Friday, July 01, 2016

*Psychedelic|

(Ilustrasi Psychedellic. Source:https://s-media-cache-ak0.pinimg.com) 
“I was tired of pretending that I was someone else just to get along with people, just for the sake of having friendships.” 
― Kurt Cobain

Beberapa malam lalu saya menonton film dokumenter berjudul Kurt Cobain: Montage of Heck, yang mengisahkan perjalanan hidup seorang Kurt Cobain, vokalis band grunge Nirvana yang meninggal pada usia 27 tahun. Bagi saya film itu sangat bermakna, karena memberi banyak pelajaran penting. Salah satunya, karena film itu mengandung Psychedelic yang sangat kuat.

Film besutan sutradara Brett Morgen itu mendekati sempurna, menurut saya. Betapa tidak, Kurt Cobain: Montage of Heck menjadi film dokumenter pertama yang berkisah tentang kehidupan Kurt Cobain yang mendapat 'restu' dari keluarga dan ahli waris. Pun semuanya original dengan latar suara asli Kurt Cobain.

Morgen, yang juga merangkap penulis dan produser dalam film itu, memiliki akses penuh terhadap arsip-arsip Cobain. Tak heran jika film berdurasi 132 menit itu diisi dengan beragam footage, mulai dari dokumentasi video keluarga, rekaman suara, tulisan, sketsa dan banyak properti pribadi Cobain yang belum pernah dilihat publik. 

Menurut saya, ditengah kontroversi yang melingkupi kesehariannya. Pun, banyak yang mencemooh dengan menganggapnya sebagai panutan bagi orang-orang bodoh, karena gaya hidup dan sifatnya yang sangat kasar ketika diatas panggung. Namun sejatinya, Cobain merupakan pribadi yang hangat. Pribadi yang memiliki karakter kuat. Setidaknya itu yang tergambar ketika ia menjadi suami dan ayah dari anak bernama Frances Cobain, meski akhirnya harus bunuh diri di tahun 1994.

Terlepas dari pola pikir dan kesehariannya ketika dewasa, Cobain kecil merupakan tipikal anak yang kreatif menurut saya. Mungkin super kreatif. Dari gambar-gambar yang ia buat, dari tulisan-tulisan tangannya, saya yakin, cobain merupakan anak cerdas. Anak berbakat yang berbeda dengan anak-anak seusianya.

Cobain juga lincah dalam menulis. Kemampuannya menulis telah dimulai sejak kecil, ketika ia rajin menuliskannya di diary. Apa saja yang dialami ia tulis. Lewat buku harian itu, penggemar jadi tahu banyak tentang kehidupan Cobain. Dengan bahasa sederhana yang sarat makna, Cobain menuliskan semua kesedihan, pemberontakan hingga rasa cintanya. Tak heran, jika sedikitnya ada 4000 lembar catatan yang telah ia torehkan dan kini bernilai sejarah tinggi.

Selain menulis Cobain juga rajin menggambar sejak kecil. Kegemarannya itu mengingatkanku pada seorang bocah yang juga rajin corat-coret sejak kecil. Bocah itu adalah..... Ehm, maaf, tidak akan saya jelaskan disini, karena tidak terlalu penting juga.

Yang pasti, tipe lukisan yang mereka hasilkan agak mirip. Selintas terkesan aneh, futuristik, apa adanya dan dipenuhi dengan garis-garis tegas. Juga berisi sebuah pesan. Pesan dari kegundahan hati. Bahkan, kabar terakhir yang saya baca menyebut, dalam waktu dekat, beberapa lukisan atau lebih tepatnya coretan tangan Cobain akan dipamerkan. Lukisan itu merupakan karya-karya Cobain yang tak banyak orang tahu.

Selain menulis dan menggambar, Cobain juga rajin merekam suaranya. Hal-hal yang menarik perhatiannya direkam dalam format pita seluloid (kaset). Kebanyakan merupakan ide-ide cemerlangnya, tentang kecintaan terhadap musik, pemberontakan sosial dan kesedihan.

Sayang, seperti kebanyakan persoalan anak-anak di Amerika, ketika orangtua mereka bercerai, maka itulah ikhwal segalanya. Mula dari persoalan yang takkan kunjung selesai, sebelum rekonsiliasi dilakukan.

Cobain merasa terpukul dan perlahan berubah menjadi pribadi yang sulit diatur. Ia lalu hidup berpindah-pindah tempat, mulai dengan ibunya, ayahnya, serta kakek neneknya. Cobain sulit menerima kenyataan bahwa ia tak mendapatkan kasih sayang yang memang sangat didambanya. Cobain lalu melampiaskan kekesalannya setelah berkenalan dengan mariyuana.

Sebelum bersentuhan dengan narkotika, Cobain telah lebih dahulu menggandrungi gitar. Ia pun memilih musik sebagai salah satu jalan keluar. Lewat musik ia meluapkan emosinya, pasca kian buruknya hubungan dengan keluarga dan teman-teman sekolah yang terus mengolok-oloknya dengan menyebut ‘The Retard F*cker’. Cobain merasa dipermalukan. 

Diluar sikap pemberontakannya, ada satu yang menarik perhatian saya, yakni ketika dalam catatannya Cobain menyebut bahwa perempuan merupakan mahkluk yang harus dihormati dan dijaga dengan baik. Menurut saya kondisi itu menunjukkan betapa Cobain sangat menghargai perempuan, sebagaimana ia menghormati ibunya. Pun, ia sangat menyayangi ibunya.

Kondisi itu yang membuatnya tak memiliki banyak persinggungan dengan wanita selama hidupnya. Maklum ia juga tipikal pemuda pemalu. Bahkan ketika teman-teman seusianya telah melakukan hubungan seksual, ia terpaksa berbohong dengan mengatakan telah melakukan hal serupa.

Lewat film itu, dikisahkan hanya 3 wanita yang berperan di kehidupan Cobain, yakni ibunya dan 2 perempuan lain yang singgah di kehidupannya. Satu diantaranya adalah Courtney Love, sang istri. Ketiga perempuan itu yang kemudian menjadi narasumber utama di film Kurt Cobain: Montage of Heck.

Oh ya, di film itu juga dijelaskan mengapa mereka membentuk Nirvana, sebuah “grunge psychedelic band” yang melegenda. Bersama Krist Novoselic dan Dave Ghorl, mereka memulainya dari satu bar ke bar lainnya.

Belakangan, aksi mereka mendapat banyak perhatian, salah satunya lewat alunan musik yang sangat powerful dan distorsi gitar yang kasar. Tak hanya itu, struktur lagu yang kompleks lewat lirik yang surealis, serta suara serak Cobain dan tentu saja aksi panggung mereka yang tak lazim (baca: menghancurkan alat-alat musik) jadi penanda bagi Nirvana. Sebuah ciri dari band yang mengusung ide-ide psychedelic.

Setelah menghasilkan album Bleach, Nirvana yang terikat dengan label major,  melahirkan “Nevermind” pada tahun 1992. Lagu Smells Like Teen Spirit menjadikan hidup mereka berubah 180 derajat. Sebuah kepopuleran yang tidak mereka harapkan sama sekali. 

Nirvana memang hanya peduli terhadap musik. Dalam sebuah sesi wawancara, Cobain menegaskan jika ia lebih suka mendengarkan apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain terhadap musiknya, ketimbang harus menjelaskan mengapa ia menghasilkan musik yang begitu. 

“Tak ada yang perlu dijelaskan dari musik Nirvana. Nikmati saja”, ujar Cobain.

Jika merujuk pada karya-karya Nirvana lewat sentuhan cerdas seorang Cobain, maka pemaknaan tentang psychedelic tergambar nyata. Sebuah pola pandang dan cara berkreasi yang unik telah menemukan bentuknya. Hal itu tergambar dari keseluruhan hasil yang berkaitan tentang mewujudkan pola-pikir, dan menerjemahkan jiwa yang dilakukan Kurt Cobain.

Bagi saya ide psychedelic sangat menarik. Karena psychedelic merupakan kemampuan melakukan visualisasi dari ide-ide apa yang muncul di pikiran menjadi vision (penglihatan) yang diterjemahkan ke dunia nyata.

Kendati demikian, banyak yang menyebut psychedelic setara dengan keadaan seperti trance (baca: tidak sadar diri), meditasi, yoga, dan bermimpi. Maklum sama-sama dipengaruhi sebuah kondisi, sebuah pemaknaan baru yang sulit tuk diungkapkan.

Tidak hanya musik, psychedelic juga berlaku bagi banyak hal, termasuk sastra. Efek psychedelic mampu membuat seseorang merasakan perubahan, mengalami pemaknaan berbeda dari sebelumnya. Memiliki pandangan baru. Kebanyakan akan tersugesti dan meyakini sugesti itu, mulai dari anggapan bahwa perubahan merupakan hal yang wajar, pencerahan hingga polaritas antara kebingungan dan psikosis, khususnya ketika mendefinisikan sesuatu. Menurut saya, kajiannya jadi sedikit filosofis.

Dari beberapa sumber disebutkan jika psychedelic berasal dari bahasa yunani, dengan asal kata: “soul,” ψυχή (psyche), and “manifest,” δήλος (delos), yang berarti adalah manifestasi pikiran. Selanjutnya istilah itu digunakan oleh dokter jiwa Humprey Osmond di tahun 1957, berkaitan dengan pengalaman perasaan saat menggunakan psychedelic drugs

Efek psychedelic sejatinya sementara, namun pada kondisi kronis akan menimbulkan kepekaan tinggi hingga luapan emosi yang tak terkontrol. Psychedelic biasanya muncul dengan berbagai teknik, seperti meditasi, stimulasi sensorik, namun yang paling sering lewat penggunaan obat psychedelic

Penggunaan obat psychedelic mulai tersebar luas di Amerika dan Inggris pada pertengahan 1960. Saat itu, istilah psychedelic merujuk pada keadaan kejiwaan dimana sesorang mengalami halusinasi dan hilang kesadaran akibat pengaruh obat-obatan. 

Pada masa itu, semua yang berhubungan dengan psychedelic sangat buruk. Belum lagi, banyak seniman menggunakan bantuan obat-obatan agar mencapai keadaan psychedelic. Itu sebabnya, karya seni yang tercipta dinamakan Seni Psychedelic. Sebuah karya unik yang mempunyai efek besar dalam perubahan kebudayaan dunia, yang tidak saja mempengaruhi televisi, film, sastra, seni, literatur namun juga musik, yang kemudian dikenal sebagai musik psychedelic

Era psychedelic diyakini terdeskripsi dengan baik pada masa dimana gerakan sub-kultur yang lebih tenar disebut sebagai hippies muncul. Kondisi itu biasa digunakan untuk menggambarkan beatniks yang pindah ke Haight-Ashbury distrik San Fransisco. Kedua kata-kata, “hip” dan “hep” berasal dari budaya Amerika, Afrika dan menunjukkan “kesadaran.” 

Kaum hippies awal mewarisi nilai-nilai countercultural dari Beat Generation, menciptakan komunitas mereka sendiri, mendengarkan psychedelic rock, memeluk revolusi seksual, dan beberapa obat yang digunakan seperti jamur, ganja, LSD dan sihir untuk mengeksplorasi keadaan kesadaran yang berubah.

Sub-kultur hippie (1960) merupakan gerakan pemuda yang muncul di Amerika lalu menyebar ke negara lain di seluruh dunia. Etimologi dari ‘hippie’ adalah hipster, dan pada awalnya hippie merupakan gerakan kaum muda yang mementang peraturan baku tentang hidup yang sudah dicetuskan terlebih dahulu oleh kaum Bohemian, menolak tatanan kelas serta warna kulit dengan membuat perkumpulan sendiri.

Pada Januari 1967, psychedelic lewat manusia hippie menjadikan Golden Gate Park di San Francisco sebagai cikal bakal populernya budaya hippie, yang kemudian mengkristal usai acara Summer of Love di Pantai Barat Amerika dan Woodstock Festival di Pantai Timur (1969). 

Mungkin psychedelic termasuk literatur yang kontroversial. Bisa jadi karena banyak penyimpangan, seperti pemakaian obat-obatan dan aktivitas seksual bebas. Namun penganut psychedelic percaya, jika psychedelic tak melulu berkonotasi negatif, karena pada kondisi tertentu, mereka mampu terhubung dengan sang pencipta hingga menghasilkan dorongan kreatifitas yang luar biasa.

Pada kondisi kekinian, bisa jadi banyak yang belum bisa menerima aliran psychedelic, karena kesan negatifnya. Setiap orang bebas menyatakan pendapat, namun menurut saya, psychedelic merupakan salah satu pencapaian manusia. Pencapaian tentang pengenalan akan diri mereka sendiri.

Jika dahulu pembahasan psychedelic lebih banyak bersinggungan dengan drugs, namun kini, kondisi itu telah memunculkan budaya baru. Sebuah budaya yang memerlukan kajian lebih luas dan mendalam. Sebuah budaya yang bercerita tentang kebebasan berekspresi. Sebuah tataran di alam pikiran tentang jiwa-jiwa yang resah. Jiwa yang berharap mampu membawa perubahan. Tentang realitas dari sudut pandang yang berbeda

Tak hanya itu, psychedelic juga merupakan hak-hak sipil dan privasi pemikiran yang harus diapresiasi. Sebuah keinginan yang membebaskan imajinasi tentang kehidupan, tentang alam, tentang apapun. Pun tentang bagaimana mereka memandang semesta dari sudut pandang imajinasi yang kemudian diterjemahkan menjadi sebuah karya, baik lewat kata-kata, lirik maupun gambar (visual) indah.

Atas proses itu, saya pun menyebut psychedelic sebagai cara tuk bersyukur. Bersyukur atas semua yang bisa dicapai. Semua yang bisa diserap maknanya. Sebuah cara yang membawa banyak orang kepada sudut pandang tertentu akan pengenalan sebuah ide.

Akhirnya, lewat panca indera, masing-masing orang akan melihat, mendengar, dan merasakan apa yang terjadi disekitarnya. Lewat psychedelic semua ego akan larut dan ia akan berperan sebagai katalis yang mampu mensinergikan imajinasi.

Lalu, ketika psychedelic mampu memunculkan perubahan persepsi dan perubahan pola pikir yang membebaskan, maka kebahagiaan pun tercipta. Tentu saja, karena bahagia adalah impian semua orang, bukan? Persis seperti quote-nya Cobain :

“My songs have always been frustrating themes, relationships that I've had. And now that I'm in love, I expect it to be really happy, or at least there won't be half as much anger as there was.” -Kurt Cobain
(jacko agun)


No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN