Wednesday, September 28, 2016

Dia yang duduk di pojokan

(Ilustrasi pojokan. Sumber: www.cringel.com)
Meretas asa dalam diam
Membisu tak bersuara,
di pojokan relung tanpa dinding
Ada yang terus melaju
Mengejar mimpi diantara debu
Berserakan!
-- Simpang Kiri Jalan

Sudah tak terhitung berapa kali ia duduk terpaku di pojokan itu. Di malam-malam panjang tak bertepi. Sebuah pojokan yang dibelakangnya berdiri tembok kokoh menjulang dan di kanannya terdapat pagar pembatas setinggi dada. 

Uniknya, dari dinding itu, kerap terdengar suara-suara aneka rupa, dalam resonansi tak simetris. Yang kadangkala longitudinalnya lebih panjang dari gelombang tranversalnya. Terkadang jadi agak mengganggu. Ehm... Memang mengganggu sih! Apalagi jika si monyet belum beranjak! 

Sunday, September 25, 2016

Karena Pilkada DKI Ibarat Sebuah Festival

(Foto wefie pasangan cagub & cawagub DKI 2017. Source: @aniesbaswedan IG)
“Kita itu bersahabat dalam artian, sebernarnya kita kenal baik, berkawan. Kita ingin tunjukkan ini adalah festival gagasan, karya dan rencana. Ini bukan arena pertempuran, ini arena kita memilih. Kita harus merayakan demokrasi ini dengan gembira,” 
-Anies Baswedan

Ada yang berbeda yang ditampilkan oleh pasangan calon (paslon) yang akan berlaga di Pilkada DKI 2017 nanti. Perbedaan itu terlihat ketika para pasangan calon kompak melakukan foto bersama yang dilakukan secara mandiri (baca: wefie). Foto bersama itu dilakukan di sela waktu pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintohardjo, Jakarta Pusat, pada Sabtu (24/9/2016).

Menurut saya, foto yang kemudian viral di beragam media sosial itu telah memberi banyak pelajaran berharga. Pelajaran yang jarang dipertunjukkan oleh para kandidat sebelumnya yang akan berlaga di pilkada. Pelajaran tentang sebuah kekompakan.

Saturday, September 24, 2016

*Kita|

(source: https://pixabay.com)
...
Aku nggak tahu cerita ini akan membawa kita kemana.
Seperti juga aku, hanya melihat yang tak ada,
kala coba meregang mata dalam kegelapan hari nanti.

Semua hanya akan semakin sulit.
Saat kesadaran utuh itu menolak tuk terus berusaha,
mengabaikan realita yang ada.
Menganggapnya tak bisa, 
bahkan tuk sekedar dibicarakan.

Dan, kita memilih diam!
Menjalani waktu yang kelak jadi belati.

Atau, mengurai kisah yang harganya kelak,
tak akan ternilaimu dan aku

Kita tak tahu...

Bodohkah untuk terus berjalan,
menuju tak satu pun tempat.
Ataukah kita bijak tuk berani mengakui,
yang ada lalu menikmatinya?




(180702)

Sunday, September 18, 2016

Vivian Maier, Fotografer Terlupakan

(Self Portrait Vivian Maier. Source: www.vivianmaier.com)
Well, I suppose nothing is meant to last forever. We have to make room for other people. It’s a wheel. You get on, you have to go to the end. And then somebody has the same opportunity to go to the end and so on.” 
– Vivian Maier

Menonton film dokumenter? Rasa-rasanya sudah lama saya tidak melakukannya. Namun, sejak seorang teman mengusulkan agar saya bersedia menonton “Diving into unknown”, sekira sebulan lalu, gairah terhadap film-film dokumenter kembali membuncah.

Oh ya, film Diving into Unknown menurut saya cukup menarik dan layak ditonton, utamanya bagi mereka yang baru tertarik dengan dokumenter, termasuk komunitas diver. Film tentang evakuasi jenazah penyelam dari kedalam 130 meter dibawah air itu akan memberi perspektif baru tentang keindahan dunia bawah air dan bahaya yang mengancam. Dua entitas yang bersatu dan siap mengaduk rasa keingintahuan dan kepekaan penonton.

Saturday, September 10, 2016

Gulagalugu, Folk Rasa Indonesia

(Ilustrasi musisi folk. Sumber: www.djarumcoklat.com)
Lihat-lihat nelayan rentang jala pukat 
Tarik-tariklah tambang... 
umpan sudah lekat 
(Ikannya melompat-lompat) 2x 
riang riaaa… 
-Gulagalugu Suara Nelayan, Leo Kristi

Beberapa hari terakhir ini, aura “Sanggar” kembali menggema, pasca terbentuknya grup Whatsapp Anggota Luar Biasa (ALB) Parintal FP USU. Jujur saja, bagi saya, aura sanggar telah lama menghilang, setidaknya sejak meninggalkannya puluhan tahun silam. Padahal, sanggar turut andil membentuk karakter saya, menjadi pribadi yang tangguh, peduli dan lebih dewasa dalam menyikapi persoalan.

Sanggar menurut KBBI daring disebut sebagai tempat untuk kegiatan seni seperti; tari, lukis, dan sebagainya. Namun bagi kami (baca: anggota Mapala Parintal FP USU), sanggar merupakan tempat berkumpul, bersenda gurau, berdialektika dan berkreasi. Sanggar juga menjadi rumah kedua. Tentu saja, karena tak terhitung banyaknya malam-malam panjang tak tentu arah yang kami habiskan disana.

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN