Thursday, August 24, 2017

Standar Kompetensi Wujudkan Wartawan Profesional

(source: www.nyfa.edu)
“When journalism is silenced, literature must speak. Because while journalism speaks with facts, literature speaks with truth.” 
― Seno Gumira Ajidarma

Wartawan merupakan salah satu profesi unik yang pernah ada. Unik, karena menjadi wartawan  tidak mudah. Dibutuhkan lebih dari sekedar kemampuan akademis yang baik. Karena menjadi wartawan sangat didasarkan atas keinginan dan niat yang kuat untuk selalu berpihak kepada kepentingan publik.

Dengan kata lain, wartawan juga merupakan seorang profesional, seperti halnya dokter, pilot, guru, atau pengacara. Secara umum, pekerjaan bisa disebut sebagai profesi jika memiliki 4 kriteria, yakni: memiliki kebebasan dalam bekerja, memiliki panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan, memiliki keahlian (expertise) dan memiliki tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan. Dan jika mengacu pada kriteria tersebut, wartawan memenuhi keempat kriteria 'profesional' tersebut.

Produk Hukum Penunjang Kerja Pers

(source: www.theglobeandmail.com)
“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah.”
--Pasal 19 Pernyataan Umum HAM, Majelis Umum PBB, 10 Desember 1948

Konstitusi kita, tepatnya pada Pasal 28 UUD 1945 mengamanatkan perlunya ditetapkan undang-undang (UU) sebagai produk hukum turunan guna menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan berinformasi. Dalam kaitan itu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan sejumlah UU berkaitan dengan tata kelola informasi, antara lain UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Berbagai dasar hukum itu perlu dipahami oleh masyarakat luas, khususnya insan pers agar dapat mengetahui tata kelola informasi dan sekaligus membuat peta multimedia massa. Hal ini berkaitan erat dengan kaidah melek media (media literacy), yakni tugas pokok dan fungsi pers untuk menyebarkan informasi, mendidik, memberikan hiburan, dan pengawasan masyarakat.

Media Literasi, Jawaban Atas Penyimpangan Media

(sumber: http://eladolinski.weebly.com)

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengingatkan jika media massa saat ini menghadapi tantangan besar terkait perkembangan teknologi dan globalisasi informasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tantangan tersebut perlu dicermati oleh media massa dan wartawan.

"Teknologi informasi berkembang cepat, membuat informasi tersebar cepat dan bisa diakses secara global," kata Rudiantara seperti dikutip dari Antara, 20/9/2016.

Cara baru berkomunikasi memberikan tantangan yang baru antara lain informasi yang negatif seperti radikalisasi dan pornografi sehingga memberikan dampak yang negatif. Oleh karena itu, pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika berkomitmen mendorong perkembangan media massa dengan menjunjung tinggi nilai demokrasi dan keterbukaan informasi.

Wednesday, August 23, 2017

Media Sosial , Tak Sekedar Pola Komunikasi Massa

(source: www.salonsuitesolutions.com)
Perkembangan teknologi komunikasi tentu saja memberikan konsekuensi terhadap proses komunikasi, dan konsekuensi itu berupa perubahan pola dan hubungan sosial di dalam masyarakat.

Adakah yang bisa menyangkal, jika kehidupan manusia modern, tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan media massa, dari mulai buku, koran, radio, televisi, internet. Bentuk-bentuk media massa tersebut selalu mewarnai sikap dan perilaku seseorang dalam kesehariannya. Bahkan pada kenyataan paling ekstrem, kehidupan seseorang seringkali dipengaruhi oleh kehadiran media massa. Contohnya, ketika seseorang merasa ada yang kurang jika tidak membaca koran atau menonton berita di televisi setiap hari.

Pentingnya komunikasi bagi kehidupan sosial, budaya, pendidikan, dan politik telah disadari oleh para cendekiawan sejak Aristoteles yang hidup ratusan tahun sebelum masehi. Itu sebabnya, banyak pakar menyebutnya mencakup semua aspek kehidupan.

Monday, August 21, 2017

Pakaian Adat Yang Mempersatukan

(source: twitter @Mapala_UI)
"Biar tahu, kita ini beragam. Karena Indonesia itu memang sangat beragam. Kita kan tahu, ratusan pakaian adat yang kita punya. Inilah Indonesia," 
--Presiden Joko Widodo

Lewat layar televisi, saya melihat ada yang berbeda dari perayaan HUT ke-72 Republik Indonesia di Istana Merdeka, pada 17 Agustus 2017. Jika biasanya para undangan diminta mengenakan pakaian rapi (setelan jas), kini mereka dan peserta upacara diwajibkan mengenakan pakaian adat tradisional.

Menggunakan pakaian adat di perayaan hari kemerdekaan, memang belum pernah terjadi sebelumnya. Biasanya pakaian adat lebih banyak dikenakan pada saat momen tertentu, seperti peringatan hari lahir Kartini, acara yang berbau budaya, hingga pawai kebudayaan.

Sunday, August 06, 2017

Online, Surga Penikmat Konten

(ilustrasi. Sumber : https://zephoria.com)
“Akses internet di luar rumah bisa jadi disebabkan karena semakin banyak orang yang memiliki akses melalui telepon genggam, juga ketersediaan wi-fi di area publik yang semakin umum. Sedangkan akses di rumah turut dipengaruhi oleh fasilitas wi-fi yang terjangkau,” 
--Hellen Katherina, Direktur Eksekutif Nielsen Media

Riset terbaru Nielsen yang dirilis 26 Juli lalu menunjukkan beberapa hal menarik, khususnya terkait industri digital dan media di Indonesia. Nielsen menyebut, riset mereka lakukan secara serius, karena melibatkan 1107 responden, yang rentang usianya antara 16-34 tahun. Selain itu, riset dilakukan di 11 kota besar di Indonesia, mewakili sedikitnya 54,8 juta penduduk.

Demografi menjadi salah satu hal menarik bagi Nielsen untuk melihat sejauh mana konten mampu mempengaruhi seseorang. Hal itu sekaligus menjadi kebutuhan bagi pembuat konten untuk menyasar pangsa pasar secara tepat. Secara umum, konsumsi media didasarkan atas 5 generasi, yakni: Generation Z (10 -19 tahun), Millenial (20 - 34 tahun), Generasi X (35 - 49), Baby Boomer (50 - 64) dan terakhir Silent Generation (65 tahun keatas).

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN