Monday, November 29, 2010

Kegiatan Bisnis Prioritaskan Keanekaragaman Hayati


“Pemerintah dan pelaku usaha perlu membentuk kemitraan dalam membuat dunia yang berkelanjutan”, ujar James Griffiths, Direktur Ekosistem WBCSD (World Business Council for Sustainable Development).

Kegiatan bisnis sebenarnya bisa menjadi pendorong yang signifikan dari konservasi keanekaragaman hayati, dengan cara duduk satu meja bersama pemerintah dalam memikirkan peran yang konstruktif untuk merancang dan menerapkan solusi kebijakan yang berkelanjutan.

Hal ini merupakan inti dari pesan “Dewan Bisnis Dunia” untuk Pembangunan Berkelanjutan yang disampaikan dalam COP 10 tentang Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) di Nagoya beberapa waktu lalu.

Empat puluh tahun dari sekarang, yakni pada tahun 2050 mendatang, kita akan hidup di dunia yang sangat berbeda di mana jumlah penduduk dunia melonjak hingga 9 miliar. Jika diperhatikan dengan seksama implikasi pertumbuhan itu, tak heran jika saat ini kegiatan bisnis mulai melirik keanekaragaman hayati menjadi prioritas utama baik dari sisi bisnis maupun strategi keberlanjutan.

Potensi degradasi ekosistem dan hilangnya keanekaragaman hayati menjadi pertimbangan bagi semua pengambil keputusan investasi. Bukan hanya karena mereka membuat hubungan antar masyarakat menjadi baik, tapi karena perusahaan dan investor menyadari bahwa keanekaragaman menjadi dasar bagi keberhasilan bisnis, utamanya emisi karbon yang mereka hasilkan.

Keanekaragaman hayati layak untuk bisnis?

Sayangnya, dalam kerangka CBD (Convention on Biological Diversity) saat ini, bisnis tidak memiliki peranan yang jelas dalam proses mendiskusikan dan menciptakan solusi kebijakan internasional disamping keterlibatannya dalam forum regional maupun nasional.

Pemerintah-pemerintah di dunia belum mampu menciptakan dunia yang berkelanjutan pada bisnis mereka sendiri dan belum memanfaatkan kekuatan pasar untuk membentuk tren konsumsi akan bahan-bahan penting guna mencapai tujuan keanekaragaman hayati, seperti ditetapkan dalam rencana strategis CBD 2020 yang baru disetujui di Nagoya.

Itu sebabnya pemerintah dan pelaku bisnis perlu membentuk kemitraan untuk menghentikan dan mengembalikan hilangnya keanekaragaman hayati serta mengurangi degradasi kritisnya ekosistem terkait kegiatan yang mereka berikan. Kemitraan yang efektif dapat mendukung kebijakan lingkungan dan peraturan yang membentuk kekuatan pasar dengan menetapkan target yang realistis, seperti: prediksi, transparan, konsisten dengan waktu yang diajukan, serta menciptakan insentif yang sesuai dengan penggunaan yang berkelanjutan.

Sebuah laporan yang dirilis di Nagoya mengidentifikasi bahwa sektor bisnis mampu memainkan peran penting dalam mencapai konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Laporan berjudul “Keanekaragaman Ekosistem Hayati yang Efektif Terkait Kebijakan/ Peraturan dalam Memberikan Respon Terhadap Bisnis” menjadi diskursus pertama yang komprehensif terkait proposal kebijakan keanekaragaman hayati sebagaimana banyak disoroti oleh ekonom terkait ekosistem dan keanekaragaman hayati yang juga telah ditetapkan di Nagoya.

Tujuan laporan ini adalah memberi pencerahan dari sudut pandang bisnis pada pilihan kebijakan publik yang dapat dicapai terkait keanekaragaman hayati dan ekosistem. Studi kasusnya mencakup enam perusahaan anggota WBCSD (World Business Council for Sustainable Development) seperti: Natura, Rio Tinto, Fibria, Weyerhaeuser, Volkswagen dan PwC. Digambarkan bagaimana perusahaan dapat membantu mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati dan degradasi ekosistem melalui kerangka kebijakan baru dengan pendekatan peraturan, melakukan pembangunan serta menggalakkan jiwa volunteery , menetapkan standar baku dan sertifikasi pihak ketiga.

Laporan opsi kebijakan ini didukung oleh studi literatur lain tentang keberlangsungan bisnis menanggapi tantangan keanekaragaman hayati. Disitu digambarkan bagaimana 28 perusahaan dunia anggota WBCSD sudah mendukung tiga tujuan inti CBD (Convention on Biological Diversity) yakni: konservasi, pemanfaatan berkelanjutan dan pembagian manfaat yang adil melalui praktek-praktek bisnis yang dilakukan saat ini.

Pemberian Insetif Investasi

Penentuan strategi perlu ditingkatkan, salah satunya memberi insentif guna memberikan hasil yang nyata dalam memerangi hilangnya keanekaragaman hayati. Membuat mekanisme kebijakan yang mempengaruhi kekuatan pasar dan menciptakan insentif ekonomi untuk konservasi, dipercaya dapat membantu mendorong masuknya nilai keanekaragaman hayati dan ekosistem dalam pengambilan keputusan bisnis.

Salah satu temuan kunci dari laporan ini adalah perlunya reformasi subsidi panjang pada tataran retorika dan reformasi jangka pendek pada tindakan. Diantara pemerintah-pemerintah di dunia dan para pelaku bisnis perlu memeriksa kembali reformasi subsidi mereka.

Bisnis harus menerima perubahan yang diperlukan, dan pemerintah harus melakukan transisi sektor – sektor dan masyarakat perlu menentukan tujuan yang jelas terkait subsidi saat ini yang bisa saja merusak tujuan keanekaragaman hayati. Transparansi pada subsidi yang sudah ada menjadi prasyarat bagi sebuah debat publik dihubungkan dengan informasi tentang reformasi. Analisis sektor ekonomi swasta/industri harus dipanggil untuk membantu memahami ketergantungan dan dampak yang ditimbulkan.

Mekanisme pasar dapat digunakan untuk mengatasi perubahan iklim dan emisi karbon secara global, serta keanekaragaman hayati dan ekosistem secara lokal (seperti konservasi lahan basah) karena sanggup menyediakan kerangka kerja untuk membangun pasar layanan ekologi regional dan nasional, dan konservasi struktur perbankan.

Selain itu, banyak dari sasaran struktur akuntansi saat ini terlalu sederhana dan sulit untuk melacak akuntabilitas mereka. Sangat penting bahwa pengukuran ini dibuat relevan untuk bisnis, dimana bisnis diberi peran yang jelas dalam penyampaiannya.

Peningkatan akuntansi hijau pasti akan membantu pendekatan kemajuan nasional untuk menilai ekosistem dan jasa ekosistem dalam hal ekonomi. Dengan demikian bisa dipastikan bahwa sektor publik dan swasta dalam pengambilan keputusan sekitar keanekaragaman hayati menjadi lebih intuitif dan efektif, atau, dalam istilah ekonomi “menjamin internalisasi ekosistem secara eksternal”.

Semua perusahaan yang mempengaruhi ekosistem sangat tergantung pada fungsi ekosistem untuk tetap eksis dalam bisnis. Selama 40 tahun berikutnya, ekosistem akan diubah lebih cepat dan lebih luas dari sebelumnya.

Mendukung bisnis sebagai penyedia solusi melalui insentif investasi dan kerangka kebijakan yang mengurangi dampak negatif dari pengelolaan ekosistem menjadi pilihan pemanfaatan secara berkelanjutan.

Para pembuat kebijakan dan bisnis tidak dapat terus melakukan sesuatu dengan cara yang sama dan mengharapkan hasil yang berbeda untuk keanekaragaman hayati. Bisnis tidak dapat lagi mengabaikan dampak keanekaragaman hayati dan ketergantungannya. Pemerintah pun harus lebih aktif mencari masukan dari pelaku-pelaku bisnis melalui forum-forum publik terkait kebijakan mereka.

Oleh karena itu WBCSD menyambut baik aspirasi konstruktif yang keluar dari diskusi di Nagoya untuk meningkatkan keterlibatan sektor usaha terutama drafting ulang strategi keanekaragaman hayati nasional dan rencana aksi. Sektor usaha melihat ke depan adanya peluang kerjasama dengan pemerintah dalam menerjemahkan aspirasi ini ke dalam dialog yang efektif dan tindakan nyata. (Jacko agun)

(animasi:www.greencrossaustralia.org)

No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN