Sunday, August 06, 2017

Online, Surga Penikmat Konten

(ilustrasi. Sumber : https://zephoria.com)
“Akses internet di luar rumah bisa jadi disebabkan karena semakin banyak orang yang memiliki akses melalui telepon genggam, juga ketersediaan wi-fi di area publik yang semakin umum. Sedangkan akses di rumah turut dipengaruhi oleh fasilitas wi-fi yang terjangkau,” 
--Hellen Katherina, Direktur Eksekutif Nielsen Media

Riset terbaru Nielsen yang dirilis 26 Juli lalu menunjukkan beberapa hal menarik, khususnya terkait industri digital dan media di Indonesia. Nielsen menyebut, riset mereka lakukan secara serius, karena melibatkan 1107 responden, yang rentang usianya antara 16-34 tahun. Selain itu, riset dilakukan di 11 kota besar di Indonesia, mewakili sedikitnya 54,8 juta penduduk.

Demografi menjadi salah satu hal menarik bagi Nielsen untuk melihat sejauh mana konten mampu mempengaruhi seseorang. Hal itu sekaligus menjadi kebutuhan bagi pembuat konten untuk menyasar pangsa pasar secara tepat. Secara umum, konsumsi media didasarkan atas 5 generasi, yakni: Generation Z (10 -19 tahun), Millenial (20 - 34 tahun), Generasi X (35 - 49), Baby Boomer (50 - 64) dan terakhir Silent Generation (65 tahun keatas).

Sejauh ini, Millennial dan generasi X yang menjadi pangsa pasar terbesar bagi mayoritas konten tertentu, karena penggunaan media internet untuk mendapatkannya. Disamping itu, beragam jenis konten yang ditawarkan juga tak kalah banyaknya.

Survei Nielsen bertajuk “The New Trend Among Indonesia’s Netizen” pada bagian pertamanya membahas tentang penetrasi media. Ditemukan jika televisi masih memiliki peran sentral, ketika 96 persen responden sangat menikmatnya. Kemudian di posisi kedua adalah media berjenis static outdoor (53 persen). Selanjutnya baru internet (44 persen) setara dengan 24,2 juta penikmat), radio (37 persen), koran (7 persen), dan majalah (3 persen). 

Meski berada di posisi ketiga, penetrasi internet cukup mengejutkan. Ini artinya perkembangan internet di tanah air cukup signifikan. Meningkat 26 persen sejak lima tahun terakhir.

Selain penetrasi media, survei Nielsen jika menilik proposisi media berdasarkan Social-Economic Class (SEC). Hasilnya cukup menarik, ketika ditemukan masyarakat kelas 1 (berpenghasilan diatas rata-rata) ternyata mendominasi penggunaan TV berlangganan. Sedangkan untuk kelas menengah masih mengisi semua porsi, dengan persentase tertinggi ada pada TV konvensional, internet dan majalah.

Riset Nielsen juga mencatat jika perangkat tablet saat ini kurang dinikmati pengguna di Indonesia. Besarannya hanya 15 persen. Jumlah itu menurun drastis (baca: sebesar 50 persen) jika dibandingkan tahun 2015.

Sedangkan game berkonsol, smart tv, handheld media player dan wearable divice, persentasenya lebih kecil lagi. Faktor kenyamanan dinilai menjadi alasan mengapa tablet kurang diminati masyarakat yang menjadi responden.

Adapun perangkat yang paling disenangi masyarakat Indonesia dalam menikmati beragam media berbasis video, text, audio hingga still foto adalah Smartphone (94%) perangkat laptop (74%) dan PC (59%). Smartphone (ponsel pintar) sangat digandrungi karena kemewahan yang ditawarkannya. Ponsel-ponsel terbaru memiliki fitur-fitur yang disebut sebagai keajaiban teknologi abad ini.

Sementara itu, internet menjadi saluran media yang paling cepat bertumbuh. Hal tersebut dipengaruhi oleh aksesiblitas yang kian terjangkau. Perkembangannya setiap tahun sangat menakjubkan.

Khusus terkait media hiburan ternyata terjadi pergeseran. Kendati televisi masih memiliki porsi terbesar (baca: 77%), di sisi lain ada peningkatan yang signifikan untuk konten-konten video internet, khususnya Youtube sebesar 51%. Disusul online tv portal (44%) dan Internet Subscription of Tv seperti Neflix, Iflix, Hooq sebesar 28%.

Situs berbagi video populer, YouTube masih mendominasi pasar karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi. Selain dari kuantitas dan kategori video yang tersedia, kemudahan fitur juga merupakan alasan keberpihakan pengguna dengan portal video milik Google tersebut dibanding platform lain.

Sejauh ini, Youtube masih menjadi hal penting yang disaksikan oleh mayarakat indonesia, terbukti dengan besaran mencapai 98%. Sementara konten video detik.com (29%) berada di posisi kedua, disusul CNN Indonesia (27%), Liputan6 (25%), Kompas (24%), Vidio (22%) serta di posisi buncit ada Tribunnews (15%) dan Kapanlagi (14%)

Riset Nielsen juga mencoba melihat lebih jauh terhadap persentase masyarakat yang belum menikmati konten berbasis internet. Sedikitnya ada tiga alasan fundamental, yakni terkait ketersediaan infrastruktur (27%) sehingga tidak bisa menonton secara online, pengetahuan teknologi yang rendah (8%), serta kenyamanan dengan konten yang telah disediakan oleh TV konvensional (24%).

Hal ini membuktikan jika tidak semua penonton TV tradisional berpindah ke platform digital. Pasalnya, di kalangan pengguna internet sendiri, masih banyak yang lebih memilih menonton TV tradisional dibandingkan mengakses konten video secara online.

Dalam risetnya Nielsen juga mengukur keingintahuan responden terhadap sebuah konten tayangan, termasuk brand yang ditemui di internet. Hasilnya, selain responden berusia 50 tahun ke atas, kebanyakan responden (lebih dari 60 persen) mengaku berminat mencari tahu lebih lanjut terhadap konten ataupun produk tertentu. Pasalnya, konten dan iklan yang dilihat di internet selalu mengerucut pada pertanyaan, apakah hal tersebut cocok bagi mereka.

Jika telah cocok, kelompok yang kebanyakan berusia 16 - 49 tahun itu akan mencari tahu konten yang dimaksud, termasuk membeli produk yang ditawarkan secara online. Itu sebabnya, pembelian secara online akhir-akhir ini meningkat tajam.

Manfaatkan YouTube
Ketika kebanyakan responden membuktikan jika Youtube merupakan alternatif yang dicari untuk mengakses konten tertentu (baca; berita, film, iklan, dokumentasi, dll), maka kehadiran Youtube menjadi anomali. YouTube masih menjadi platform online video yang paling banyak diakses.

Bagi media televisi, khususnya televisi berita, membagikan item-item berita di Youtube tidak ada salahnya. Hal itu sangat baik untuk menarik perhatian penonton terhadap berita yang dibuat. Karena sifatnya yang kekal, memasukkan video di youtube akan tetap bisa ditonton hingga berkali-kali. 

Video yang tayang di Youtube juga bisa dishare ke banyak pihak sesuai keinginan. Ketika sebuah video telah dibagikan, maka hal itu akan menjadi viral. Semakin di-share, maka video itu akan semakin dikenal banyak orang.

Veronica Utami, Head of Marketing Google Indonesia menyebut YouTube sebagai market terbesar di Asia Tenggara. Mayoritas penggunanya di Indonesia adalah usia 15 - 34 tahun. Belum lagi ada 8 miliar video baru di Youtube tiap bulannya. 

Menilik banyaknya pesaing sekaligus pasar yang besar seperti itu, diperlukan pembeda antara konten yang dibuat dengan konten pihak lain. Kekhasan konten sangat perlu, karena hal itu menjadi ciri khas yang akan diingat penonton.

Menurut Veronica, setiap konten yang diunggah hendaknya dibuat secara kreatif dan memikat. Buktinya, dari daftar 10 iklan yang paling berhasil di YouTube selalu memanfaatkan format konten yang mengedepankan keindahan sinematik dengan cerita menggugah.

Konten yang dibuat juga sebaiknya memunculkan pesan yang jelas, padat dan tidak bertele-tele. Konten yang berdurasi panjang tidak selalu menjadi solusi menarik. Kecenderungan penonton yang ingin segera mengetetahui akhir cerita, perlu dijadikan acuan untuk tidak membuat konten yang berlebihan dan membosankan.

Perkembangan dunia digital membuat konten harus selalu berkomunikasi di lebih dari satu platform. Wendy Soeweno, Principle Partner dari Mindshare Indonesia, menyebutnya sebagai upaya melakukan eksplor lebih luas secara kreatif di berbagai media sosial. Hal ini  sekaligus membuktikan jika video web series kini kian digemari.

Selain itu, pembuat konten juga perlu memahami tren terkini. Dengan begitu, konten-konten yang dibuat sebaiknya relevan saat menyampaikan pesan kepada pasar. Membuat konten yang sangat digemari penonton juga tak ada salahnya dicoba. Selain menambah viewer, hal itu juga akan menambah pundi-pundi penghasilan lewat Youtube, terlebih jika video yang diunggah telah dimonetize.

Video Online  
Meningkatnya penetrasi internet dan banyaknya variasi pilihan media digital berimbas pada maraknya pelaku industri memproduksi berbagai jenis konten secara online. Para konsumen pun disuguhkan dengan berbagai macam pilihan konten yang kini lebih mudah diakses.

Hal itu terbukti melalui riset Nielson yang menyebut lebih dari 60 persen konsumen di kelompok usia 21-49 tahun seringkali melakukan pencarian lebih lanjut setelah melihat iklan video secara online. Tak hanya itu, lebih dari 30 persen konsumen seringkali melakukan pembelian secara online.
  
Berkaca dari kondisi itu para pembuat konten perlu mempertimbangkan strategi atau media apa yang masih relevan dengan produknya, sambil melihat sejauh mana metode pemasaran yang dipilih berkembang melalui platform digital yang ada.

Itu sebabnya, akses media online tidak harus terpaku pada sebuah platform media saja, namun sifatnya saling berkaitan dengan yang lain. Misalnya antara media online dengan iklan digital. Antara iklan digital dan toko online, dan lain sebagainya. Itu artinya, jika ingin menyasar kelompok umur tertentu, maka konten yang dibuat harus menyesuaikan dengan media online dan karakter dari kelompok umur yang disasar. (jacko agun)

No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN