Monday, November 02, 2009
AEC, Kemajuan dan Tantangannya
Oleh: Jekson Simanjuntak
Seorang peneliti di Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, Denis Hew, pernah mengatakan dalam satu laporan ilmiahnya pada Juni 2003 bahwa pembentukan Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic Community-AEC) perlu dilakukan secara bertahap. Langkah awalnya perlu diupayakan Asean Free Trade Area (AFTA), sebagai kawasan perdagangan bebas Asean. Meski sudah diresmikan sejak 2003 lalu, cakupannya perlu diperluas sehingga meliputi liberalisasi arus modal dan tenaga kerja sekaligus. Impiannya, komunitas ekonomi ini hampir mirip dengan pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa.
Seperti diketahui, ASEAN Economic Community (AEC) merupakan satu dari tiga pilar perwujudan ASEAN Vision 2020. Dua pilar lainnya adalah ASEAN Security Community dan ASEAN Socio-Cultural Community. Sesuai kesepakatan dalam ASEAN Summit pada bulan Januari 2007 lalu, pencapaian integrasi ekonomi melalui AEC akan dipercepat dari tahun 2020 menjadi tahun 2015, sebagaimana diusulkan mantan PM Singapura Goh Chok Tong dalam KTT Asean di Phnom Penh.
Pada kenyataannya, tak semua negara anggota Asean memiliki kemampuan ekonomi yang relatif setara, maka langkah awal liberalisasi menuju AEC dimotori oleh enam negara, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Indonesia, dan Brunei. Sedangkan, Kamboja, Laos, Vietnam dan Myanmar dilibatkan belakangan setelah segala sesuatunya memadai.
Untuk mewujudkan AEC 2015 ini maka disusun AEC Blueprint yang memuat karakteristik, elemen, rencana aksi prioritas, target dan jadwal atau timeline pencapaiannya di bahas dalam KTT Asean di Cebu, Filipina, Januari 2007 lalu. Momentum ini menandai optimisme para pemimpin negara anggota Asean terkait dengan pembentukan komunitas ekonomi kawasan, dimana Menteri Perdagangan RI Mari Elka Pangestu, terlibat aktif dalam pembentukannya.
Cetak biru tersebut memuat empat kerangka utama AEC, yaitu single market and production base, competitive economic region, equitable economic development, serta full integration into global economy.
Dengan pendeklarasian AEC Blueprint, 10 negara anggota Asean harus mampu mengsinergikan kebijakan ekonominya, khususnya terkait dengan kebijakan perdagangan dan jasa, kebijakan investasi serta kebijakan ketenagakerjaan yang mengacu pada cetak biru tersebut.
Tentu saja akan banyak kendala, lebih-lebih yang terkait kebijakan bea cukai. Denis Hew sejak awal mengisyaratkan sulitnya kebijakan bea cukai setiap negara anggota Asean untuk menghapus hambatan perdagangan dan sejenisnya.
Sejumlah Kemajuan.
Meski beragam persoalan bakal muncul dan berpotensi mementahkan pembentukan AEC, pemerintah Indonesia malah berharap besar dengan hadirnya komunitas ekonomi kawasan ini. Pasalnya, keberadaan AEC diharapkan dapat menuntun semua negara ASEAN mewujudkan sebuah Komunitas Ekonomi ASEAN yang terbuka.
“Blueprint ini akan menuntun proses pembentukan kebijakan di semua negara ASEAN agar kebijakan nasional dapat bersinergi dengan komitmen regional," jelas Menteri Perdagangan sesaat setelah Pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN dibuka resmi oleh Menteri Perdagangan dan Industri Filipina Peter B. Favila.
Peluang kerjasama ekonomi di lingkungan ASEAN akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan, terlihat dari Foreign direct investment (FDI) ke kawasan ASEAN pada tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 27%, yakni dari sekitar US$ 41 milyar menjadi US$ 52,4 milyar. Sementara itu untuk kuartal pertama tahun 2007, FDI ke ASEAN telah mencapai US$ 14 miliar atau meningkat 9% dibanding periode yang sama tahun lalu.
ASEAN juga berhasil mempertahankan kinerja ekspornya tahun lalu dengan mencatat kenaikan sebesar 16,5% dibanding tahun 2005, yakni dari US$ 650,63 milyar di tahun 2005 menjadi US$ 758,04 milyar di tahun 2006. Ekspor ASEAN pada kuartal pertama 2007 ini juga meningkat sebesar 10,1% dibanding periode yang sama tahun 2006.
Secara bertahap namun pasti, ASEAN telah berkembang sebagai satu kesatuan ekonomi yang menarik dan kompetitif. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh keinginan yang besar dari mitra dialog ASEAN untuk merundingkan FTA atau kerjasama ekonomi lainnya yang lebih erat dengan ASEAN.
Tantangan ke depannya adalah menjaga momentum dari proses integrasi ini dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian di Tanah Air agar perekonomian Indonesia semakin kompetitif dan dapat mengambil manfaat yang sebesar-besamya dari perwujudan ASEAN Economic Community di tahun 2015 nanti.
Tantangan AEC
Dalam kondisi yang sangat terfragmentasi, bukan tidak mungkin beberapa negara merasa tidak mendapat manfaat maksimal dengan diadakannya ASEAN Economic Community (AEC). Hal ini terjadi akibat adanya kebijakan yang belum bersinergi antara kebijakan negara masing-masing dengan kebijakan kawasan.
Integrasi perekonomian regional ala AEC yang sedang diupayakan sesungguhnya merupakan sesuatu yang wajar. Uni Eropa misalnya, telah menjadi salah satu prototipe penyatuan kawasan yang representatif tentang regionalisme perekonomian. Kawasan tersebut bahkan telah punya mata uang bersama, euro.
Dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya, para Menteri terkait juga membahas AEC Blueprint, selain membahas isu lain yang juga cukup penting, diantaranya pelaksanaan CEPT-AFTA dan upaya penyempurnaannya (antara lain terkait dengan berlakunya FTA dengan mitra dialog), pelaksanaan liberalisesi dalam konteks Priority Integration Sectors, dan penghapusan hambatan-hambatan non-tarif.
Namun, keraguan berikutnya muncul, perihal siapa paling diuntungkan dengan proyek besar pembentukan AEC, khususnya di rangkaian tahapannya? Di tataran ide, integrasi perekonomian Asean yang direkatkan oleh tema liberalisasi kawasan tentunya menawarkan aneka peluang dan sekaligus tantangan bagi masing-masing anggota Asean.
Pasalnya, laju pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran antar negara anggota Asean sangat fluktuatif. Negara Myanmar, misalnya, memiliki laju peningkatan perekonomian yang sangat berbeda dengan Indonesia, bahkan dengan Malaysia yang jauh lebih maju. Sehingga ada keraguan, bila negara-negara tersebut mengikuti tahapan-tahapan pembentukan AEC, dikhawatirkan tidak akan menguntungkan mereka. Pada kondisi ini, agenda pembentukan AEC bisa jalan di tempat.
Target waktu 2015 memang masih lama. Namun, bergulirnya waktu bisa terasa makin cepat, ketika beragam perbedaan dan kepentingan di kalangan negara anggota ASEAN sendiri masih belum terselesaikan. Akibatnya, ASEAN mengalami kesulitan dalam membangun kapabilitas organisasi ketika berhadapan dengan kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik ekstra regional dan arus besar globalisasi yang semakin kuat.
Akhirnya, harus diakui bahwa blue print komunitas ekonomi Asean sejauh ini masih merupakan sebentuk konsep yang ideal di tataran ide, namun tidak menutup kemungkinan akan menemui aneka kendala yang tak kalah sulit dibandingkan dengan hambatan perdagangan itu sendiri.
(source peta: http://www.commerce.gov.mm/eng/images/asean_map.jpg)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment