pramuka, TN Laut Kepulauan Seribu pada 15-18 Mei 2015. Kegiatan ini merupakan yang pertama kali dilakukan dari semua taman nasional laut yang ada.

“Peningkatan kapasitas pemandu di Taman Nasional Laut Kep. Seribu sangat diperlukan mengingat kunjungan wisatawan minat khusus (menyelam), baik lokal maupun mancanegara setiap minggunya cukup banyak. Sudah seharusnya ada pembinaan yang menyeluruh, mengingat mereka adalah ujung tombak kegiatan selam di Kep. Seribu”, ujar Sugiharto Budiman, yang juga Sekjen Eco Diver Journalists.

Monday, October 12, 2015

Yuk, Belajar Mengenal Karang Dan Pemanfaatannya!

(Pelatihan Coral Finder di TNKS. foto: jacko agun)
Dulu, hanya peneliti yang mampu mengidentifikasi jenis-jenis terumbu karang di dasar lautan. Jumlahnya pun tak banyak. Kini, seiring perkembangan ilmu pengetahuan, seorang pemula sekalipun akan mampu mengidentifikasi jenis-jenis karang dengan menggunakan Coral Finder.

Data LIPI pada 2009 lalu menyebutkan, sebanyak 4% terumbu karang di Indonesia dalam kondisi kritis, 46% diantaranya telah mengalami kerusakan, 33% kondisinya masih bagus dan kira-kira hanya 7 % yang kondisinya sangat bagus. Bertambahnya berbagai aktivitas manusia yarng berorientasi di daerah terumbu karang ternyata memberi dampak pada penurunan kualitas terumbu karang. Jika kegiatan yang berhubungan dengan terumbu karang tidak segera dihentikan maka persentase terumbu karang dengan kriteria kritis akan bertambah dengan cepat.

Saat ini perhatian terhadap ekosistem terumbu karang mulai banyak dilakukan. Hanya saja, jika dibandingkan dengan laju kerusakan yang terjadi, kerja-kerja cepat memang sangat dibutuhkan, agar terumbu karang sehat yang tersisi tidak semakin rusak.

Saturday, October 10, 2015

Jurnalis Ditodong Senjata

 
(ilustrasi kekerasan terhadap jurnalis. sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia)

Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi di Papua. Kali ini menimpa jurnalis tabloidjubi.com dan Koran Jubi di Jayapura, Abraham You yang akrab dipanggil Abeth You.

Menyikapi aksi itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura, mengutuk keras sikap arogan polisi terhadap jurnalis. Kejadian itu bukan yang pertama dan kasus kekerasan terhadap terhadap jurnalis selalu berulang karena negara melalui aparat penegak hukum, terutama kepolisian, terus melakukan praktik impunitas yang membuat para pelaku tidak tersentuh hukum.

Saat kejadian, Abeth dicekik dan dipaksa naik ke truk polisi (Dalmas) karena memotret penganiayaan yang dilakukan anggota Polres Kota Jayapura terhadap aksi rohaniawan Katolik yang berdemonstrasi menuntut pengungkapan kasus “Paniai Berdarah” yang menewaskan 4 siswa di lapangan karel Gobay, Enarotali akhir Desember 2014. Aksi demonstrasi para rohaniawan itu dilakukan pada hari Kamis (8/10/2015).

Thursday, October 08, 2015

Rob Hall, Penjaga Chomolungma


(Rob Hall di puncak Everest di tahun 1990. Foto;www. theaustralian.com.au)
“You my friends are following in the very footsteps of history, something beyond the power of words to describe. Human beings simply aren’t built to function at the cruising altitude of a 747. Our bodies will be literally dying. Everest is another beast altogether.”
―Rob Hall

Rob Hall kini tenang disana. Ia telah lelap ditemani salju abadi Chomolungma (bahasa Tibet; Ibu Alam Semesta) dibalut badai khas puncak yang membekukan tulang.

Ia pergi dalam diam, ketika melakukan pendakian terakhirnya ke Sagarmatha (baca; Everest dalam bahasa Nepal), tepatnya di saat musim pendakian paling kelam terjadi di tahun 1996. Saat itu belasan pendaki meninggal, usai berhasil menggapai puncak sejati Everest.

Rob Hall, pendaki asal Selandia Baru yang merupakan pimpinan ekspedisi Everest 1996 meninggalkan seorang istri yang cantik, ketika berangkat memandu dan mengantarkan wisatawan (baca: non pendaki) ke puncak Everest. Saat itu ia dan beberapa temannya, seperti Scott Fischer sedang getol mempopulerkan kegiatan komersialisasi pendakian gunung es.

Wednesday, October 07, 2015

Diver (kembali) Berduka!

(Peta spot menyelam di kawasan Taman Nasional Laut Komodo. Source;http://seaundersea.com/indonesia/komodo) 
Kembali, dunia petualangan bawah air berduka. Diver asal negeri tirai bambu dikabarkan hilang saat menyelam di perairan Gili Lawa, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Minggu (4/10/2015) pagi.

Selasa, 6 Oktober pagi saya dikejutkan dengan berita adanya penyelam yang hilang di Taman Nasional Laut Komodo, NTT. Info itu saya dapatkan dari grup whatsapp komunitas penyelam.

Disebutkan, hingga hari kedua hilangnya turis asal Tiongkok itu, Tim SAR Kabupaten Manggarai Barat, terus melakukan pencarian seorang wisatawan yang gemar menyelam, diketahui bernama Chuang Binhto.

Chuang Binhto (30 tahun) dikabarkan hilang saat menyelam di spot Gili Lawa Laut, yang memang terkenal dengan arus yang kuat. Disebutkan, arus di kawasan itu tidak saja horizontal namun juga vertical, biasa disebut down current.

Thursday, October 01, 2015

Ketika Nyawa Tak Semahal Tambang


(Poster Pembunuhan Salim Kancil. Sumber; facebook)

Beberapa hari terakhir, media sosial diramaikan dengan gambar bertuliskan “DI TANAH KAMI NYAWA TAK SEMAHAL TAMBANG. SALIM KANCIL DIBUNUH”. Beberapa teman tampak mengubah profile picture mereka dengan gambar itu, dan tak sedikit yang mem-postingnya sebagai bentuk dukungan pengungkapan kasus atas terbunuhnya Salim Kancil.

Kekerasan dan pembunuhan terhadap Salim Kancil terjadi pada Sabtu, 26 September 2015. Saat itu bersama temannya, Salim asal Desa Selo Awar-awar, Kab. Lumajang, diculik dan dianiaya saat sedang mempersiapkan aksi damai menolak pertambangan pasir besi. Aksi penculikan dan penganiayaan tersebut dilakukan oleh sekelompok preman yang diduga suruhan Kepala Desa pemilik tambang pasir.

Oh ya, kabar tentang pembunuhan Salim Kancil, seorang petani yang juga aktivis lingkungan itu saya terima lewat seorang kolega yang bekerja di sebuah NGO di Jakarta pada 27 September lalu. Biasanya, bila ada informasi yang berhubungan dengan advokasi tambang, penolakan warga terkait tambang hingga massa aksi, tak segan-segan kawan itu mengabarkannya, dengan harapan media mau memberitakannya.

Begitu mendapat info adanya konpers terkait tewasnya Salim Kancil yang digagas oleh beberapa NGO, seperti JATAM, WALHI, KONTRAS, KPA dan Komnas HAM, segera saya membaginya ke beberapa jaringan yang saya miliki. Namun yang utama, saya memberitahukannya ke kantor, baru kemudian menyebarkannya ke beberapa milis terkait jurnalisme.

Sayangnya, ketika info itu saya bagikan, kantor ternyata tak mengirim orang untuk meliputnya. Alasannya, klasik. Jumlah tim yang terbatas. Hiks... Sedih ajah! Dan kejadian seperti ini bukan yang pertama. Sudah sering terjadi, ketika info-info yang menurut saya layak diliput ternyata dibiarkan menguap begitu saja.

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN