Friday, April 27, 2007

"KREATIFITAS, SEBUAH POTENSI TERSEMBUNYI"



Awalnya tak banyak orang menyangka bahwa kreatifitas bisa menjadi sebuah industri. Industri yang berpedoman dari ide-ide penemunya. Kreatifitas tidak saja dilihat sebagai pendorong dan penciptaan lapangan kerja, tetapi lebih jauh bisa berakibat pada pencapaian icome perkapita dalam jumlah besar di sebuah negara.

Imbas kreatifitas juga dirasakan dalam proyek regenerasi dan inklusi sosial, karena sebuah kreatifitas mulai diakui kehadirannya. Industri kreatif memang masih menjadi sesuatu yang baru bagi masyarakat kita. Walau belum semaju dunia usaha, potensi dunia kreatif yang ada di Indonesia sekarang ini cukup potensial. Ini bisa dirasakan, saat timbulnya nilai tambah sebuah produk setelah adanya sentuhan kreatif para pembuatnya.

Berdasarkan epistemologinya, industri kreatif adalah orang-orang yang mendasarkan kegiatannya pada kreatifitas, kecakapan dan bakat individual yang memiliki potensi untuk mendatangkan kemakmuran dan penciptaan lapangan kerja. Caranya melalui pemunculan dan eklporasi kekayaan intelektual.

Secara kasat mata, luasnya wilayah dan besarnya jumlah penduduk Indonesia, bermakna pada melimpahnya bahan baku, pekerja yang terampil, tradisi yang kaya dalam penciptaan karya seni, populasi kaum muda dalam jumlah besar, serta daya beli masyarakat menengah ke atas yang cukup besar.

Semangat berkarya bagi anak-anak muda di Indonesia juga patut dibanggakan. Tidak hanya di negeri sendiri, kiprah generasi muda kita cukup menonjol di kawasan Asia Tenggara. Di pasar ini, sebagian musisi, sutradara, pelukis, photografer dan penulis terkemuka banyak berasal dari Indonesia.

Survey “youthologi” yang dilakukan oleh “Ogilvy” pada tahun 2005 terhadap anak-anak muda menunjukkan munculnya jenis baru kreator-kreator muda yang mengubah hobi menjadi tambang uang.

Pengalaman Inggris

Mengapa Inggris? Mungkin menjadi pertanyaan pertama yang akan diajukan banyak orang. Negara ini menjadi penting sebagai acuan, karena perjuangannya di bidang kreatif patut diacungi jempol. Di bidang musik contohnya. Berhubung sempat anjlok di pertengahan tahun 80-an sampai pertengahan 90-an. Banyak pemusik Inggris yang hanya jago kandang, karena musiknya belum bisa diterima di Amerika ataupun di tempat lain.

Keadaan mulai membaik setelah pemerintah Inggris mendirikan UKMO (United Kingdom Music Office) yang membuka kantor cabang di banyak kota di dunia. Di New york, Amerika Serikat salah satunya. Lembaga ini banyak membantu musisi Inggris saat akan meluncurkan album baru. Ternyata hasilnya luar biasa. Penjualan album musisi Inggris meningkat. Bahkan demam BritPop sempat melanda Amerika.

UKMO memang langkah brilian pemerintah Inggris. Tetapi, kesadaran untuk mendirikan lembaga semacam ini tidaklah hadir dengan sendirinya. Ada jalan panjang mengikutinya. Pasalnya, sampai tahun 1997, sektor kreatif, termasuk industri musik masih dilihat sebelah mata bagi perkembangan perekonomian Inggris. Mereka menganggap industri kreatif tidak bakal langgeng.

Akhirnya, untuk menjawab keraguan tersebut, pemerintah Inggris melakukan pemetaan potensi industri kreatif di negara tersebut. Proyek pemetaannya pun di mulai pada tahun 1998 dan rampung pada tahun 2001.

Dokumen pemetaan tahun 2001 menunjukkan bahwa sektor kreatif setara dengan 7,9% PDB (Produk Domestik Brutto) Inggris pada tahun 2000. Penelitian juga menunjukkan pertumbuhan serupa dalam ekspor sektor ini mencapai 13%, sementara industri jasa 9% dan perekonomian secara keseluruhan hanya 5% saja.

Masih banyak contoh industri kreatif yang berkembang di salah satu negara Eropa ini. Sebagai sebuah negara maju, keuntungan yang berhasil dikumpulkan dari sektor informil berupa industri kreatif telah mencapai pertumbuhan sebesar 9% PDB sejak tahun 1997 sampai 2001, jauh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan ekonomi total yang hanya 2,8 %.

Setelah pemetaan nasional, beberapa daerah di Inggris juga melakukan pemetaan serupa untuk mendapat analisis mereka sendiri. Studi-studi perbandingan ini mencatat perubahan serupa yang tercermin dalam penelitian nasional.

Hal ini di perkuat dengan sebuah artikel majalah Financial Times, terbitan Inggris pada 2003 menyatakan industri kreatif lebih penting ketimbang jasa keuangan dalam perekonomian. Industri kreatif telah menjadi industri yang pertumbuhannya paling cepat. Dalam bahasa ekonominya, keberadaan sektor kreatif telah mengalahkan sektor tradisonal semacam pertanian dan pembuatan mobil.

Konsekuensinya, dukungan pemerintah bagi bisnis kreatif pun kian besar. Karena pendanaan bagi industri kreatif umumnya masih mengandalkan kocek sendiri, pemerintah Inggris akhirnya berinisiatif dengan The Princess Trust menyediakan dana bagi orang yang ingin memulai bisnis di sektor ini. Adapun bentuknya, berupa modal awal, dana pelatihan dan sebagainya.

Beberapa badan khusus yang merupakan kemitraan antara pemerintah dan pelaku bisnis pun di bentuk. Di Menchester dan Merseyside misalnya. Tugas utama badan ini adalah untuk membantu sektor ini terus tumbuh dan berkembang. Selain itu ada pula badan-badan di tingkat pusat yang membantu perdagangan produk kreatif ke luar negeri.

Sehingga, pajak yang tinggi bisa diterima dari kalangan usaha kreatif karena sebagian dari uang itu kembali ke mereka melalui bantuan pemerintah.

Potensi Indonesia

Bagaimana dengan Indonesia? Walau tak semaju negara Inggris, kemampuan berkarya anak-anak bangsa di sektor kreatif mulai menunjukkan perubahan. Semangat berkarya untuk melakukan yang terbaik dengan kemampuan sendiri, telah menjadi simbol gigihnya perjuangan anak-anak muda di negeri ini.

Sebagai contoh, ditemukannya kurang lebih 1500 gerai distribusi pakaian independen “distro” yang dikelola oleh anak-anak muda berusia 19 – 30 tahun di banyak tempat di Indonesia, seperti; Jakarta, Bandung, Jogyakarta, Medan, Makassar, Surabaya dan Bali. Distro-distro itu telah menjual bermacam-macam benda, mulai dari pakaian, buku, kerajinan, kaset dan lebel-lebel independen/terbatas dari seluruh Indonesia. Keuntungan yang bisa diraih mereka bisa mencapai US$ 75.000 hingga US$ 100.000 per bulan.

Anak-anak muda Indonesia juga terbukti handal dan jadi pesaing yang cukup disegani dalam industri animasi dan game video. Film Carlos Adventure produksi Castle (jakarta) dan Game Burning Armor Code E buatan Max Studio (Jakarta) jadi bukti tentang ketangguhan anak-anak muda kita dalam bidang ini. Hanya sayang jumlah anak muda kreatif seperti mereka tidak lah banyak.

Di dunia permebelan lain lagi. Tak ada yang menyangka merek Chamdani telah berhasil menembus pasar Eropa. Sebelumnya, Alam Calamus, perusahaan pembuat Chamdani hanya menerima pesanan dari merek terkenal luar negeri, seperti; Gervasoni (Itali) dan Pierse Martin (USA). Sekalipun barang yang mereka kirim setiap bulannya dalam puluhan kontainer, tetap saja yang mendapat nilai tambah adalah pemegang merek. Nasib Alam Calamus mulai berubah ketika mereka bertemu dengan designer-designer muda, seperti Joshua Simanjuntak dan Leonard Theosabrata yang meyakinkan perusahaan untuk membuat merek sendiri. Terbukti, merek Chamdani bisa diterima dan mampu bersaing di tingkat internasional. Para designer pun mendapat royalti yang tidak sedikit.

Yang juga tak kalah seru adalah munculnya banyak lembaga pendidikan yang menjadikan seni dan design sebagai mata kuliah pokok. Jumlah sekolah seperti ini sekarang bisa mencapai 100 buah dengan murid yang mendaftar mencapai 4000 orang per tahunnya. Industri kreatif ini semakin menjamur, sehubungan dengan makin banyaknya designer dan seniman muda yang memiliki jaringan internasional. Setelah tamat dari luar negeri, beberapa diantara mereka membuka sekolah yang ada hubungannya dengan seni dan design.

Aneka Kendala

Jika ingin di ulas lebih dalam, masih banyak lagi potensi kreatif bangsa Indonesia yang belum tersentuh. Dari sekian banyak potensi itu, bisa dikatakan kita belum mampu memaksimalkan apa yang dimiliki. Lihat saja, sentra-sentra produksi batik, lukisan, mebel maupun patung di Jawa dan Bali. Kebanyakan usaha ini tak mengalami kemajuan berarti. Sementara di sisi lain, bakat hebat para penggagasnya harus terhenti di tengah jalan.

Tak adanya bantuan pendanaan, menjadi alasan klasik untuk meneruskan usaha ini. Boleh dibilang, situasi Indonesia saat ini mirip dengan Inggris ketika industri kreatif masih terpinggrkan. Paradigma orang tentang industri kreatif belum banyak berubah. Bidang ini belum dianggap menjanjikan. Designer Ivan Gunawan, yang merancang kostum bagi banyak selebriti, bercerita bagaimana keluarganya tidak mendukung ketika ia mengambil jurusan design.

Masih adanya pemikiran lama yang menganggap kegiatan seni murni untuk seni dan tabu jika di komersialisasi, menjadi pandangan sempit yang keliru. Sehingga, ketika seni menghasilkan uang dianggap salah. Selain itu, ada juga pemisahan yang tegas antara sekolah seni dengan komunitas seni tradisional, seniman dengan pemerintah, lembaga pemerintah yang satu dengan yang lain, pelaku bisnis dengan pelaku bisnis lain, sehingga industri kreatif berjalan sendiri-sendiri.

Pemerintah disebut-sebut kurang memberi perhatian. Betulkah demikian? “Kata kreatif masih terdengar asing bagi pihak birokrasi.” Ujar Rheinald Kasali, ketua Program Magister Manajemen UI, dalam sebuah artikel. Kebijakan yang baik hanya bisa dilihat dari data awal yang akurat. Ini yang belum dimiliki Indonesia.

Akhirnya, industri kreatif seakan menjadi dektor ‘gelap’ di Indonesia. Berdasarkan angka yang berhasil di olah oleh The British Council, ditemukan angka baru di dunia periklanan pada tahun 2005 mencapai pertumbuhan belanja sebesar 30% per tahun, dan belanja iklan sebanyak US$ 2,3 miliar.

Rencana Ke Depan

Belum tanggapnya pemerintah diakui oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Ardiansyah Parman dalam sebuah kesempatan. Menurutnya; mengubah pola pikir memang tidak mudah. Makanya ibu Mari Pangestu (Menteri Perdagangan) menyambut baik munculnya industri kreatif ini.

Walau terkesan terlambat, pemerintah Indonesia akhirnya bergerak ke arah yang tepat. Salah satunya dengan pencanangan “Indonesia Design Power” (IDP) 2006 -2010 yang dikomandoi oleh Departemen Perdagangan dan Kementrian Kopereasi dan UKM.

Unsur IDP yang terpenting adalah proyek pemetaan potensi kreatif di Indonesia. Rencananya pemetaan ini akan dilakukan selama enam bulan mulai awal tahun 2007. Pelaksananya adalah industri percetakan dan grafika dan The British Council. Hasil ini akan sangat penting bagi pengembangan strategi ekonomi kratif di Indonesia.

Sejalan dengan IDP, pada tahun 2005 pemerintah membentuk PDKM (Pusat Dagang Kecil dan Menengah), sebuah lembaga yang berada di bawah Departemen Perdagangan, meliputi; produk pangan, sandang, kerajinan, manufaktur sampai teknologi tinggi. Bagi para pelaku bisnis kreatif, lembaga ini punya peranan penting. Pasalnya, seperti halnya di Inggris, pelaku bisnis kreatif di Indonesia umumnya merupakan UKM (Unit kegiatan Menengah).

Tugas utama PDKM adalah memecahkan berbagai masalah di UKM, antara lain; SDM, akses pasar dan pendanaan. Dengan adanya lembaga ini, secara langsung pemerintah telah membantu tumbuhnya sektor kreatif. Hanya saja, sebagian pelaku sektor kreatif merasa bahwa visi pemerintah belumlah jelas. Akibatnya mereka jalan sendiri-sendiri.

Ini yang dialami oleh Yoris Sebastian Nisiho (34) saat mengikuti IYMEY (International Young Music Enterpreneur of the Year) yang diselenggarakan oleh The British Council akhir Juni 2006 lalu.

Dengan konsep “Proyek Goliath” ia berhasil memikat para juri dan menjadikannya sebagai juara di ajang itu. konsepnya sebenarnya sederhana; ia mengajak para musisi mapan papan atas Indonesia untuk berinvestasi dalam pembuatan album musisi-musisi baru. Sebuah inovasi yang sangat briliant tentunya.

Untunglah label ‘kreatif’ pada industri saat ini bukanlah pepesan kosong. Para pelakunya tergolong sigap dan memang kreatif. Orang-orang yang berkecimpung dalam dunia grafika, misalnya. Mereka membentuk Forum Grafika Digital, sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan memajukan dunia grafis di tanah air.

Ketika pemerintah telah membuka keran dalam mendukung lahirnya sebuah industri kreatif, saatnya bagi pelaku di sektor ini untuk lebih bersinergi dan membuka diri dalam mengembangkan jaringan lintas disiplin kreatif. Sehingga akan menghasilkan sebuah komunitas kreatif yang saling menginspirasi dan berjalan bersama-sama.

No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN