Tuesday, December 29, 2009

2010 Tata Young Semakin Peduli Lingkungan


Tahun depan, sebagai rasa tanggungjawabnya terhadap lingkungan, Tata Young, seorang artis internasional asal Thailand mengaku akan membuat ataupun menyanyikan lagu-lagu bertema lingkungan. Selain itu, ia juga berjanji untuk lebih banyak berkecimpung pada kegiatan-kegiatan lingkungan.

Kesadarannya akan kondisi lingkungan mulai tumbuh, saat ia melihat kerusakan yang ditimbulkan oleh kerakusan manusia dalam mengekploitasi Bumi. Lalu, saat ia mendapat tawaran berpartisipasi pada kampanye 10 hari “Hari Hijau” di Uni Eropa yang bertepatan dengan pembicaraan perubahan iklim, keberadaannya semakin dikenal. Kampanye tersebut bertujuan untuk kemajuan lingkungan dalam perundingan.

Saat munculnya kerumunan 1.500 penggemar muda di acara tersebut, Tata mengatakan dia berniat membuat setiap individu mendengar tentang perubahan iklim.

"Saya harus memperhatikan perubahan iklim sekarang karena ada banyak hal yang harus dilakukan tentang hal ini dan biasanya kita tidak menyadari kerusakan yang ditimbulkan, misalnya dengan lapisan ozon”, ujar Tata saat melakukan konferensi pers di salah satu hotel di Jakarta.

Atas perhatian tersebut, Tata Young sempat dinobatkan sebagai Duta ozon oleh UNEP, sebuah badan PBB bagi program lingkungan, sejak tahun 2009. Minatnya pada kampanye lapisan ozon dipicu saat ia menyumbangkan waktunya untuk syuting sebuah iklan yang berkaitan dengan ozon sebagai bagian pengumuman layanan publik bagi UNEP tahun lalu.

Tata adalah selebriti hiburan asia terbaru yang tergabung sebagai seniman pecinta lingkungan. Apalagi, di tahun 2006 silam, lewat album “Temperature rising”, lagunya banyak bercerita tentang perlakuan tidak adil pemerintah terhadap lingkungan. Di dalam Konvensi PBB Centre di Bangkok, negosiasi iklim sedang mengalami perlambatan. Bersama dengan aktivis lingkungan, Tata mencoba trik baru guna memperlambat suhu planet yang kian memanas.

“meski lagu-lagu saya belum banyak yang bercerita tentang lingkungan, tapi saya punya keinginan untuk semakin berkonsentrasi pada isu ini, karena saya ingin menyadarkan masyarakat lewat lagu”, ujar Tata.

Dalam album terbarunya “Ready to Love” Tata Young memilih menggunakan bahan kertas daur ulang disertai stiker berjudul "Lindungi Lapisan Ozon". Pemilihan caver ini sebagai wujud perhatiannya terhadap kelestarian lingkungan.

Di penghujung akhir tahun ini, bertempat di salah satu hotel berbintang di Jakarta, Tata Young berkesempatan manggung di Indonesia untuk menghibur penggemar-penggemar beratnya.

Tata Young, lahir di Thailand, 14 Desember 1980 dengan nama Amita Marie Young. Dia adalah anak satu-satunya dari seorang ayah berkebangsaan Amerika Serikat, Tim Young dan ibunya adalah orang yang berkebangsaan Thailand. Tata, panggilan akrabnya, juga penyanyi pop remaja dan wanita yang pandai membuat sensasi dan juga berbakat di negaranya pada waktu mudanya. Hits-hitsnya juga digandrungi anak muda di Indonesia.

“tahun depan, saya berharap kita memiliki dunia yang lebih baik”, tandasnya.(jacko_agun)

Wednesday, December 23, 2009

REDD Tidak Melibatkan Masyarakat Lokal


Koalisi untuk Perubahan Kebijakan Kehutanan medorong agar masyarakat adat dilibatkan saat konsep REDD (Reduced Emissions from Deforestation and Degradation) akan mulai diberlakukan pada tahun 2012 mendatang. Menjelang COP ke 15 di Copenhagen, masyarakat adat ingin agar keberadaan mereka diakui selaku penunggu kawasan yang keberadaannya telah ada sejak dahulu.

Saat ini pemerintah tengah bersemangat melakukan negoisasi mekanisme pengurangan emisi karbon (mekanisme REDD- Reduction Emision from Deforestation and Degradation) dalam forum perserikatan bangsa-bangsa.

“tapi sayang, pemerintah Indonesia tidak mengikutsertakan penduduk lokal sebagai varian, ketika konsep REDD itu akan dilaksanakan. Bahkan beberapa perusahaan mulai ikut-ikutan dalam konsep tersebut” ungkap Andiko, perwakilan dari Koalisi untuk Perubahan Kebijakan Kehutanan.

Tak hanya pemerintah, daya tarik isu REDD membuat pemerintah daerah mulai ikut-ikutan tergiur terutama potensi pendapatan dana dari “jual beli karbon”. Namun semangat pemerintah pusat dan daerah tidak diiringi oleh semangat untuk menyelesaikan masalah-masalah lama sektor kehutanan, yaitu konflik penguasaan, status hukum kawasan hutan yang belum tuntas, kemiskinan dan lain-lain.

“karbon akan menjadi komoditas yang sangat menguntungkan bagi mereka-mereka yang paham, tapi sayangnya masyarakat lokal tidak diberitahu jika kawasan mereka bakal dijadikan percontohan REDD” ujar Andiko menambahkan.

Ironis memang, harusnya Indonesia dapat tampil di meja perundingan bukan dalam bentuk menggadaikan hutannya, jauh lebih baik bila Indonesia memberikan tawaran konsep yang jauh lebih adil. Negara-negara yang menjadi pencemar terbesar selayaknya memiliki tanggungjawab yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Negara yang jauh lebih sedikit.

“sekarang ini seringkali negara-negara maju tidak mau mengurangi kadar emisinya, tapi malah bersikap cuci tangan dengan cara membayar kompensasi terhadap emisi karbon yang telah mereka keluarkan sebelumnya, sementara mereka tidak ada niatan untuk mengurangi kadar emisi yang sekarang” tandasnya.

Negosiasi ini tampaknya akan sia-sia bila tidak diikuti dengan komitmen untuk merubah perilaku untuk mengurangi kerusakan di Bumi yang satu ini. Pesan inilah yang ingin disampaikan oleh Koalisi untuk Perubahan Kebijakan Kehutanan. (jacko_agun)

(source picture: http://earthpeoples.org)

Friday, December 04, 2009

Sajak Ibu


Sebuah perenungan panjang tentang perasaan ibu terhadap anak yang sangat dikasihinya, mengingatkan kapan terakhir kita memberi hormat, berterima kasih untuk membalas budi baiknya.


ibu pernah mengusirku minggat dari rumah
tetapi menangis ketika aku susah
ibu tak bisa memejamkan mata
bila adikku tak bisa tidur karena lapar

ibu akan marah besar
bila kami merebut jatah makan yang bukan hak kami
ibuku memberi pelajaran keadilan dengan kasih sayang
ketabahan ibuku mengubah rasa sayur murah jadi sedap

ibu menangis ketika aku mendapat susah
ibu menangis ketika aku bahagia
ibu menangis ketika adikku mencuri sepeda
ibu menangis ketika adikku keluar penjara

ibu adalah hati yang rela menerima
selalu disakiti oleh anak-anaknya
penuh maaf dan ampun
kasih sayang ibu
adalah kilau sinar kegaiban Tuhan
membangkitkan haru insan

dengan kebajikan
ibu mengenalkan aku kepada Tuhan


solo, 1986

(Sajak Ibu, merupakan penghormatan buat ibu, ditulis oleh Wiji Thukul, peraih Yap Thiam Hien Award 2002.)

Thursday, November 19, 2009

Mythbuster Perubahan Iklim


Jim Hoggan, seorang professional public relation (PR) tanpa lelah berusaha memerangi kebohongan tentang tidak adanya dampak pemanasan global. Dan tugas PR untuk menyebarkanluaskan pemahaman itu.

"Aku tertegun, benar-benar kaget," ungkap Jim Hoggan, penulis buku baru “Climate Cover-Up: The Crusade to Deny Global Warming (Greystone Books) dan buku “ a chair of the David Suzuki Foundation”

Hoggan tidak terkejut saat mengetahui perubahan iklim berhasil mematikan kesadaran orang-orang tentang pemanasan global. Dia hanya kaget betapa banyak orang menyangkal keberadaan perubahan iklim yang sebenarnya sangat nyata. Selain itu ia pun kagum bahwa dibalik penolakan tersebut ia menemukan hal-hal baru yang dibutuhkan bukunya, demi mengurai kebohongan mereka dengan melibatkan PR.

Jika orang berada dalam posisi yang memahami bagaimana seni PR telah lebih jauh menyebabkan penolakan pemanasan global, seharusnya orang tersebut sadar. Hoggan menjabat sebagai presiden dari perusahaan PR Hoggan & Associates di Vancouver karena telah bekerja selama beberapa dekade. "Public relations adalah cara membina hubungan dan membantu orang berkomunikasi, bukan malah menyebarkan informasi yang keliru," katanya.

Tersinggung dan marah dengan kebiasaan perusahaan-perusahaan minyak dan batu bara yang menyewa perusahaan PR pada dekade 1980-an untuk menimbulkan keraguan mengenai realitas pemanasan global (sama seperti yang mereka lakukan untuk menyebarkan ketidakpastian tentang bahaya perokok pasif), akhirnya Hoggan mendirikan sebuah sumber online, DeSmogBlog.com, lima tahun lalu.

"Saat kami memulainya dengan sebuah blog kecil yang kemudian digemari masyarakat Vancouver. Saya tak pernah berpikir bahwa blog tersebut akan dilihat oleh 1,3 juta pengunjung hingga sekarang ," tutur Hoggan yang gak menyangka kalau bog tetap akan ada.

Ledakan Penolakan

Faktanya, Hoggan mengatakan, bahwa tidak hanya penolakan yang tetap ada. "tampaknya mereka yang tidak setuju dengan dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim juga meningkat." Ketika kesadaran masyarakat mulai tumbuh akan ada kekuatan ilmiah yang menjelaskan tentang pentingnya masalah perubahan iklim, sehingga orang-orang yang tidak putus asa dan orang yang keras kepala bertekad untuk menyangkal pentingnya penyelamatan Bumi demi uang besar. "Ini bukan konspirasi, itu sebuah industri," ungkapnya.

Pada akhir 1980-an, Hoggan menulis di “Climate Cover-Up”, pengakuan terhadap perubahan iklim dan kreasi manusia berupa gas-gas rumah kaca sebagai penyebab utama pemanasan Bumi, sampai-sampai mantan Presiden George Bush mengatakan "mereka yang berpikir kita tidak berdaya untuk melakukan apa-apa tentang efek rumah kaca dan kita melupakan 'efek Gedung Putih, sebagai presiden saya bermaksud untuk melakukan sesuatu tentang hal itu. "

Tetapi, selama 20 tahun, perusahaan-perusahaan minyak (dengan kemampuan mereka menyewa PR) dan perusahaan manufaktur ragu akan "ilmuwan palsu, palsu laporan ilmiah, organisasi-organisasi akar rumput palsu dan hal-hal lain yang berusaha mengeluarkan pers rilis yang bertujuan merongrong setiap usaha badan-badan politik untuk membuat undang-undang yang berlaku dalam mengurangi gas rumah kaca. "Berarti, kita benar-benar tidak melakukan apa-apa tentang masalah ini” lanjut Hoggan.

Gas rumah kaca terus meningkat (kadar emisi Canada sekarang berada pada posisi sekitar 30 persen pada tahun 1990, ketika seharusnya mereka sangup melakukan antisipasi), berbarengan dengan rendahnya kesadaran masyarakat. Jajak pendapat Gallup baru-baru ini memperkirakan bahwa 48 persen orang Amerika berpikir bahwa ancaman pemanasan global dilebih-lebihkan. Gerakan politik sangat lambat tentang kemungkinan adanya pajak karbon yang lebih sering ditolak. "ketika orang-orang seharusnya sudah menangis akibat adanya pajak karbon," kata Hoggan, seharusnya sudah dilaksanakan sejak peraturan itu dikeluarkan. Media pun terus mengutip secara skeptic tentang pemanasan global di ruang yang sama sebagai pendapat ilmuwan perubahan iklim yang bonafit. Ulasan Hoggan yang paling terkenal, saat ia menulis, The Calgary Herald.

Mengubah Taktik

Dalam pertemuan panel antar pemerintah tentang perubahan Iklim bersama Al Gore yang memenangkan hadiah nobel, rencananya pada pertemuan PBB di Kopenhagen mendatang, terang-terangan akan menyangkal adanya perubahan iklim menjadi sesuatu yang tidak biasa dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi di tempat itu, dia mengatakan, sekarang kita melihat semakin banyak "energi" dan "lingkungan"

Para ahli mengatakan bahwa masalah ini memang kesalahan kita, tapi itu akan terlalu mahal untuk dicegah. Masalah lain, seperti AIDS atau kemiskinan, peringkatnya lebih tinggi pada daftar prioritas, dan kami tidak mungkin menghadapi perubahan iklim pada waktu yang bersamaan, mereka membantah.

"Para ahli memberi orang-orang pengertian bahwa perubahan iklim bukanlah sesuatu hal yang tidak dapat mereka lakukan, itu strategi yang sangat pintar," ujar Hoggan.

Media yang bersahabat dengan tokoh-tokoh seperti Britain's Christopher Monckton (tampil di CBC's The Hour) dan Bjørn Lomborg (menghiasi dengan TED bicara) terus menemukan megafon untuk pandangan mereka bahwa perubahan iklim merupakan masalah yang terlalu besar untuk mereka perbaiki, "tanpa pernah bertanya darimana uang itu mereka dapatkan, "katanya.

Alasan untuk Berharap

Tapi, Hoggan menambahkan, "Jumlah orang yang memahami masalah dan yang peduli tumbuh dari hari ke hari."

“Saya benar-benar merasa bahwa pekerjaan saya membantu mengembangkan cara kita ketika berbicara tentang perubahan iklim kepada masyarakat, sehingga mereka dapat memahaminya secara lebih baik. Selain itu kita membantu mencerahkan orang-orang yang sering membuat bingung masyarakat”, ujar Hoggan.

“Saya pikir itu adalah sesuatu yang akan saya lakukan di rentang sisa waktu hidup saya” tandasnya.(Zoe Cormier/jacko agun)

Sunday, November 15, 2009

DPRD: Penanganan Banjir Butuh 900 M per Tahun


Penanganan banjir di Jakarta membutuhkan kegiatan multiyears yang mesti berkesinambungan. Saat ini, pengelolaan tata ruang jabodetabek pun harus berperspektif banjir dan jadi prioritas utama. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan sedikitnya 900 milyar per tahun.

Tidak komprehensifnya penanganan banjir di Jakarta, membuat banjir ibarat luka lama yang tidak bisa disembuhkan. Padahal, setiap tahunnya pemerintah daerah DKI Jakarta telah mengeluarkan dana yang cukup besar hanya demi mengatasi permasalahan klasik yang satu ini.

Sat ini, penanganan banjir yang dilakukan oleh Pemprov DKI kurang serius, terlihat dari berlarut-larutnya penyelesaian prasarana teknis yang berkaitan dengan antisipasi banjir. Dari begitu banyak saluran-saluran yang harusnya bisa mengalirkan air ke sungai, hanya sedikit yang berfungsi baik.
Selebihnya telah rusak akibat kurangnya pemeliharaan. Karena itu, salah satu solusi yang dilakukan oleh pemerintah kota adalah dengan memaksimalkan pompa-pompa yang ada.

Selain itu, penanganan masalah banjir yang dilakukan seringkali kalah cepat dengan masalah baru yang timbul. “setiap tahun gap yang timbul antara penyelesaian dengan munculnya masalah baru semakin besar. Contohnya, dari penyelesaian 10 -15 masalah, ternyata timbul 100 masalah baru”, ungkap Sayogo Hendrosubroto, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta.

Dinamika perkembangan kota Jakarta pun ditengarai menjadi penyebab merosotnya kondisi lingkungan ibukota. Lahan-lahan yang seharusnya diperuntukan sebagai kawasan hijau atau pun daerah tangkapan air (catchment area), kini berubah menjadi pemukiman padat penduduk. Sehingga tidak mengherankan, jika kawasan tersebut akan terendam saat hujan turun. Selain karena tidak berfungsinya saluran pembuangan, kebanyakan kawasan-kawasan tersebut berada pada posisi yang rendah.

“sekarang ini air permukaan tidak bisa masuk ke saluran, karena adanya penyumbatan. Kapasitas salurannya juga terbatas. Adanya usulan untuk memperbesar saluran yang ada pun membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sehingga jangan heran, jika hujan sedikit saja kawasan bisnis seperti Sudirman– Thamrin akan tergenang air” Ujar Sayogo menjelaskan.

Dalam hitung-hitungan Komisi D DPRD yang membidangi tataruang wilayah dan lingkungan hidup, penanganan masalah banjir Jakarta membutuhkan dana sekitar 3 Triliun rupiah. Dana sebesar itu tentunya tidak tersedia dalam APBD. Karenanya , DPRD sedang mengupayakan adanya pinjaman dari Bank Dunia yang terkenal dengan bunga rendah.

“mudah-mudahan aja, tahun depan pinjaman tersebut bisa cair. Meski banyak yang tidak setuju, tambahan dana tersebut sangat dibutuhkan oleh Pemda DKI. Pasalnya, jika tidak dimulai, permasalahan ini tidak akan selesai” tegas Sayogo.

Menanggapi dana sebesar itu, Sayogo mengusulkan adanya transparansi keuangan yang diawasi bersama oleh semua elemen terkait. Selain itu, program tersebut betul-betul nyata dan sangat di perlukan demi kepentingan masyrakat ibukota.

Beberapa waktu tahun lalu, Pemprov DKI sempat mendapatkan dana sebesar 40% dari total 1,3 Triliun yang dianggarkan pemerintah pusat untuk penanganan banjir. Dana tersebut digunakan untuk pemeliharaan teknis, seperti pengerukan dan pembersihan aliran sungai.

Namun belakangan Pemprov DKI tidak lagi mendapat kucuran dana dari pemerintah pusat. Karenanya DPRD menyesalkan tidak adanya bantuan terkait program-progam yang sedang berjalan, padahal program yang berkaitan dengan normalisasi sungai sangat di perlukan. Apalagi berembus kabar tentang anggaran Banjir Kanal Timur (BKT) yang tidak diserap cukup banyak. “Kalau itu kita anggarkan ke wilayah, penanganan banjir tentu sangat signifikan sekali”, tegas Sayogo.

“kedepannya kita sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah pusat dengan adanya alokasi APBN yang menyertakan penanganan banjir Jakarta di dalamnya. Pasalnya, permasalahan banjir Jakarta seakan jalan di tempat. Seharusnya pemerintah pusat tidak pilih kasih, karena selama ini beberapa daerah seperti Jawa Timur dan Sulsel kerap mendapat kucuran dana dari APBN, sementara DKI Jakarta tidak”, tukasnya. (jacko_agun)

(foto: heruno.blogspot.com)

Friday, November 13, 2009

PLN Pasang Alat Pembatas Listrik di Rumah Mewah


Jakarta, BERLING— Terjadinya pemadaman listrik di Jakarta akibat belum berfungsinya gardu induk Cawang, Gandul dan Kembangan, memaksa PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) menerapkan kebijakan khusus, yakni dengan menambah penggunaan alat kontrol pembatas konsumsi (load controller) listrik terhadap 200 rumah tangga yang menggunakan daya diatas 30KVA.

Pemasangan alat kontrol pembatas konsumsi listrik akan dilakukan secara bertahap. Hari ini (13/11), PLN rencananya akan mengadakan kegiatan sosialisasi pada masyarakat yang menggunakan daya diatas 30 KVA. “Kegiatan sosialisasi ini akan kita lakukan dengan cara tertentu, tidak dengan metode classroom, tetapi mendatangi satu persatu rumah-rumah pelanggan potensial yang penggunaan lisriknya diatas 30 KVA”, ungkap Purnomo Willy, GN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang.

Desakan penghematan energi listrik disampaikan oleh Menneg BUMN Mustafa Abubakar saat mengunjungi gardu induk Cawang, Kamis (12/11), terkait pemadaman listrik yang makin sering terjadi belakangan ini khususnya di Jakarta.

Namun kegiatan ini belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Tan Pardede (45), warga Pondok Indah – Jakarta Selatan. “saya sendiri belum pernah dengar tentang sosialisasi itu. Saya juga gak diberitahu oleh kelurahan jika pemerintah akan mengadakan sosialisasi”, tuturnya.

Pemasangan alat kontrol pemakaian listrik akan dilakukan di 200 rumah di kawasan mewah, seperti: Pondok Indah, Bintaro, Menteng dan Kebayoran Baru. Penggunaan alat tersebut diharapkan penggunaan daya listrik bisa hemat 2-3 MW.

Menurut Willy, saat ini alat tersebut baru dipasang di sekitar 50 rumah, dan akan ditingkatkan hingga mencapai 200 rumah. Pelaksanaannya sendiri akan terus dilanjutkan hingga selesai. Hari Sabtu dan Minggu yang merupakan hari libur, dijadikan waktu yang tepat untuk melakukan sosialisai sekaligus pemasangan, karena pada hari-hari itu, para pemilik rumah memang kebetulan berada di tempat.

“berhubung alat ini merupakan barang baru, maka perlu diupayakan adanya pelatihan penggunaan bagi pelanggan tersebut, sehingga mereka akan mengerti” tutur Purnomo Willy saat dijumpai di kantornya .

Dengan pemakaian alat ini, efesiensi diharapkan dapat tercapai, karena bisa menghemat penggunaan listrik sebanyak yang diinginkan. “jika alat itu kita set sebanyak 70%, maka penggunaan pelanggan atas listrik hanya sekitar 70% dari total daya yang mereka pakai. Sedangkan jika penggunaannya melebihi dari batasan yang ditentukan, secara otomatis sambungan listrik akan padam. Listrik kemudian akan menyala kembali dalam satu menit kemudian”, tutur Willy kemudian.

Penggunaan alat kontrol pemakaian listrik ini hanya berlaku dalam kondisi kritis saja. Terganggunya pasokan listrik akibat pemadaman, misalnya. Penghematan yang dilakukan oleh alat ini terjadi pada beban puncak, yakni pada pukul 18.00 WIB hingga 22.00 WIB. Sedangkan jika kondisi sudah kembali normal seperti semula, penggunaan alat ini tidak diperlukan lagi.

Meski demikian, Willy tidak merinci, akan dikemanakan alat tersebut jika tidak digunakan lagi. Selain itu, biaya pengadaan alat tersebut merupakan tanggungjawab PLN. “pelanggan tidak akan dikenakan biaya tambahan” tukasnya.

Dengan adanya penghematan, masyarakat diharapkan dapat menjalankan aktivitasnya dengan nyaman. Meski begitu, masyarakat dihimbau untuk melakukan penghematan penggunaan listrik, termasuk sektor industri.

Masalah krisis listrik di Jakarta menjadi pertaruhan bagi manajemen PLN yang akhir-akhir ini menjadi sorotan media. "Saya berjanji kalau masalah ini cepat diatasi dengan berbargai program maka saya akan memberi semacam penghargaan kepada pejabat dengan kenaikan pangkat atau semacam bonus," kata Mustafa.

"Tetapi kalau tidak sesuai dengan jadwal akan kami berikan sanksi tegas," katanya tanpa merinci sanksi yang dimaksud.

PLN dalam kegiatannya harus terus menerus melakukan sosialisai dan menyampaikan informasi yang cepat dan jelas kepada konsumen soal adanya pemadaman. "Tidak hanya melalui situs PLN, tetapi juga bisa lewat media televisi, koran maupun radio, sehingga efektif sampai kepada masyarakat," tandasnya. (jacko_agun)

Wednesday, November 11, 2009

Banjir dan Masyarakat Bantaran Ciliwung


Antisipasi banjir bagi masyarakat di bantaran kali Ciliwung dilakukan tidak hanya dengan pemantauan tinggi muka air di pintu air Katulampa- Bogor ataupun di pintu air Manggarai. Kegiatan membersihkan kali dari sampah-sampah yang hanyut pun kerap dilakukan agar alirannya menjadi lancar.

Meski pemungutan sampah sering dilakukan, tetap saja jumlah sampah yang hanyut cukup banyak. Karena itu, dalam pertemuan para tokoh masyarakat, diusulkan salah satu alternatif penanganan, yakni anjuran membuang sampah dengan menggunakan kantong-kantong plastik besar. Diharapkan, sampah-sampah yang dibuang tidak dalam serpihan, tetapi dikumpul dalam satu wadah yang akan memudahkan dalam pemungutannya.

Sodikin (40), salah seorang ketua RT di Kelurahan Kampung Melayu, --yang terkenal dengan kawasan banjir--, menggagas cara unik tersebut. Menurutnya, membuang sampah dalam plastik besar merupakan solusi pilihan terakhir. “ketimbang berserakan di sungai, sampah-sampah itu akan lebih mudah kita kutip jika berada dalam kantong-kantong plastik. Tapi, hal macam itu tetap bukan cara terbaik” ungkap Sodikin, Ketua RT.12/RW.01, Kel. Kampung Melayu – Jakarta Timur.

Biasanya, di musim penghujan seperti sekarang ini, informasi tentang kondisi tinggi muka air di hulu Sungai Ciliwung menjadi sangat penting. Pasalnya, jika terjadi luapan air sungai dari hulu, masyarakat yang tinggal di bantaran Ciliwung akan segera melakukan persiapan-persiapan.

“karena itu, HT (handy talky) yang saya pegang ini (sembari menunjukkan alat tersebut) tak pernah lepas dari genggaman. Setiap ada informasi terbaru tentang kondisi sungai di daerah hulu, warga selalu saya beritahu” ungkap pria paruh baya yang telah menjadi ketua RT untuk kedua kalinya.

Selain karena keakuratannya, informasi yang diterima melalui handy talky bisa langsung diberitahukan kepada warga. Biasanya, di mesjid dengan bantuan pengeras suara, merupakan tempat terbaik untuk menyampaikan setiap informasi. “disini, mesjid punya tanggungjawab lebih, karena berfungsi sebagai penyampaian woro-woro bagi warga. Sehingga jangan heran, jika ada pemberitahuan dari mesjid, warga dengan antusias akan mendengarkan” lanjut Sodikin.

Upaya tersebut sudah dilakukan sejak berpuluh-puluh tahun silam. Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai pun telah terbiasa dengan hadirnya banjir. Saking seringnya, masyarakat akhirnya mengantisipasi dengan meninggikan rumah mereka. Di lantai dua itu biasanya mereka meletakkan peralatan-peralatan penting.

“betul, mas, kalo banjir datang kita langsung siap siaga dengan mengungsikan semua barang ke atas loteng. Kita juga akan tinggal disana sambil menunggu banjir surut”, ungkap Kiki (22), warga Gg. Aman Kampung Melayu – Jakarta Timur.

Peristiwa banjir ini pula yang membuat masyarakat tidak mengisi rumahnya dengan perabotan. Pasalnya, setiap banjir datang, perabotan rumah tangga banyak yang rusak. Mau tidak mau, masyarakat hanya akan membeli perabotan yang penting saja. Selebihnya akan diletakkan di lantai dua, itupun jika masih tersedia ruang yang cukup. Sehingga tidak mengherankan, jika lantai satu rumah warga di biarkan kosong.

Banjir yang melanda bantaran ciliwung, sedikitnya terjadi sekali dalam setahun. Biasanya, banjir yang datang tidak pernah memperhatikan musim. Ketika volume air di hulu melimpah, besar kemungkinan kawasan Kampung Melayu akan terendam air. Kondisi ini yang dikenal sebagai banjir kiriman. Banjir seperti ini pun sering terjadi ketika tidak turun hujan.

“karena itu, kami tidak terlalu khawatir jika hujan deras turun seperti sekarang ini. Kali Ciliwung tidak akan meluap. Beda halnya, kalo hujan turun tiga hari tiga malam”, ungkap Sodikin yang selalu memberitahu warga setiap ada pergerakan tinggi muka air.

Jika tinggi muka air di pintu air Katulampa – Bogor mencapai 100cm, dan tinggi air di Depok telah mencapai 200cm, warga diperintahkan untuk siaga satu. Pasalnya, dalam jangka waktu 6 – 8 jam kemudian, banjir bandang akan menghantam Jakarta. Waktu yang relatif panjang itu bisa digunakan untuk berkemas-kemas sembari mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.

Jika banjir datang, bantuan biasanya tak pernah datang terlambat, baik dari pemerintah daerah maupun dari TNI, masyarakat dan NGO. Beragam bantuan, mulai tenda pengungsian, selimut hingga makanan selalu tiba tepat waktu. “itu sebabnya kami tidak terlalu takut, kalo banjir datang. Biasanya di tempat yang lebih tinggi telah didirikan tenda lengkap dengan pemberian makanan”, ujar Sadikin menambahkan.

Dalam menghadapi kemungkinan banjir yang akan terjadi kali ini, masyarakat bantaran Ciliwung telah siap. Serangkaian pelatihan telah disosialisasikan pada masyarakat secara berkala. Itu sebabnya mereka tidak terlalu kaget dan sudah mengerti apa yang harus dilakukan ketika banjir tiba.

Selain itu, banyak stigma negatif yang dilekatkan pada mereka. Pasalnya, bantaran kali bukanlah daerah hunian pemukiman, tetapi merupakan kawasan daerah aliran sungai yang berfungsi sebagai penopang tepi sungai dari abrasi. Mereka juga kerap dituduh sebagai pencemar sungai dengan membuang sampah-sampah secara sembarangan.

Namun tuduhan itu dibantah oleh Sadikin. Menurutnya, sampah-sampah yang berserakan di sungai, kebanyakan bukan hanya sampah rumah tangga, tetapi limbah pabrik yang sengaja dialirkan ke sungai. “buktinya, kami sering membersihkan sampah-sampah kain, plastik, oli dan bahkan kami juga pernah menemukan bangkai hewan yang dihanyutkan.
Sedangkan untuk masyarakat disini kebanyakan udah mengerti bahayanya banjir, tapi tidak tertutup kemungkinan masih ada yang bandel, kok”, ungkap Sadikin bersemangat.

Bagi Sadikin dan masyarakat sekitar yang mendiami kawasan tersebut sejak dulu, keberadaan Ciliwung sangat bermakna. Hal ini terlihat setidaknya dalam 30 tahun silam. Saat itu, sungai Ciliwung digunakan masyarakat untuk beragam keperluan, mulai dari mencuci, memasak hingga mandi. Namun, kondisinya sekarang sangat mengkhawatirkan. Air sungai yang menghitam dan berbau membuatnya tidak bisa digunakan lagi.

Meski demikian, masyarakat tidak pernah kesulitan air bersih. Sumur-sumur bor yang dibuat oleh masyarakat secara swadaya tetap menghasilkan air dengan kualitas yang jernih, baik di musim hujan maupun di musim kemarau. Setidaknya itu yang dituturkan oleh Sadikin, saat BERLING menanyakan tentang kondisi air di bantaran kali Ciliwung.

“air disini paling bagus. Warnanya jernih dan tidak berbau. Selama kami minum, tidak pernah ada yang sakit. Tapi untuk jelasnya, airnya belum pernah di periksa ke lab”, tutur Sadikin, ayah beranak satu.

Kondisi bantaran sungai yang kini sudah dipenuhi pemukiman penduduk, ternyata menyisakan aneka permasalahan, mulai dari masalah sosial, kesehatan, ekonomi hingga kerusakan lingkungan. Karena itulah pemerintah daerah tengah berupaya untuk memindahkan penduduk yang tinggal di bantaran sungai ke suatu tempat yang lebih layak. Saat ini, rencana relokasi masih dalam tahap sosialisasi.

“sekarang kita sedang menyiapkan lahan untuk memindahkan masyarakat yang tinggal di bantaran Ciliwung, sehingga mereka dapat tempat yang lebih layak ketimbang hidup di bantaran yang harusnya tidak ada penduduk”, ungkap Pitoyo Subandrio, kepala Balai Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (IPK-PWSCC).

Namun, rencana pemindahan ini ditentang oleh Sodikin dan warga yang lain. Menurutnya, upaya pemindahan itu tidak segampang yang diharapkan, karena banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Masyarakat yang mendiami kawasan ini tidak akan pindah jika proses ganti rugi tidak menguntungkan mereka. “Belum lagi, jika harga rumah susun yang ditawarkan cukup tinggi, masyarakat disini pasti kesulitan dalam pembayarannya”, tukas Sodikin.

Berdasarkan rencana strategi pembangunan daerah (renstrada) tahun 2009, Kali Ciliwung seharusnya sudah kembali dikeruk dan lebarnya dikembalikan seperti semula. Namun sayang, kondisi sungai yang dulunya jernih dan banyak ikan, tak bakalan kembali seperti semua. Semua karena ulah manusia yang tidak bertanggungjawab. (jacko_agun)

(photo: http://picasaweb.google.com/lh/photo/zyeR2AU1wIhs1YpQ5aAoiw)

Monday, November 09, 2009

Sepengal Sedih di Ujung Sana


Ku lihat wajahnya tak lagi ceria. Hanya tersisa sesungging senyum tipis di ujung sana. Itu pun tak lebih dari sikap basa-basi sembari menghormati setiap tamu yang datang. Kali ini ia sendiri. Benar, hanya seorang diri berbaur dengan yang lain, sembari berbincang sekenanya. Sejurus, tak tampak bidadari ataupun malaikat kecil yang senantiasa mendampinginya.

Sedikitnya sudah 5 bulan ini, ia hidup meradang. Sendiri, ditinggalkan begitu saja oleh orang-orang terdekatnya. Sang istri yang biasa menemani, kini lenyap. Tak jelas apa alasan yang membuatnya harus menghilang. Pun bersama dua orang buah hati mereka.

Menurutnya, sejak semula, dia berupaya menahan keingingan sang istri untuk hengkang. Apalagi, kedua malaikat itu masih terlalu kecil untuk di bawa kabur. Si Irvine yang telah berusia 4 tahun dengan Praditha sang adik yang umurnya 2 tahun lebih muda. Namun, kerasnya keinginan sang istri bak batu karang. Hatinya begitu kokoh.

Kabarnya, bermula dari pemasalahan biasa, yang sampai detik ini, ia tak pernah mau cerita, membuatku sadar, bahwa perpisahan mereka berawal dari sesuatu yang sederhana. Sebagaimana pertemuan mereka yang sederhana, perpisahan itu pun harus diakhiri dengan cara yang sederhana pula.

Kini, sang istri pergi ntah kemana, tanpa meninggalkan penjelasan lebih. Hanya selembar surat yang teronggok di sudut meja makan.

”pa, aku harus pergi sekarang. Ya, sekarang!”, demikian isi surat yang di lipat sedemikian rupa hingga berbentuk amplop.

Malam itu, sehabis pulang kantor, tepatnya di hari Selasa, minggu pertama di bulan November, ia mendadak layu. Tak kuasa ia melihat sekeliling ruangan yang telah berubah bentuk. Di sana sini sampah aneka rupa berserakan. ”kok bisa begini”, gumannya lirih.

Ternyata, istri dan kedua anaknya pergi tanpa membersihkan rumah seperti biasanya. Suara riuh kedua buah hati yang selalu menghambur kedalam pelukannya pun tak lagi terjadi. Semua senyap. Betul-betul sunyi.

Malam itu, dengan perasaan sedih, ia duduk mematung. Memandang sekeliling sembari menghirup aroma yang tersisa. Aroma yang begitu lekat di penciumannya dan begitu akrab baginya.

Tak terasa, ia pun tertidur, di sofa empuk yang berhadapan langsung dengan televisi.

Lamat-lamat, seiring kesunyian yang makin menggema, penggalan masa indah itu kembali menyeruak keluar.

Tepatnya, delapan tahun silam, tanpa sengaja, ia bertemu dengan seorang gadis. Gadis muda dengan paras ayu yang usianya terpaut empat tahun lebih muda. Ntah kebetulan atau tidak, ia selalu bertemu dengannya saat berkunjung ke perpustakaan kampus. Di setiap kesempatan, di dapatinya gadis itu sedang asyik membaca di salah satu sudut ruangan.

Hingga suatu waktu dengan perasaan was was, ia pun memberanikan diri menyapa. ”Perkenalkan, nama saya Galuh”, ungkapnya sebagai pembuka pembicaraan. Namun, gadis berkacamata itu, seakan tak bergeming. Di perlakukan demikian, ia pun tak kuasa menahan malu dan hendak bergegas pergi, ketika dengan tiba-tiba si gadis mulai mengeluarkan kata-kata.

”hei, siapa tadi namamu? Maaf aku gak menyimak karena keasyikan baca” jawab sang gadis.
” oh, gak apa-apa”, jawabnya
” aku cuma sedikit heran, mengapa kamu selalu berada di pojokan ini setiap aku datang ke perpustakaan. Btw, sedang mengerjakan apa?”
”gak... aku cuma baca buku doang, kok!” kilahnya

Singkat kata, pertemuan itu jadi awal kedekatan mereka. Si gadis yang pendiam, ternyata merupakan pesona indah yang asyik untuk diajak ngobrol. Perpustakaan pun jadi tempat bersejarah buat mereka. Tempat dimana pertemuan-pertemuan selanjutnya dilakukan, sembari mengerjakan tugas-tugas perkuliahan.

Beberapa tahun kemudian, ketika ia tamat dan berhasil diterima bekerja di salah satu perusahaan multi nasional, niatnya mempersunting sang gadis semakin kuat. Apalagi, pihak keluarga mereka sudah saling kenal. Jenjang pernikahan pun tinggal selangkah lagi.

Begitulah kisah singkatnya, hingga akhirnya mereka hidup bahagia dan dikaruniai dua orang anak. Si suami menyayangi istri, demikian pula sebaliknya. Setidaknya itu penglihatanku sejak mengenal keluarga itu.

....

Malam itu, ditatapnya lekat-lekat setiap tamu yang datang. Pasalnya, tak sedikit tamu yang datang dengan membawa anggota keluarga lengkap. Jika sudah begini, hatinya pun pilu.

Memecah kebisuan, aku pun mengajaknya foto bareng. ”lumayan untuk kenang-kenangan”, tuturku.

Di pelaminan ini, kembali ia melayangkan sesungging senyum tipisnya, di sela-sela terpaan kilatan lampu blitz disertai rana yang membuka dalam waktu sepersekian detik.

” Makasih udah datang malam ini, bung”, ucapku
” sama-sama”, jawabnya.
” semoga menjadi keluarga yang bahagia”, ucapnya menimpali.
” semoga, doakan, ya!”, jawabku.

Selepas itu, ia mulai menjauh, berbaur dengan tamu-tamu undangan lain. Pesta malam itu pun terus berlanjut.

Namun, dari sorot matanya, masih tersisa pedih itu. Kepedihan yang jadi pertanda, betapa ia menderita. Sementara, musik mulai menggema memenuhi seisi ruangan.

” itu tadi teman akrabku, dik”, ujarku pada sang istri
” teman baik yang sedang dalam kondisi tidak baik”, lanjutku kemudian
Mendengar itu, sang istri hanya mengangguk-angguk. ”kasihan dia”, ungkapnya

Malam itu, semua puas. Tak ada yang kekurangan makan. Pun undangan tak kalah banyak yang hadir. Sebuah seremoni besar yang sesuai dengan harapan.

Lalu, ketika saatnya tiba, kami pun beranjak ke peraduan. Rasanya ingin bercinta secepatnya dan berharap malam tak usah berakhir. Menikmati nuansa yang sering disebut dengan ’sesuatu yang terindah’.

Namun, sebelum melakukannya, aku sempat terpikir, mungkinkah temanku tadi merasakan hal yang sama ketika memulainya dulu? Lalu, mengapa mereka harus berpisah.

”ah, aku gak ingin, dan, aku gak mau!” ujarku membathin
Perlahan kurangkul ia erat dan lampu kupadamkan. Yang tersisa hanya erangan!

(grafis: http://blog.turntablelab.com)

Sunday, November 08, 2009

Menjajal jeram di Sungai Wampu


Sungai Wampu adalah satu dari belasan sungai besar yang terdapat di Sumatra Utara (Sumut). Panjang sungai, yang melewati dua kabupaten ini, sekitar 140 km, dan hulunya terletak di Kabupaten Karo melalui Kabupaten Langkat dan bermuara di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading, Langkat Timur Laut.

Karena terdapat pada dua kabupaten, sungai ini pun dikenal dengan tiga nama. Masyarakat Karo menamakan Lau Biang atau Lau Tuala. Sedangkan orang Langkat menamakan Sungai Wampu dan masyarakat sungai yang hampir menuju muara menamakannya Sungai Ranto Panjang.

Kedalaman maksimal sungai mencapai lima meter, sungai ini dikategorikan sebagai sungai besar dan panjang di Sumut, selain Sungai Bingei dan Sungai Asahan. Sungai Wampu memikili banyak sekali anak sungai dan bercabangan di beberapa titik tertentu. Di beberapa tempat ada pula sumber-sumber air panas yang menambah keindahan dan fungsi sungai.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu melintasi hutan negara seluas 91.423 ha, yang sebagian besar terdapat di Karo dan termasuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Debit airnya saat ini sekitar sekitar 150 hingga 300 meter kubik per detik.

Sebelumnya debit air Sungai Wampu berada di atas 300 meter kubik per detik, namun dari tahun ke tahun turun akibat adanya perambahan hutan. Perambahan hutan tidak hanya menyebabkan penurunan debit air, namun jika terjadi hujan air sungai berlumpur. Berdasarkan data statistik, lahan kritis di DAS Wampu minimal 33.030 ha dan terus bertambah.

Meskipun hutan di pesisir Sungai Wampu tidak pernah lepas akan ancaman perambahan, namun Sungai Wampu masih mampu memberikan keindahan. Wisata arung jeram adalah salah satu cara yang sangat efektif untuk bisa menembus tebing dan seakan-akan menemani sungai yang mengalir menuju muara.

Saat ini, ada beberapa operator arung jeram di Sumut yang melayani wisatawan untuk menikmati keindahan Sungai Wampu. Salah satunya dalah sekelompok mahasiwa pencinta alam Fakultas Pertanian di Universitas Sumatra Utara yang tergabung dalam Parintal FP USU.

Tiga jalur

Ada tiga jalur yang dibuka untuk menikmati keindahan Sungai Wampu sekaligus menguji keberanian saat melewati jeram-jeram sungai, yang cukup besar.

Pertama, dari Desa Kaperas, Kecamatan Salapian, Langkat, menuju jembatan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Langkat, panjang lintasan 23 km atau 12 jam pengarungan. Di Jalur Kaperan-Jembatan Bahorok ini ada tempat yang bernama Pamah Durian yang sering dijadikan tempat beristirahat pengarung.

Tempat ini bisa dijadikan tempat istirahat singkat, misalnya untuk beristirahat beberapa jam sebelum melanjutkan pengarungan. Pamah Durian sering juga dijadikan tempat menginap pengarung, karena lokasinya sangat indah dikelilingi tebing yang dihiasi air terjun dan mata air.

Kedua, yang juga berakhir di Bahorok, namun dengan waktu tempuh dua hari, dimulai dari Muara Lau Tebah, Karo, salah satu anak sungai yang hulunya di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Titik start dapat dicapai setelah berjalan kaki sekitar setengah hari dari Desa Simolap.

Ketiga, dimulai dari Desa Rih Tengah, Karo hingga Bahorok, lama pengarungan tiga hari. Untuk mencapai Rih Tengah menghabiskan waktu enam jam dari Medan.

Rute lainnya cukup pendek, hanya menghabiskan waktu tiga jam, dimulai dari Desa Perbesi, Karo hingga Desa Limang masih di Karo. Untuk mencapai Desa Perbesi dapat melalui Kabanjahe, ibukota Karo.

Meskipun selalu turun, debit air di rute-rute pengarungan yang dipilih masih masuk kategori tinggi, bahkan di beberapa titik terdapat jeram-jeram yang cukup berbahaya jika tidak hati-hati dan mengikuti sistem yang dianjurkan dalam olah raga arung jeram.

Karena air tinggi, Sungai Wampu hingga saat ini masih menjadi salah satu alternatif lokasi pelaksanaan kejuaraaan arung jeram di Sumut, selai Sungai Bingei di Karo, Sungai Asahan di Asahan dan Sungai Alas di Aceh Tenggara.

Beberapa kejuaraan arung jeram yang penah digelar di sungai ini, antara lain. Kejuaraan Arung Jeram Sumut 1999, seleksi wakil Sumut dalam kejuaraan Indonesia 2001 Asahan White Water Festival yang diikuti oleh olahragawan arung jeram berkelas internasional.

Konon Lau Biang adalah sungai yang cukup angker. Pada malam hari, khususnya selama bulan pur-nama, di sekitar Lau Biang sering terlihat adanya pendekar yang menunggang kuda putih, yang diyakini masyarakat di sekitarnya sebagai penjaga sungai.

(Sumber: Bisnis Indonesia, Erna Sari Ulina Girsang)

Saturday, November 07, 2009

Workshop REDD bagi Jurnalis


Sebanyak 26 orang jurnalis dari berbagai media mengikuti workshop REDD: Solusi atau Problem untuk Perubahan Iklim yang diadakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bekerjasama dengan TEMPO Institute, mengingat informasi tentang skema REDD dalam kaitanya dengan penanganan dampak perubahan iklim bagi kalangan media masih sedikit yang dipahami, hal ini terlihat dari masih kurangnya pemberitaan mengenai REDD, meskipun media telah meramaikan pemberitaan pemanasan global terutama pasca UNFCCC di Bali Desember 2007 lalu.

Terjadinya laju deforestasi hutan dalam beberapa dekade belakangan ini semakin mengkhawatirkan seiring dengan industri perkayuan. Pohon telah menjadi komoditi yang sangat diminati, sehingga diibaratkan bak emas coklat yang menggiurkan. Akibatnya, penebangan hutan secara komersial dibuka secara masif sehingga menimbulkan pemanasan global. Menghadapi itu, pemerintah pada Konferensi Para Pihak (COP) ke-13 di Bali beberapa waktu lalu merekomendasi munculnya Reduced Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) yang dalam bahasa Indonesianya berarti pengurangan emisi karena penggunaan hutan-- sebagai salah satu mekanisme untuk penstabilan iklim dunia.

Hutan yang diyakini memiliki kemampuan menyerap karbon dan menstabilkan iklim menjadi penting, guna menekan laju deforestasi dan perusakan hutan. REDD pun diusulkan sebagai mekanisme insentif bagi pemerintah dan masyarakat yang komit terhadap pengurangan gas rumah kaca pasca, sebagaimana diamanatkan Protokol Kyoto. Dari skema ini, diperkirakan sekitar US$ 2 miliar per tahun (13,33 persen) potensi pasar REDD dapat diserap Indonesia untuk mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Meski REDD bertujuan mulia, namun tanggapan dalam negeri tentang mekanisme REDD menuai pro dan kontrak diantara penggiat lingkungan. Sebagian pihak menilai insentif REDD adalah mekanisme yang tidak adil karena negara-negara maju tetap mengeluarkan emisi karbon yang tinggi. Sementara negara berkembang menjadi korban dari kegiatan industri negara-negara maju.

Banyak pihak yang mempertanyakan siapa yang akan mendapatkan insentif REDD, bentuk dari insentif tersebut, dan mekanisme penyalurannya. Apakah masyarakat desa yang mengelola hutan rakyatnya dan mempraktekkan sistem agroforestry di lahan pekarangan dan ladangnya bisa mendapatkannya? Dengan insentif REDD, mampukah pemerintah mengajak peladang berpindah, yang mempraktekkan tebang bakar, mengubah pola budi dayanya? Demikian pula halnya dengan para pengusaha kelapa sawit dan industri pulp, dapatkah bentuk insentif REDD yang ditawarkan menjadikan mereka bersedia melakukan pengelolaan lahan yang ramah lingkungan?

Kegiatan yang diadakan selama dua hari (7-9 November 2009) di GG House Happy Valey, Jl Kampong CIbogo II No.423 Gadong, Cipayung, Bogor, bertujuan untuk memahami persoalan perubahan iklim dan plus minus upaya mereduksi emisi karbon melalui skema REDD. Selain itu, peserta diharapkan mampu menggali isu seputar REDD dan perubahan iklim kemudian menyampaikannya secara komprehensif melalui medianya.

Kegiatan workshop ini sendiri dibagi atas beberapa sesi yang dibawakan oleh beberapa narasumber, yakni: Arief Wicaksono (aktivis lingkungan), Hendro Sangkoyo (aktivis lingkungan, School of Democratic Economy, Rezal Kusumaatmadja (konseptor REDD untuk hutan Kalimantan Tengah), Wibisono, (staff ahli Gubernur Aceh untuk urusan hutan).

Kesadaran ini menjadi penting mengingat pada periode 1997–2000, ditemukan fakta baru bahwa penyusutan hutan meningkat menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Dua kali lebih cepat ketimbang tahun 1980. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. (jacko_agun)

Monday, November 02, 2009

AEC, Kemajuan dan Tantangannya


Oleh: Jekson Simanjuntak

Seorang peneliti di Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, Denis Hew, pernah mengatakan dalam satu laporan ilmiahnya pada Juni 2003 bahwa pembentukan Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic Community-AEC) perlu dilakukan secara bertahap. Langkah awalnya perlu diupayakan Asean Free Trade Area (AFTA), sebagai kawasan perdagangan bebas Asean. Meski sudah diresmikan sejak 2003 lalu, cakupannya perlu diperluas sehingga meliputi liberalisasi arus modal dan tenaga kerja sekaligus. Impiannya, komunitas ekonomi ini hampir mirip dengan pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa.

Seperti diketahui, ASEAN Economic Community (AEC) merupakan satu dari tiga pilar perwujudan ASEAN Vision 2020. Dua pilar lainnya adalah ASEAN Security Community dan ASEAN Socio-Cultural Community. Sesuai kesepakatan dalam ASEAN Summit pada bulan Januari 2007 lalu, pencapaian integrasi ekonomi melalui AEC akan dipercepat dari tahun 2020 menjadi tahun 2015, sebagaimana diusulkan mantan PM Singapura Goh Chok Tong dalam KTT Asean di Phnom Penh.

Pada kenyataannya, tak semua negara anggota Asean memiliki kemampuan ekonomi yang relatif setara, maka langkah awal liberalisasi menuju AEC dimotori oleh enam negara, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Indonesia, dan Brunei. Sedangkan, Kamboja, Laos, Vietnam dan Myanmar dilibatkan belakangan setelah segala sesuatunya memadai.

Untuk mewujudkan AEC 2015 ini maka disusun AEC Blueprint yang memuat karakteristik, elemen, rencana aksi prioritas, target dan jadwal atau timeline pencapaiannya di bahas dalam KTT Asean di Cebu, Filipina, Januari 2007 lalu. Momentum ini menandai optimisme para pemimpin negara anggota Asean terkait dengan pembentukan komunitas ekonomi kawasan, dimana Menteri Perdagangan RI Mari Elka Pangestu, terlibat aktif dalam pembentukannya.

Cetak biru tersebut memuat empat kerangka utama AEC, yaitu single market and production base, competitive economic region, equitable economic development, serta full integration into global economy.

Dengan pendeklarasian AEC Blueprint, 10 negara anggota Asean harus mampu mengsinergikan kebijakan ekonominya, khususnya terkait dengan kebijakan perdagangan dan jasa, kebijakan investasi serta kebijakan ketenagakerjaan yang mengacu pada cetak biru tersebut.

Tentu saja akan banyak kendala, lebih-lebih yang terkait kebijakan bea cukai. Denis Hew sejak awal mengisyaratkan sulitnya kebijakan bea cukai setiap negara anggota Asean untuk menghapus hambatan perdagangan dan sejenisnya.

Sejumlah Kemajuan.

Meski beragam persoalan bakal muncul dan berpotensi mementahkan pembentukan AEC, pemerintah Indonesia malah berharap besar dengan hadirnya komunitas ekonomi kawasan ini. Pasalnya, keberadaan AEC diharapkan dapat menuntun semua negara ASEAN mewujudkan sebuah Komunitas Ekonomi ASEAN yang terbuka.

“Blueprint ini akan menuntun proses pembentukan kebijakan di semua negara ASEAN agar kebijakan nasional dapat bersinergi dengan komitmen regional," jelas Menteri Perdagangan sesaat setelah Pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN dibuka resmi oleh Menteri Perdagangan dan Industri Filipina Peter B. Favila.

Peluang kerjasama ekonomi di lingkungan ASEAN akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan, terlihat dari Foreign direct investment (FDI) ke kawasan ASEAN pada tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 27%, yakni dari sekitar US$ 41 milyar menjadi US$ 52,4 milyar. Sementara itu untuk kuartal pertama tahun 2007, FDI ke ASEAN telah mencapai US$ 14 miliar atau meningkat 9% dibanding periode yang sama tahun lalu.

ASEAN juga berhasil mempertahankan kinerja ekspornya tahun lalu dengan mencatat kenaikan sebesar 16,5% dibanding tahun 2005, yakni dari US$ 650,63 milyar di tahun 2005 menjadi US$ 758,04 milyar di tahun 2006. Ekspor ASEAN pada kuartal pertama 2007 ini juga meningkat sebesar 10,1% dibanding periode yang sama tahun 2006.

Secara bertahap namun pasti, ASEAN telah berkembang sebagai satu kesatuan ekonomi yang menarik dan kompetitif. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh keinginan yang besar dari mitra dialog ASEAN untuk merundingkan FTA atau kerjasama ekonomi lainnya yang lebih erat dengan ASEAN.

Tantangan ke depannya adalah menjaga momentum dari proses integrasi ini dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian di Tanah Air agar perekonomian Indonesia semakin kompetitif dan dapat mengambil manfaat yang sebesar-besamya dari perwujudan ASEAN Economic Community di tahun 2015 nanti.

Tantangan AEC

Dalam kondisi yang sangat terfragmentasi, bukan tidak mungkin beberapa negara merasa tidak mendapat manfaat maksimal dengan diadakannya ASEAN Economic Community (AEC). Hal ini terjadi akibat adanya kebijakan yang belum bersinergi antara kebijakan negara masing-masing dengan kebijakan kawasan.

Integrasi perekonomian regional ala AEC yang sedang diupayakan sesungguhnya merupakan sesuatu yang wajar. Uni Eropa misalnya, telah menjadi salah satu prototipe penyatuan kawasan yang representatif tentang regionalisme perekonomian. Kawasan tersebut bahkan telah punya mata uang bersama, euro.

Dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya, para Menteri terkait juga membahas AEC Blueprint, selain membahas isu lain yang juga cukup penting, diantaranya pelaksanaan CEPT-AFTA dan upaya penyempurnaannya (antara lain terkait dengan berlakunya FTA dengan mitra dialog), pelaksanaan liberalisesi dalam konteks Priority Integration Sectors, dan penghapusan hambatan-hambatan non-tarif.

Namun, keraguan berikutnya muncul, perihal siapa paling diuntungkan dengan proyek besar pembentukan AEC, khususnya di rangkaian tahapannya? Di tataran ide, integrasi perekonomian Asean yang direkatkan oleh tema liberalisasi kawasan tentunya menawarkan aneka peluang dan sekaligus tantangan bagi masing-masing anggota Asean.

Pasalnya, laju pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran antar negara anggota Asean sangat fluktuatif. Negara Myanmar, misalnya, memiliki laju peningkatan perekonomian yang sangat berbeda dengan Indonesia, bahkan dengan Malaysia yang jauh lebih maju. Sehingga ada keraguan, bila negara-negara tersebut mengikuti tahapan-tahapan pembentukan AEC, dikhawatirkan tidak akan menguntungkan mereka. Pada kondisi ini, agenda pembentukan AEC bisa jalan di tempat.

Target waktu 2015 memang masih lama. Namun, bergulirnya waktu bisa terasa makin cepat, ketika beragam perbedaan dan kepentingan di kalangan negara anggota ASEAN sendiri masih belum terselesaikan. Akibatnya, ASEAN mengalami kesulitan dalam membangun kapabilitas organisasi ketika berhadapan dengan kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik ekstra regional dan arus besar globalisasi yang semakin kuat.

Akhirnya, harus diakui bahwa blue print komunitas ekonomi Asean sejauh ini masih merupakan sebentuk konsep yang ideal di tataran ide, namun tidak menutup kemungkinan akan menemui aneka kendala yang tak kalah sulit dibandingkan dengan hambatan perdagangan itu sendiri.

(source peta: http://www.commerce.gov.mm/eng/images/asean_map.jpg)

Friday, October 30, 2009

Pemda DKI Siapkan 40M Antisipasi Banjir


Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menyiapkan dana darurat sebesar Rp. 40 Milyar dalam antisipasi penanganan banjir. Selain itu, disiagakan 38 ribu personil yang akan membantu upaya evakuasi saat banjir terjadi.

Beberapa waktu lalu, sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Muhayat, menegaskan Pemprov DKI telah siap menghadapi bencana banjir yang mungkin terjadi pada musim hujan ini. Pasalnya, Crisis Center Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Banjir dan Pengungsi (CC Satkorlak PBP) DKI Jakarta melakukan beberapa langkah antisipasi. Diantaranya dengan pemasangan early warning system (EWS) melalui short message service (SMS) atau pesan pendek hingga ke tingkat RT atau RW.

Seakan tak ingin kecolongan, pemda juga telah menyiapkan peralatan bantuan evakuasi, diantaranya 150 buah perahu karet dari Satpol PP, perahu karet Satkorlak 206 unit, dapur umum 242 unit, tenda pleton 162 buah, kendaraan roda empat 442 unit, 4 helikopter, 160 CCTV, 1 unit Bus Komando Satkorlak PBP, dan 1 server database desiminasi cuaca.

Keseluruhan dana sebesar Rp 40 miliar yang akan digunakan berasal dari dana cadangan APBD. "Sifatnya hanya cadangan. Sebab dalam keadaan biasa, dana penanganan banjir sudah ada di masing-masing satuan kerja," kata Muhayat di Balaikota DKI, Jakarta , Selasa (27/10).

Mantan Walikota Jakarta Pusat itu juga menegaskan, anggaran penanganan banjir di masing-masing SKPD (satuan kerja perangkat daerah) sudah cukup memadai. Dengan dana itu, pihaknya mengimbau kepada seluruh SKPD agar langsung bergerak sesuai tanggung jawab masing-masing, tanpa harus saling menunggu ketika banjir datang.

Sedangkan dana darurat hanya dikucurkan dalam keadaan sangat mendesak. Pada 2010 mendatang, dana darurat itu juga akan disiapkan paling tidak dengan jumlah yang sama. "Kewaspadaan dan kepedulian harus lebih meningkat. Responsif aparat harus lebih baik. Koordinasi juga harus lebih mantap, solid, dan tidak lagi saling lempar tanggung jawab," tegasnya.

Di tempat yang berbeda, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, mengatakan saat bencana terjadi, sering menimbulkan korban jiwa, hilangnya harta benda, rusaknya infrastruktur, serta terganggunya aktivitas keseharian masyarakat. Menghadapi kondisi seperti itu, pertolongan tidak dapat dilakukan seperti dalam kondisi normal. Sehingga diperlukan mobilisasi, kecepatan disertai koordinasi yang baik dari berbagai sektor pelayanan.

Pola penanggulangan bencana selama ini masih belum sistematis, terlihat dari kesimpangsiuran dalam penanganan. Bahkan, kerap terjadi saling lempar tanggung jawab. Oleh karena itu, mekanisme penanggulangan bencana perlu lebih disempurnakan dengan meningkatkan koordinasi antar sektor serta meningkatkan kerja sama antar lintas unit. "semua pihak terkait harusnya siap. Sebab, kesiapan itu akan memberikan rasa aman bagi masyarakat," ungkap Prijanto.

Prijanto juga meminta warga Jakarta tetap waspada terhadap ancaman banjir. Bagi warga yang tinggal di bantaran kali, dia mengimbau agar tidak membuang sampah sembarang dan rajin membersihkan kali.

Pasalnya berdasarkan data CC Satkorlak PBP DKI terdapat 99 titik rawan banjir yang tersebar di lima wilayah kota administrasi, yakni di Jakarta Pusat 8 titik, Jakarta Utara 27 titik, Jakarta Barat 31 titik, Jakarta Selatan 10 titik, serta Jakarta Timur 21 titik lokasi. Di titik-titik tersebut Dinas Pekerjaan Umum telah menempatkan orang untuk memantau tinggi muka air. (jacko_agun)

(animasi: http://empatyheart.files.wordpress.com)

Thursday, October 29, 2009

BKT Tembus Laut Akhir Tahun Ini


Proyek pembangungan Banjir Kanal Timur (BKT) sepanjang 23.9 KM dengan lebar 100m – 300m, pada akhir tahun ini akan tembus ke laut. Meski saat ini di beberapa titik masih terjadi penggalian, secara keseluruhan pembangungannya sudah mencapai 90%.

“pembangunan BKT ini merupakan salah satu program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Diharapkan pada akhir tahun ini, air yang berasal dari hulu harus bisa mencapai laut”, ungkap Pitoyo Subandrio, Kepala Balai Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (IPK-PWSCC), sejak tahun 2005.

Pembangunan Banjir kanal Timur (BKT) dimaksudkan untuk menanggulangi masalah banjir di Jakarta, mengingat akhir tahun ini merupakan fase musim basah yang rawan terhadap banjir. Selain itu, sedikitnya terdapat 78 titik kawasan rawan banjir dan genangan air di DKI Jakarta.

“Kanal yang melalui Jakarta Timur hingga Jakarta Utara itu diharapkan dapat menjawab permasalahan banjir yang menghantam Jakarta. Dengan adanya BKT, air akan dengan sangat cepat dapat disalurkan ke laut” lanjut Pitoyo.

Tentang banjir kiriman, Pitoyo menjelaskan, bahwa tidak ada istilah banjir kiriman, itu persepsi keliru. Sifat air yang mengalir ke tempat lebih rendah, dan wilayahJakarta sebagian besar berada di dataran rendah, membuat Jakarta selalu tergenang.

Sampai akhir 2009 pembangunan BKT telah digali 15.700 meter saluran floodway dari 23.551 meter yang direncanakan, tujuh jembatan pendukung juga sudah diselesaikan dari 26 jembatan yang direncanakan.

Bulan Juni 2009 lalu merupakan batas terakhir proses pengerukan trase basah dengan proyek senilai Rp.4,9 triliun. Namun, sampai saat ini kegiatan tersebut masih berlangsung. “ya, memang seperti itu, setiap proyek akan menyisakan waktu 6 bulan dalam pemeliharaannya. Bukan berarti begitu proyek selesai, lantas ditinggal begitu saja. Ntar, kalo terjadi apa-apa siapa yang harus bertanggung jawab? Karena itu meski batas waktu sudah selesai, mereka masih diberi kelonggaran untuk pemeliharaan dalam jangka waktu 6 bulan” jawab Pitoyo yang juga jadi tim ketua rekonstruksi Situ Gintung.

BKT direncanakan untuk menampung aliran Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Kramat dan Kali Cakung dengan Catchment Area (Daerah Tangkapan Air) seluas 20.125 Ha. Kanal dengan panjang 23,5 km ini akan melintasi 13 kelurahan (dua kelurahan di Jakarta Utara dan 11 kelurahan di Jakarta Timur).

Sedangkan terkait masalah pembebasan lahan, pada Januari 2009, lahan yang telah dibebaskan mencapai 71 persen. Lahan tersebut terdiri dari 194,10 hektar lahan basah dan 45,53 hektar lahan kering.

Mereka-mereka yang tidak mau pindah, sampai batas waktu yang sudah ditentukan, rumahnya akan segera rubuhkan. Biasanya mereka tidak mau pindah, karena terkait pembayaran ganti rugi yang belum disepakati.

“sekarang, jika mereka tidak mau menerima ganti rugi, uang ganti rugi yang biasa disebut konsinyasi akan di titipkan ke pengadilan. Ntar, mereka akan berhubungan dengan pengadilan saja. Seraya proses tetap berjalan, saya akan tetap menggali” tutur Pitoyo Subandrio, yang juga alumnus Teknik Sipil UGM.

Secara teknis, Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) tidak mengalami kendala. Keseluruhan fisik proyek merupakan tanggungjawab Dep. Pekerjaan Umum, sedangkan pembebasan lahan menjadi ranahnya Pemda DKI. Dalam perkembangannya, masalah pembebasan lahan yang kerap memperlambat pembangunan fisik, karena terkait dengan masalah sosial, yang rawan terhadap pelanggaran HAM. Karena itu pendekatannya pun harus komprehensif.

Sebelumnya Proyek Banjir Kanal Timur adalah mengacu pada Master Plan NEDECO 1973, Detail Desain Nikken dan Nippon Koei tahun 1990 dan 1993, dan Studi JICA 1997. Banjir Kanal Timur (BKT) merupakan bagian dari upaya pengendalian banjir wilayah timur Jakarta, akibat hujan lokal, banjir dari hulu sungai dan banjir karena pengaruh pasang laut.

"Dengan selesainya BKT pada tahun 2010 diharapkan banjir di sepertiga luas kota Jakarta tidak separah tahun-tahun sebelumnya", tandasnya. (jacko-agun)

Wednesday, October 28, 2009

KLH: 21 Agenda Birokrasi


Masih lekat dalam ingatan kita, beberapa waktu lalu, tepatnya kamis (22/10), presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik para menteri yang diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Para menteri tersebut menjadi perpanjangan tangan presiden dalam menjalankan tugas, sebagaimana diatur dalam undang-undang. Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari suatu sistem bernegara, keberadaan eksekutif memegang peran besar dalam menjalankan proses birokrasi.

Dari sisi lingkungan, konsep birokrasi sendiri ternyata memiliki makna tersendiri. Itu sebabnya mengapa Kementrian Negara Lingkungan Hidup sempat membuat rumusan khusus mengenai konsep tersebut. Diharapkan, konsep birokrasi versi pemerhati lingkungan ini dapat menjadi gaya hidup bagi para pejabat publik, yang lambat laun menular pada masyarakat banyak.

Konsep ‘birokrasi’ yang dimaksud merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup secara menyeluruh dan komprihensif. Dalam implementasinya, Biokrasi memerlukan penjabaran menjadi agenda-agenda yang dilakukan oleh semua pihak. Saat ini ada 21 agenda birokrasi, yang mestinya dilaksanakan oleh segenap jajaran, baik eksekutif, legislatif maupun judikatif.

Secara detil penjabaran 21 agenda biokrasi berdasarkan buku saku KNLH “Biokrasi dan Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup” terbitan tahun 2007, terdiri atas:

Agenda-1
Menyediakan “portofolio hijau” dalam pemerintahan di Kabinet ditingkat pusat dan Pemerintahan Daerah. Portofolio hijau merupakan pos khusus untuk pengarusutamaan lingkungan hidup dan merumuskan kebijakan pemerintah. Portofolio ini diisi oleh para politisi, unsur partai yang peduli lingkungan, dan ahli-ahli lingkungan hidup yang punya komptensi dan integritas tinggi.

Agenda-2
Memasukkan dan memperkuat “politisi hijau” dalam sistem legislatif di pusat dan daerah. Politisi hijau adalah para politisi yang peduli dan punya komitmen tinggi untuk pelestarian lingkungan hidup. Politisi ini diperkuat dengan memfasilitasi pengembangan kapasitas dan pemahaman mereka akan pelestarian lingkungan hidup. Mereka difasilitasi dan ditingkatkan kemamuannya untuk memimpin legislatif berdasarkan “track record” yang mumpuni dalam pelestarian lingkungan hidup.

Agenda-3
Mengembangkan sistem Pemilu berbasis pilihan kandidat (bukan partai), dimana pertimbangan kandidat akan sensitivitas masalah lingkungan hidup dijadikan kriteria penentuan kandidat baik untuk duduk di parlemen (DPR dan DPRD) maupun untuk menjadi Kepala Daerah dan Presiden. Masayarakat diajak serta mendorong kandidat yang peduli lingkungan hidup.

Agenda-4
Membangun dan memperkuat partai yang peduli lingkungan hidup (”partai hijau”). Partai didirikan untuk memperjuangkan kepentingan pelestarian lingkungan hidup. Partai dibangun dan dikembangkan untuk memenangkan pemilihan umum dan mempunyai kekuasaan.

Agenda-5
Membangun dan memperkuat partai yang menjadikan pelestarian lingkungan hidup sebagai salah satu platform utama partai. Sehingga selain partai yang khusus didirikan untuk memperjuangkan agenda lingkungan hidup, partai-partai lain juga diperkuat dan menjadikan lingkungan hidup sebagai platformnya.

Agenda-6
Membangun partai yang mau dan mampu memelihara jaringan lingkungan hidup. Partai yang mampu membangun jaringan dengan berbagai lembaga lingkungan hidup baik ditingkat nasional maupun tingkat internasional.

Agenda-7
Membentuk dan memerkuat kaukus lingkungan hidup. Kaukus lingkungan hidup dibentuk sebagai wadah berbagai pihak yang berbeda ideologi untuk bekerja saling mendukung agenda lingkungan hidup.Kaukus lingkungan hidup harus diperluas sampai pada pelaku usaha, investor, masyarakat, akdemisi dan pihak-pihak lainnya. Sehingga kaukus juga dapat menjadi wadah untuk mengelola konflik lingkungan hidup.

Agenda-8
Membangun dan memperkuat mekanisme perwakilan khusus bagi lingkungan hidup dalam lembaga legislatif. Partai-partai di lembaga legislatif diharapkan mampu membangun inisiatif untuk memfasilitasi meksnisme perwakilan bagi upaya pelestarian lingkungan. Melalui mekanisme tersebut, semua pihak diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan mereka yang berkaitan dengan upaya pelestarian lingkungan.

Agenda-9
Membangun dan memasyarakatkan “perilaku hijau”. Perilaku hijau yang dikembangkan juga termasuk perilaku politik yang peka dan peduli lingkungan. Perumusan kebijakan dan penyusunan program disetiap sektor selalu dengan pertimbangan lingkungan yang tinggi.

Agenda-10
Menyusun program dan kegiatan pengarusutamaan lingkungan hidup, diikuti dengan menyiapkan perangkat untuk monitoring dan evaluasinya. Dikembangkan pula alat ukur kinerja program dan kegiatan, dimana kriteria dan alat ukur kinerja lingkungan menjadi bagian yang utama. Dengan perangkat yang demikian, maka semakin mudah untuk memonitor keberhasilan pengarusutamaan lingkungan hidup.

Agenda-11
Memprioritaskan kebijakan penyelamatan lingkungan. Untuk mengarusutamakan lingkungan hidup, kebijakan-kebijakan lingkungan hidup diprioritaskan dengan segala konsekuensi, terutama konsekuensi mobilisasi pendanaan. Dengan kata lain, untuk mengarusutamakan lingkungan hidup, maka kriteria prioritas adalah bidang penyelamatan lingkungan hidup.

Agenda-12
Menyusun “anggaran hijau”. Untuk melaksanakan kebijakan dan konsep biokrasi, diperlukan dukungan pendanaan. Seiring dengan pengarusutamaan lingkungan, maka perlu disiapkan anggaran yang memadai untuk mendukung kebijakan tersebut. Meski demikian, bidang-bidang lain, yang kelihatannya tidak terkait langsung dengan lingkungan, juga memerlukan dukungan pendanaan yang cukup.

Agenda-13
Membuat aturan-aturan khusus yang sensitif lingkungan. Aturan-aturan yang dibuat berfungsi untuk mengawal agenda biokrasi agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan yaitu untuk menyelamatkan dan melestarikan lingkungan. Aturan yang dimaksud disini termasuk Undang-Undang sampai Peraturan Daerah. Aturan-aturan tersebut difungsikan sebagai alat kontrol untuk pelaksanaan praktek pengarusutamaan lingkungan hidup.

Agenda-14
Memperkuat institusi penegakan hukum, termasuk peradilan dalam menegakkan hukum lingkungan. Lembaga penegakan hukum sangat diperlukan untuk mengawal agenda biokrasi. Perkuatan lembaga penegakan hukum ini termasuk peningkatan kualitas SDM, penyediaan sarana dan prasarana penegakan hukum, penyiapan dan perkuatan mekanisme kerja penegakan hukum lingkungan.

Agenda-15
Membangun dan memassalkan praktek “kantor hijau”. Pelaksanaan agenda biokrasi dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja, terutama di kantor. Praktek kantor hijau meliputi beberapa indikator diantaranya bangunan atau gedung yang dirancang untuk ramah lingkungan dan hemat enerji. Semua rancangan arsitektur, termasuk lansekap, interior dirancang untuk mengkampanyekan dan melaksanakan penghematan enerji. Pengunaan kertas yang seminim mungkin, pengelolaan sampah dan rancangan sistim pengolahan air limbah yang baik.

Agenda-16
Membangun dan memperkuat “masyarakat hijau”, yaitu masyarakat yang peduli lingkungan.Secara bertahap dan terus menerus, komunitas peduli lingkungan harus dirancang dan difasilitasi. Membangun masyarakat hijau memerlukan waktu yang cukup lama, karena itu perkuatan sistim masyarakat hijau harus dirancang sedemikian rupa sehingga hasilnya akan maksimal.

Agenda-17
Membentuk dan memperkuat forum-forum aksi lingkungan hidup yang berbasis komunitas.Forum aksi lingkungan hidup harus meliputi semua unsur dari berbagai lapisan masyarakat. Forum aksi lingkungan hidup sangat bermanfaat membantu masyarakat untuk terlibat secara langsung melakukan kegiatan penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup.

Agenda-18
Memasukkan pendidikan lingkungan hidup sebagai bagian dari kurikulum pendidikan formal. Pendidikan lingkungan hidup dijadikan sebagai salah satu muatan pokok pada setiap tingkatan pendidikan, mulai dari pendidikan pra-sekolah sampai perguruan tinggi. Dengan demikian pendidikan leingkungan hidup terinternalisasi ke dalam pola pikir dan perilaku setiap orang. Perkuatan lingkungan hidup dibidang pendidikan termasuk juga melalui forum-forum keagamaan dalam berbagai bentuk.

Agenda-19
Membangun pusat riset, pendidikan dan advokasi untuk pelestarian lingkungan hidup. Kegiatan penelitian dan advokasi pelestarian lingkungan hidup memerlukan dukungan pendanaan yang memadai. Karena itu perlu dirancang mekanisme penggalangan dana untuk penelitian dan advokasi lingkungan hidup.

Agenda-20
Memperbanyak hutan kota. Meski lahan di perkotaan sangat terbatas, tetapi upaya memperbanyak hutan kota harus terus dilakukan. Berbagai alternatif untuk menyiasati keterbatasan lahan harus diupayakan, termasuk untuk memanfaatkan atap-atap gedung untuk dijadikan hutan kota.

Agenda-21
Melakukan berbagai tindakan dan kegiatan saat ini juga ditingkat individu, komunitas untuk memelihara dan menyelamatkan lingkungan. Upaya penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua orang, dan sekaligus menjadi hak setiap orang. Karena itu setiap orang dengan segala kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki harus ikut mengambil peranan dalam upaya pelestarian lingkungan. Bila setiap orang mempunyai komitmen yang tinggi untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan, maka itulah upaya terbaik dalam pelestarian lingkungan hidup.

Agenda birokrasi diatas, sesungguhnya merupakan keseluruhan kegiatan yang mesti dipertimbangkan, demi terciptanya kelestarian lingkungan. Meski demikian, agenda biokrasi tersebut masih harus dirinci menjadi kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang secara sistematis dapat dipahami oleh masyarakat. Konsep biokrasi yang diterjemahkan secara sederhana dan mudah dimengerti akan menjadi acuan bagi banyak pihak untuk meneladaninya. (jacko agun)

(source animasi: http://mppusim0809.files.wordpress.com)

Monday, October 26, 2009

BMKG: Waspadai Musim Pancaroba


Oleh : Jekson Simanjuntak

BMKG membenarkan bahwa saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sedang mengalami musim pancaroba. Musim ini merupakan fase peralihan, menandai berakhirnya musim kering, menuju musim basah, demikian sebaliknya. Gejala ikutan, berupa terjadinya angin puting beliung, merupakan dampak yang mesti diwaspadai masyarakat.

Perubahan musim ini (baca: pancaroba) terjadi dalam satu hingga empat minggu, diakibatkan oleh uap air yang naik. Namun kondisinya belum terlalu melimpah. Lalu, akibat adanya daya dorong dari atas, ditambah proses kondensasi, menimbulkan terciptanya butiran es dalam jumlah besar. Setelah itu, akan terbentuk petir, kilat dalam jumlah banyak. Di kawasan tropis, hujan es tersebut akan bertabrakan dengan molekul udara.

“Itu sebabnya mengapa hujan yang turun saat pancaroba, selalu lebih dingin di banding waktu-waktu biasanya. Bahkan kadang-kadang masih dalam butiran es”, ungkap Drs.Soetamto MSi, Ka bid. Bidang Perubahan iklim BMKG – Jakarta.

Selain itu, dampak ikutan yang perlu diwaspadai adalah munculnya angin puting beliung di kawasan-kawasan yang sempit dengan volume air yang cukup banyak. Uap air yang belum melimpah akan membentuk tiang awan dalam ruang yang sempit.

“angin puting beliung ini harus diwaspadai, karena terjadinya selalu disertai hujan deras. Waktunya juga tidak begitu lama. Paling-paling cuma 10-20 menit. Karena itu masyarakat mesti menjauhi pohon besar ataupun benda-benda yang bentuknya besar agar terhindar saat rubuh sewaktu-waktu” lanjut Soetamto.

Sedangkan untuk kawasan DKI Jakarta, perubahan musimnya sangat berbeda antara kawasan di utara Jakarta dengan kawasan selatan. Sejak dulu kedua kawasan ini selalu menunjukkan karakteristik tersendiri. Perbedaan ini disebabkan oleh pengaruh angin laut yang terdorong keselatan. Itu sebabnya, musim basah di sebelah selatan selalu lebih dahulu ketimbang kawasan utara Jakarta.

“saat ini, musim basah di kawasan selatan, baru akan mulai di bulan November, sedangkan untuk kawasan di utara akan terjadi pada bulan Desember”, tuturnya.

Biasanya musim pancaroba jatuh pada sore hingga malam hari, dengan kondisi hujan yang tak menentu. Secara umum gejalanya dapat ditandai dengan terjadinya peningkatan suhu yang cukup tajam di pagi hari, berlanjut dengan terbentuknya awan seperti bunga-bunga kol yang lambat laun berubah pekat. Tak lama kemudian hujan deras segera turun.

Meski saat ini belum memasuki musim penghujan, bukan berarti hujan tidak akan turun. “hujan tetap akan turun, namun tingginya tidak akan lebih besar dari 50mm”, tandasnya.

(animasi: http://agengsajiwo.files.wordpress.com/2008/11/h_4.jpg)

Thursday, October 15, 2009

Asmujiono Prihatin Nasib Clara


Dua hari lalu (Selasa, 13/10) saya dikagetkan dengan berita sedih tentang Clara Sumarwati, pendaki wanita Indonesia yang pertama ke Everest. Clara dikabarkan masuk Rumah Sakit jiwa untuk ketiga kalinya, akibat gangguan jiwa. Kabar itu saya terima dari Asmujiono, Pendaki Indonesia yang pertama menapakkan kaki di pucuk Sagarmatha (nama lain Everest).

“udah tau, belum, mas, kalo ibu Clara masuk RSJ”, tanya Asmujiono, Sersan Kepala Kopassus.

Mendengar kabar itu, saya langsung kaget. Pasalnya, selama ini keberadaan Clara Sumarwati tak banyak diketahui publik. Aktivitas alam bebasnya pun jarang terdengar. Hanya kontroversi tentang keberhasilannya mencapai puncak Everest (1996) masih meninggalkan tanya. “Kalo mau tau lebih banyak, coba buka detik (mengacu pada salah satu situ berita online), mas”, pinta Asmujiono.

Rasanya sudah lama juga saya tidak mendengar kabar Clara Sumarwati, wanita lajang kelahiran Yogyakarta 6 Juli 1967, yang juga anggota Aranyacala (mapala Trisakti). Terakhir, saya membaca keberhasilannya saat mendaki Everest dari sebuah majalah di tahun 1996 silam. Saat itu saya masih kuliah dan masih masih tergila-gila dengan aktivitas alam bebas. Di situ, ia mengkalim telah berhasil mencapai puncak.

Setibanya di kantor, saya langsung browsing tentang kondisi terakhir Clara Sumarwati. Bagi saya Clara seorang legend plus merupakan pendaki fenomenal. Legend, karena ia merupakan pendaki wanita Indonesia pertama yang melakukan ekspedisi ke Everest seorang diri, tidak dalam kelompok besar seperti jamaknya pendakian ke Himalaya.

Fenomenal, karena ia mengklaim telah berhasil menggapai puncak Everest (8848mdpl) sebagai wanita Indonesia dan ASEAN pertama. Meski, hingga saat ini, ia tak bisa menghadirkan bukti perihal pencapaian puncak tersebut. Bukti fisik berupa foto atau video pun tidak ada.

Namun anehnya, namanya malah tercatat dalam everesthistory.com. Situs yang memuat nama-nama pendaki yang pernah singgah di puncak Everest. Di situs itu Clara tercatat telah menggapai puncak Everest pada tanggal 26 September 1996. Lima orang sherpa (guide), yang mendampingi Clara selama pendakian juga tercatat mencapai puncak. Mereka adalah Ang Gyalzen, Chuwang Nima, Dawa Tshering, Gyalzen, dan Kaji.

Sejumlah buku seperti Everest karya Walt Unsworth (1999), dan Everest: Expedition to the Ultimate karya Reinhold Messner (1999), juga mencatat prestasi Clara. Hal ini cukup untuk membuktikan Clara sebagai orang Indonesia pertama yang mencapai puncak. Namun kontroversi terus berkembang. Diduga hal inilah yang membuat Clara depresi, hingga akhirnya harus menjalani perawatan di RSJ Prof dr Soerojo Jl. Ahmad Yani, Magelang, Jawa Tengah.

Di kalangan pendaki, bukti fisik saat melakukan ekspedisi menjadi penting, apalagi jika melakukan perjalanan panjang nan melelahkan, seperti ke Everest. Persiapannya tidak main-main. Saya langsung teringat film “Everest”, karya David Breasser ataupun Film “Beyon the Limit” karya Dick Colthurst. Di film itu jelas terlihat, bahwa upaya pencapaian puncak betul-betul sulit. Selain tergantung pada perlengkapan, faktor alam, berupa cuaca sangat menentukan.

Lalu, di sebuah kesempatan, tepatnya kemarin malam (Rabu, 14/10), saya bertemu lagi dengan Asmujiono. Dia tampak sedih mengetahui kondisi Clara Sumarwati seperti itu. Menurutnya, bagi sesama alumnus Everest, medan Everest yang ganas, jadi alat pemersatu diantara para pendaki. “kita betul-betul jadi ibarat satu keluarga”, ungkapnya.

Asmujiono pun tak pernah mempermasalahkan, siapa sebenarnya orang Indonesia pertama yang berhasil menggapai puncak. “saya cukup bangga, bahwa saya pernah sampai di puncak, sudah cukup bagi saya”, ungkap pria paruh baya yang terkenal dengan kemampuannya berlari jarak jauh.

Menurut Asmujiono, sebelum mereka bertolak ke Kathmandu – Nepal (1997), beberapa kali tim “Kopassus-Sipil” Indonesia Everest mengontak Clara untuk sharing pengalaman tentang pendakiannya. “tapi, ibu Clara gak pernah hadir”, ujar Asmujiono.

Bagi Asmujiono, penghargaan terhadap Clara patut diberikan, karena beliau merupakan perempuan pertama Indonesia yang berani menaklukkan Everest, terlepas beliau sampai puncak atau tidak.

Akhirnya tim Indonesia Everest diberangkatkan, meski gagal menghadirkan Clara saat persiapannya. Asmujiono yang saat itu berumur 25 tahun menjadi salah satu anggota tim. "kami pun berangkat ke sana untuk mendaki puncak Everest, sekaligus menelusuri klaim Ibu Clara apakah benar ia menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil mendaki puncak Everest”

Sesampainya di Nepal, rekam jejak Clara memang ditemukan. Berdua dengan seorang anggota Kopassus, Gibang Basuki, ia tercatat mendaki Everest pada September 1996. Demikian data yang tercatat pada kementrian kebudayaan Nepal.

Lebih jauh dari penelusuran tim, Clara memang mendapat sertifikat dari asosiasi pendaki Everest di Nepal. Nama Clara Sumarwati tercatat. “Namun, pemberian sertifikat itu juga mensyaratkan agar Ibu Clara melengkapi bukti-buktinya. Kabarnya, Ibu Clara mendapatkannya dengan sedikit memaksa. Selain itu ia pun tidak pernah bisa memberikan bukti-bukti yang diminta," ujar Asmujiono.

Setahu Asmujiono, ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar dicatat sebagai pendaki puncak Everest. Selain mencatat waktu saat di puncak, pendaki juga harus menyerahkan bukti foto dan video di puncak Everest itu. Salah satu tanda puncak Everest adalah tiang segitiga berbahan aluminium yang menandakan titik tertinggi. Di tiang ini biasanya bendera dilekatkan.

Sedangkan tercatatnya nama Clara di buku Reinhold Messner, “Everest: Expedition to the Ultimate”, tenyata mengacu pada data yang dikeluarkan oleh everesthistory.com. Lalu data yang di input oleh everesthistory.com berasal dari asosiasi pendaki Everest di Nepal.”begitu cerita mengapa namanya dicatat oleh dua institusi yang mungkin terlihat begitu sahih”, ungkap Asmujiono, yang juga berprofesi sebagai motivator.

Pendakian fenomenal Clara juga tak lepas dari sepak terjang instrukturnya, Gibang Basuki, seorang anggota Kopassus yang mendampingi pendakian solo-nya. Saat kutanya dimana sekarang Gibang berada, Asmujiono mengatakan, ia tak pernah bertemu dengan Gibang Basuki.

“saya mendengar namanya, setelah rekan-rekan pencinta alam bercerita tentang pendakian ibu Clara. Kabarnya Gibang sudah di pecat dari Kopassus” ungkapnya Asmujiono, ayah dari orang anak.

Apakah ada hubungannya dengan pendakian Clara? “ya, begitu kabar yang saya terima. Selain itu, saya tidak tahu rupanya seperti apa. Karena sejak saya bergabung di Kopassus, saya mencari orang itu, tapi gak pernah ketemu”, jawabnya.

Rencananya, jumat ini (16/10), Asmujiono akan mendatangi RSJ Prof dr Soerojo, Magelang, untuk melihat langsung kondisi Clara Sumarwati. Selain itu, ia akan memberikan motivasi bagi Clara agar bisa kuat menghadapi semua ini. (jacko-agun)

(source foto:langitperempuan.com)

Monday, October 12, 2009

Ralat, Gempa Sumbar 7,9 SR


Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meralat gempa Sumatera Barat (Sumbar) yang sebelumnya 7,6 SR menjadi 7,9 SR, sesaat setelah The United States Geological Survey (USGS) merilis temuan mereka tentang gempa Sumbar yang ternyata berkekuatan 7,9 SR.

“saat itu, data yang kami terima belum lengkap, lalu setelah semua data diolah dan dianalisis, ditemukan bahwa gempa yang terjadi di Sumbar sebenarnya berkekuatan 7,9 SR”, ungkap Wandono, Kabid Informasi BMKG di Jakarta (12/10).

Wandono memastikan bahwa besaran angka 7,9 dalam skala Ricther yang sudah diumumkan Sabtu (10/10) kemarin tidak akan berubah. “besaran itu sudah fix, tidak ada perubahan”, jawabnya.

Terkait adanya isu mengenai gempa susulan berkekuatan besar yang akan terjadi di Sumbar masih dikaji lebih lanjut oleh BMKG. Namun sejauh ini, kebenarannya masih sumir. Masyarakat diharapkan jangan gampang percaya dengan isu-isu tersebut. “Isu-isu seperti itu yang membuat keresahan di tengah masyarakat”, katanya.

Hingga saat ini belum alat yang bisa memprediksi kapan sebuah gempa akan terjadi. Bila pun ada, kemungkinan itu akan sangat sulit dilakukan.

Lebih lanjut Wandono menegaskan bahwa Sumatera merupakan kawasan rawan gempa mengingat terdapat pertemuan dua lempeng di lautan dan adanya patahan Sumatera di darat. (jacko_agun)

Friday, October 09, 2009

Mainan Berbahaya Masih Mengancam


Maraknya peredaran mainan buatan China yang membanjiri pasar tanah air, ternyata menimbulkan keresahan. Pasalnya, hampir 80% mainan dari China itu mengandung racun dan timbal, sebagaimana temuan Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI).

Umumnya, ciri-ciri mainan asal China: sebagian besar terbuat dari plastik, logam dan karet, seperti bola, mobil-mobilan dan boneka, dengan harga yang lebih murah dan lebih ringan ketimbang produk buatan lokal.

Mainan tersebut mulai masuk ke Indonesia saat krisis moneter mendera, ketika para orangtua mulai mencari alternatif mainan murah. Padahal kebanyakan mainan itu sangat berbahaya, karena bisa mengurai jika terkena suhu panas. Dampak dari penguraian itu tidak langsung terlihat, tapi apabila anak memainkan dalam waktu lama bisa mengakibatkan; autis, sakit pernafasan, asma dan lemah konsentrasi akibat sering menghirup racun seperti timbal.

Awalnya mainan China yang masuk adalah jenis mainan umum, namun kini sudah merambah ke mainan edukasi. Kebanyakan mainan Cina tidak mempertimbangkan kualitas dan presisi dan hanya mengutamakan bentuk yang lucu atau warna yang cerah.

"Kalo mencari mainan, saya pasti ke Pasar mainan Prumpung. Sebagian besar mainan memang buatan China dengan harga yang terjangkau. Bentuknya juga lucu-lucu dan disenangi anak-anak", ungkap ade (45) seorang pembeli.

Di pasar Prumpung - Jakarta Timur dengan gampang kita dapat menemukan aneka mainan anak dengan bentuk, warna dan harga yang bervariasi. Umumnya pembeli mencari jenis mainan anak yang sekarang sedang trend.

Meski para penjual mengetahui bahaya dari produk-produk buatan China, tetapi tetap saja permintaan mainan dari negara tirai bambu itu tak pernah surut. Jumlahnya pun cenderung meningkat, disertai dengan aneka bentuk plus jenis yang bervariasi.

“sebenarnya saya tahu bahayanya, karena dengar di berita, ada yang mengandung bahan kimia, tapi sampai sekarang belum ada keluhan dari pembeli”, ujar Dina (26), penjual mainan di Pasar Prumpung, Jakarta Timur.

Meski mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan anak, produk mainan China beredar bebas dan luas di pasar dalam negeri. Belum ada kontrol dari pemerintah. Padahal volume impor produk mainan China tiap tahun naik terus. Tahun 2004 saja, nilai impor produk tersebut tiga kali lipat dari nilai produksi aneka produk mainan kita.

Setengah Hati

Hingga saat ini, perhatian pemerintah terhadap beredarnya produk mainan yang berasal dari China, masih setengah hati. Buktinya sejak banyak negara menarik produk mainan dari China, Indonesia malah kebanjiran produk-produk tersebut. Selain melalui jalur resmi, tidak sedikit produk mainan China ini masuk ke Indonesia lewat jalur ilegal.

China kini menguasai 72 persen pasar produk mainan dunia. Indonesia sendiri merupakan salah satu pasar potensial mereka. “Pemerintah kurang tanggap terhadap maraknya produk mainan China yang masuk, padahal, di banyak negara produk-produk tersebut sudah dilarang”, ungkap Huzna Zahir, pimpinan YLKI (Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia).

Aneka mainan yang mengandung bahan kimia berbahaya memang tidak serta merta menimbulkan dampak bagi anak-anak selaku penggunanya. Kebanyakan mainan tersebut mulai bereaksi dalam jangka waktu lama. Masyarakat pun kesulitan untuk mengidentifikasi mainan mana yang mengandung bahan berbahaya. Tentu saja, karena mainan tersebut tidak memiliki ciri-ciri khusus.

Lebih lanjut, Huzna mengatakan, bahwa selayaknya pemerintah mengeluarkan regulasi terkait maraknya mainan buatan luar masuk ke Indonesia. Pasalnya, tugas pemerintah melindungi warganya dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi.

Selain itu, persoalan lain yang juga tak kalah pelik adalah pengaturan tataniaga produk mainan, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang sampai saat ini masih carut marut. Di satu sisi, kita tentu tak ingin pasar mainan domestik kalah bersaing dengan mainan buatan luar. Namun, gempuran produk-produk luar, terutama China, terus meringsek masuk dengan harga yang lebih rendah dan variasi yang lebih banyak.

Hal ini diperkuat dengan tidak adanya kewajiban bagi para pengimpor untuk menyerahkan daftar bahan kimia berbahaya yang mereka gunakan. Selain itu, kita tidak punya standar baku terhadap produk-produk mainan yang masuk ke tanah air. Karena itu, tahun depan, YLKI berencana akan menguji semua produk mainan yang berasal dari luar negeri, untuk melihat apakah kandungan yang terdapat pada mainan itu, berbahaya atau tidak?

Pembuatan SNI Wajib

Bagi pemerintah, industri mainan domestik memiliki peranan yang penting, mengingat devisa yang dihasilkan cukup besar. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yakni aspek ekspor dan aspek penyerapan tenaga kerja.

Dari sisi ekspor, terjadi peningkatan signifikan sejak Kep.Men No.58/2008 diberlakukan, yakni peningkatan volume ekspor sebesar 20 -35% hingga Juni 2009. ”menurut pengamatan kami, sejak 10 bulan mulai diberlakukannya Kep.Men tersebut, volume ekspor yang sebelumnya 65 juta US$ meningkat tajam 20-35%”, ungkap Ansari Bukhari, Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka.

Sedangkan dari sisi tenaga kerja, sektor ini padat karya dengan menyerap banyak tenaga kerja, sehingga mampu mengurangi angka pengangguran yang cenderung meningkat.
Menurut Ansari, dalam beberapa tahun terakhir, produk mainan yang dihasilkan, harusnya memperhatikan faktor keamanan bagi konsumen sebagai pengguna dan faktor kualitas produk itu sendiri. Semua itu hanya mungkin dilakukan dengan pemberlakuan SNI (Standar Nasional Indonesia), sebagai standar baku bagi semua produk-produk yang masuk ataupun keluar dari Indonesia.

Kini, di beberapa daerah yang merupakan sentra produksi mainan buatan lokal, seperti Bogor dan Kalimantan Timur, mulai diberlakukan SNI Wajib guna meminimalkan bahaya yang ditimbulkan. Penggunaan bahan-bahan logam berat pun mulai dikurangi.

Mengacu dari temuan adanya bahan berbahaya pada produk-produk mainan buatan China yang keberadaannya ditolak di banyak Negara, memaksa negara segera bertindak. Rencananya pemerintah akan merevisi SNI Wajib untuk mainan anak, meski kedengarannya sedikit terlambat.

“Sebenarnya SNI wajib merupakan regulasi teknis yang wajib dilaksanakan terkait keselamatan dan kesehatan konsumen. Kedepannya setiap produsen harus mematuhi hal ini” lanjut Ansari.

Dalam SNI Wajib, kandungan bahan dan pewarna merupakan parameter utama yang diukur sesuai dengan kaidah yang berlaku. Pembuatan SNI pun mesti melalui beberapa tahapan, yakni perencanaan, notifikasi, hingga penyiapan lembaga/ balai yang berfungsi sebagai pengawas produk-produk tersebut.

“berhubung saat ini kita masih mendalami penyusunan revisi SNI tersebut, direncanakan pada tahun 2010, SNI Wajib tersebut bisa kita laksanakan”, tutur Ansari.

Selama ini pemerintah hanya mengeluarkan ketentuan SNI untuk produk-produk mainan, antara lain mengatur bahwa produk mainan yang dipasarkan tidak boleh memiliki bentuk yang tajam, tidak beracun serta tidak mengandung zat warna yang bisa mengganggu kesehatan. Sedangkan untuk mainan yang mengandung kimia berbahaya, seperti timbal tidak diatur secara rinci.

Ketentuan SNI mainan itu belum diterapkan secara wajib, mengingat industri mainan dalam negeri dikhawatirkan belum mampu bersaing dan memenuhi aturan itu. Selain itu, pemerintah juga masih terkonsentrasi pada informasi (baca: data awal) yang dikumpulkan dari para produsen yang memasukkan barangnya ke Indonesia. Padahal, pengujian terhadap produk-produk mainan, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, merupakan kegiatan penting untuk membuktikan apakah mainan tersebut berbahaya atau tidak.

Keterlambatan ini pun diakui pemerintah. “ya, kita memang belum melakukan pengujian terhadap produk mainan tersebut, karena selama ini kita masih berpatokan pada informasi yang diberikan oleh produsen”, tukas Ansari.

Karena itulah, tekanan untuk memberlakukan SNI Wajib semakin gencar, demi mencegah beredarnya mainan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya pada konsumen.

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN