Thursday, October 29, 2009

BKT Tembus Laut Akhir Tahun Ini


Proyek pembangungan Banjir Kanal Timur (BKT) sepanjang 23.9 KM dengan lebar 100m – 300m, pada akhir tahun ini akan tembus ke laut. Meski saat ini di beberapa titik masih terjadi penggalian, secara keseluruhan pembangungannya sudah mencapai 90%.

“pembangunan BKT ini merupakan salah satu program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Diharapkan pada akhir tahun ini, air yang berasal dari hulu harus bisa mencapai laut”, ungkap Pitoyo Subandrio, Kepala Balai Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (IPK-PWSCC), sejak tahun 2005.

Pembangunan Banjir kanal Timur (BKT) dimaksudkan untuk menanggulangi masalah banjir di Jakarta, mengingat akhir tahun ini merupakan fase musim basah yang rawan terhadap banjir. Selain itu, sedikitnya terdapat 78 titik kawasan rawan banjir dan genangan air di DKI Jakarta.

“Kanal yang melalui Jakarta Timur hingga Jakarta Utara itu diharapkan dapat menjawab permasalahan banjir yang menghantam Jakarta. Dengan adanya BKT, air akan dengan sangat cepat dapat disalurkan ke laut” lanjut Pitoyo.

Tentang banjir kiriman, Pitoyo menjelaskan, bahwa tidak ada istilah banjir kiriman, itu persepsi keliru. Sifat air yang mengalir ke tempat lebih rendah, dan wilayahJakarta sebagian besar berada di dataran rendah, membuat Jakarta selalu tergenang.

Sampai akhir 2009 pembangunan BKT telah digali 15.700 meter saluran floodway dari 23.551 meter yang direncanakan, tujuh jembatan pendukung juga sudah diselesaikan dari 26 jembatan yang direncanakan.

Bulan Juni 2009 lalu merupakan batas terakhir proses pengerukan trase basah dengan proyek senilai Rp.4,9 triliun. Namun, sampai saat ini kegiatan tersebut masih berlangsung. “ya, memang seperti itu, setiap proyek akan menyisakan waktu 6 bulan dalam pemeliharaannya. Bukan berarti begitu proyek selesai, lantas ditinggal begitu saja. Ntar, kalo terjadi apa-apa siapa yang harus bertanggung jawab? Karena itu meski batas waktu sudah selesai, mereka masih diberi kelonggaran untuk pemeliharaan dalam jangka waktu 6 bulan” jawab Pitoyo yang juga jadi tim ketua rekonstruksi Situ Gintung.

BKT direncanakan untuk menampung aliran Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Kramat dan Kali Cakung dengan Catchment Area (Daerah Tangkapan Air) seluas 20.125 Ha. Kanal dengan panjang 23,5 km ini akan melintasi 13 kelurahan (dua kelurahan di Jakarta Utara dan 11 kelurahan di Jakarta Timur).

Sedangkan terkait masalah pembebasan lahan, pada Januari 2009, lahan yang telah dibebaskan mencapai 71 persen. Lahan tersebut terdiri dari 194,10 hektar lahan basah dan 45,53 hektar lahan kering.

Mereka-mereka yang tidak mau pindah, sampai batas waktu yang sudah ditentukan, rumahnya akan segera rubuhkan. Biasanya mereka tidak mau pindah, karena terkait pembayaran ganti rugi yang belum disepakati.

“sekarang, jika mereka tidak mau menerima ganti rugi, uang ganti rugi yang biasa disebut konsinyasi akan di titipkan ke pengadilan. Ntar, mereka akan berhubungan dengan pengadilan saja. Seraya proses tetap berjalan, saya akan tetap menggali” tutur Pitoyo Subandrio, yang juga alumnus Teknik Sipil UGM.

Secara teknis, Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) tidak mengalami kendala. Keseluruhan fisik proyek merupakan tanggungjawab Dep. Pekerjaan Umum, sedangkan pembebasan lahan menjadi ranahnya Pemda DKI. Dalam perkembangannya, masalah pembebasan lahan yang kerap memperlambat pembangunan fisik, karena terkait dengan masalah sosial, yang rawan terhadap pelanggaran HAM. Karena itu pendekatannya pun harus komprehensif.

Sebelumnya Proyek Banjir Kanal Timur adalah mengacu pada Master Plan NEDECO 1973, Detail Desain Nikken dan Nippon Koei tahun 1990 dan 1993, dan Studi JICA 1997. Banjir Kanal Timur (BKT) merupakan bagian dari upaya pengendalian banjir wilayah timur Jakarta, akibat hujan lokal, banjir dari hulu sungai dan banjir karena pengaruh pasang laut.

"Dengan selesainya BKT pada tahun 2010 diharapkan banjir di sepertiga luas kota Jakarta tidak separah tahun-tahun sebelumnya", tandasnya. (jacko-agun)

No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN