(Pelabuhan Namlea. Foto: jacko agun) |
Tak banyak yang tahu tentang keberadaan pulau dengan luas wilayah 12.655 km2 ini. Pulau yang terletak di Barat Ambon ini lebih terkenal dengan eks tapolnya ketimbang potensi kekayaan hasil bumi yang jadi primadona.
Buru, demikian nama pulau yang lebih dikenal sebagai sebuah noktah di atas peta kawasan Maluku. Walaupun noktah ini terlahir lebih besar ketimbang Pulau Ambon, "ibu kota Tanah Maluku" keberadaannya tak banyak digubris orang.
P. Buru, sebelum Perang Dunia II, merupakan pulau penghasil minyak kayu putih, selain penghasil sagu, yang terkenal di pasar-pasar P. Jawa dengan sebutan "Sagu Ambon". Sagu dari tempat para tapol berada, dikatakan orang sebagai sagu yang terbaik. Tapi karena tandusnya tanah serta teriknya sengatan matahari, membuat pencetakan lahan pertanian menjadi sulit. Belum lagi, jarangnya penduduk, keterbelakangan budaya, jauhnya jarak dari pulau-pulau terdekat, menjadikan P. Buru semakin terisolir. Karena itulah, pemerintah Orba menjadikannya sebagai "penjara" bagi orang-orang tahanan. Buru menjadi sama seperti "Sélong" di jaman VOC (dari kata Ceylon, Srilangka sekarang), atau "nDigul" di jaman Hindia Belanda. Tiga kata itu mempunyai arti setali tiga uang: “buangan”.