Saturday, April 30, 2011
Indeks Kebebasan Pers Dunia 2010
Rezim komunis di Asia masih menjadi ancaman bagi kebebasan pers.
Empat negara di Asia yang masih terkungkung oleh rezim komunis, seperti Korea Utara yang berada pada posisi 177, Cina (171), Vietnam (165) dan Laos (168), merupakan negara dengan peringkat kebebasan pers terburuk. Korea bahkan tercatat hanya berada satu peringkat di bawah Eritrea, yang tidak menunjukkan perbaikan. Dalam kerangka suksesi diatur oleh Kim Jong-il guna mendukung anaknya, telah melakukan tindakan yang sangat merugikan pers. Selain itu, China, meskipun mulai terbuka dengan kebebasan menggunakan internet, tetap saja berada dalam posisi rendah karena kegiatan sensor dan penindasan yang terus menerus, terutama di Tibet dan Xinjiang. Sementara itu, di Laos, tindakan represi memang sudah jauh berkurang, tetapi tindakan kekerasan terhadap pers cenderung meningkat. Di sisi lain, Partai Komunis Vietnam yang berkuasa masih tetap dengan pola-pola lama, dimana kebebasan berbicara sangat dibatasi. Kondisi ini bahkan lebih buruk dari tahun-tahun sebelumnya.
Di antara tiga puluh negara yang masuk survey Indeks Reporters Without Borders, ditemukan bahwa sepuluh negara Asia, khususnya Myanmar dengan junta militernya telah memutuskan akan mengurangi sistem sensor, sehubungan dengan pemilihan umum November tahun lalu
Sementara peringkat kebebasan pers di India dan Thailand turun drastis, akibat maraknya aksi-aksi kekerasan yang terus berlanjut.
Kekerasan sebagai akses kegiatan politik telah menghasilkan ketegangan yang berpengaruh pada peringkat indeks kebebasan pers. Thailand berada pada posisi 153, dimana dua wartawan tewas dan 15 luka-luka saat meliput penindasan militer pada aksi "baju merah" di Bangkok. Sementara itu India menyelinap ke posisi 122, turun 17 poin dari tahun lalu akibat kekerasan ekstrim di Kashmir.
Filipina berada di posisi ke-34 akibat pembantaian lebih dari tiga puluh wartawan oleh partisan dari salah satu gubernur di Pulau Mindanao. Meskipun beberapa pembunuh wartawan telah dibawa ke pengadilan, impunitas masih terjadi di sana.
Sedangkan di Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi ke 117 dan tidak dapat melewati zona ambang batas pada posisi 100, meskipun pertumbuhan media sangatluar biasa. Dua wartawan tewas di Indonesia pada tahun 2010 dan beberapa orang lain menerima ancaman, terutama untuk laporan mereka pada bidang lingkungan. Sedangkan Malaysia berada pada posisi 141, Singapura (136) dan Timor Timur (93), semua turun tahun ini. Secara singkat, penindasan belum berkurang di negara-negara ASEAN, meskipun telah mengadopsi piagam hak asasi manusia di setiap askpek kehidupan.
Afghanistan berada pada posisi 147 dan Pakistan di urutan 151. Disana kelompok-kelompok Islam mesti bertanggungjawab karena aksi-aksi bom bunuh diri yang berakibat pada rendahnya tingkat kebebasan pers disana. Akibatnya kedua negara tersebut berada pada posisi buncit. Peristiwa pembom bunuh diri dan penculikan menjadikan pekerjaan wartawan sebagai sebuah pekerjaan yang berbahaya bagi wilayah di Asia Selatan. Negara-negara tersebut juga sering melakukan penangkapan terhadap wartawan investigatif, yang kadang-kadang berujung dengan penculikan.
Demokrasi di negara-negara Asia Fasifik
Menurut survey Reporter Without Borders, negara-negara di Asia-Pasifik merupakan negara dengan peringkat yang mengesankan. Selandia Baru adalah salah satu dari sepuluh pemenang di peringkat atas, diikuti Jepang di posisi 11, sementara Australia di peringkat 18 dan Hong Kong pada posisi 34. Dua negara demokrasi asia lainnya, Taiwan dan Korea Selatan, meringsek naik di posisi 11 dan 27, setelah sempat menurun pada tahun sebelumnya. Meskipun beberapa masalah tetap ada, seperti isu independensi newsroom dan kebijakan editorial media milik negara, penangkapan dan kekerasan juga masih kerap terjadi.
Beberapa negara berkembang telah berhasil membuat perubahan drastis, khususnya Mongolia (76) dan Maldives (52). Sebagai aturan, pihak berwenang telah menghormati kebebasan pers yang dicatat dalam deklarasi bersama terkait delik pers di Maladewa.
Sebuah peringkat di Index Reporter Without Border kadang kala bisa menipu. Fiji yang berada pada posisi 149, misalnya. Meski naik tiga peringkat, saat pemerintah mengeluarkan undang-undang pers yang baru, pada tahun 2009, sbuah peristiwa tragis terjadi, dimana tentara dengan membabi buta menyerang kantor berita. Lalu pada tahun 2010 terlihat lebih tenang. Sri Lanka yang berada pada posisi 158 melonjak empat peringkat, karena kekerasan yang jauh kurang, meski tetap ada. Saat ini kemampuan media untuk menantang otoritas cenderung melemah, karena seringkali pemerintah melakukan pengasingan terhadap puluhan wartawan.
Dalam Indeks berdasarkan pelanggaran terhadap kebebasan pers, Asia, telah meraih peringkat rendah pada tahun 2010. Bahkan ketika semua pihak telah menekan negara-negara agak bisa menikmati kebebasan, perlakukan kekerasan oleh rejim yang berkuasa masih saja terjadi. Ketika tekanan terjadi di bawah kendali rezim otoriter, adalah wajib untu tidak melakukan sensor. baru-baru ini, kalangan intelektual Cina, Liu Xiaobo akhirnya dijatuhi hukuman sebelas tahun di balik jeruji akibat perjuangannya membela kebebasan berekspresi. Sebuah perjuangan yang patut dihargai dan diberi Hadiah Nobel Perdamaian, karena membawa harapan baru bagi wilayah Asia-Pasifik.
source : Reporter Without Borders
Label:
Prees Freedom International
Subscribe to:
Posts (Atom)