Tak banyak orang tahu, kalau di salah satu sudut kawasan Danau Toba, tepatnya di Desa Limbong Sagala, kecamatan Sianjur Mula-mula, Kabupaten Toba-Samosir, terdapat tradisi yang masih dipegang teguh oleh generasi terakhir yang peduli terhadap kearifan leluhur, dikenal dengan sebutan “Tatea Bulan”. Mereka juga percaya orang Batak pertama di turunkan di Pusuk Buhit, tak jauh dari desa itu berada.
Hari cukup cerah ketika kami menyusuri keelokan Sumatera Utara dari dataran tinggi Karo menuju kawasan Danau Toba, yang terkenal dengan keindahan alamnya. Danau yang kabarnya merupakan terluas di Indonesia dan terlebar ketiga di dunia, ternyata memiliki makna filosofis yang sangat strategis bagi suku Batak, suku yang mendiami kawasan itu sejak dulunya.
Lepas dari tanah karo, perjalanan yang berkelok-kelok dilanjutkan menuju Kabupaten Dairi yang terkenal dengan durian, sebelum akhirnya tiba di simpang tiga (jalan lintas Subussalam; red). Di sini kita harus mengambil arah ke kiri jika ingin mencapai kawasan Danau Toba dari sebelah barat. Biasanya tak sampai dua jam dari simpang tadi, kita akan memasuki daerah yang bernama “Tele”. Daerah yang letaknya cukup tinggi ini, sangat tepat untuk menikmati pemandangan Danau Toba dari sisi yang berbeda.