(Source: https://syincome.files.wordpress.com/2010/04/pria_dan_wanita.gif) |
Gadis : “Dia mencumbui saya lalu melakukan hubungan seksual, dok.”
Dokter : “Dia melakukan seperti yang kita lakukan tadi?”
Gadis : “Ya. Memang itulah yang dia lakukan ketika itu”
Dokter : “Hmm.., itu juga masih belum boleh dipanggil bangsat. Itu tandanya dia sayang kamu!”
Gadis : “Tapi kemudian dia memberitahu saya bahwa dia mengidap AIDS”
Dokter : “Hah?? Brengsek!! Dia memang bangsat!!.. Bangsaatttt!!!!.. Lelaki Bangsat!!!
Beberapa hari lalu, saya membaca berita di media online yang menjelaskan jika pembunuh Chatarina Wiedyawati (30) alias Wiwid, akhirnya ditangkap. Wiwid merupakan calon pengantin yang ditemukan tewas usai pamit kepada orangtuanya untuk melakukan foto pre-wedding. Diduga ia tewas dibunuh oleh calon suaminya, Martinus Asworo (33).
Petugas Kepolisian Polda Sumatera Selatan akhirnya menangkap Martinus di tempat persembunyiannya di sebuah kosan Anggrek lantai 2 No 7, Jalan Maulana Yusup, Bandar Lampung, Senin (12/6/2017) sekitar pukul 14.30 WIB.
Pria yang merupakan pegawai koperasi SMA Xaverius 1 Palembang itu sehari-harinya bertugas sebagai tukang fotokopi. Martinus ditetapkan sebagai tersangka atas pembunuhan Chatarina Wiedyawati, kekasihnya. Sebelum ditangkap, Martinus diketahui selalu berpindah tempat untuk mengelabui petugas.
Pria yang merupakan pegawai koperasi SMA Xaverius 1 Palembang itu sehari-harinya bertugas sebagai tukang fotokopi. Martinus ditetapkan sebagai tersangka atas pembunuhan Chatarina Wiedyawati, kekasihnya. Sebelum ditangkap, Martinus diketahui selalu berpindah tempat untuk mengelabui petugas.
Masih lewat media online dikisahkan, awal mula bencana terjadi ketika Martinus mengaku tidak punya uang untuk melangsungkan pernikahan mereka yang telah dijadwalkan pada 5 September mendatang.
Martinus yang malu lalu memukul Wiwid dengan kunci stir mobil hingga meninggal. Setelah itu, Martinus membuang tubuh calon istrinya itu di daerah Sukarame Palembang. Martinus juga sempat membersihkan sisa darah di mobil Innova yang disewanya bersama Wiwid, agar aksinya tidak ketahuan.
Membaca itu, kesadaran saya sebagai manusia beradab, bangkit! Sulit menerima, jika ada manusia sekejam itu, tega membunuh calon istri yang mungkin telah berkorban banyak untuk laki-laki semacam Martinus.
Menurut saya, satu kata yang cocok dilekatkan bagi Martinus adalah “Bangsat”. Ya, hanya laki-laki “bangsat” yang tega melakukan kekejian seperti itu.
Jika menilik KBBI daring, arti kata bangsat adalah kepinding; kutu busuk; atau orang yang bertabiat jahat (terutama yang suka mencuri, mencopet, dan sebagainya).
Dari kata itu, “bangsat” kerap ditujukan bagi mereka-mereka yang memiliki perilaku buruk, jahat, pengkhianat, usil, dan munafik. Singkatnya, arti kata “bangsat” sangat negatif.
Saya lalu teringat idiom lama yang menyebut “Pada dasarnya semua laki-laki adalah bangsat”. Utamanya jika sedang menjalin hubungan dengan lawan jenis. Baik itu hubungan istimewa, biasa saja, atau pertemanan sambil lalu.
Pertama kali mengetahui hal itu, saya cenderung setuju! Setuju, karena acapkali, apapun akan dilakukan demi menarik simpati lawan jenis yang ditarget. Segala cara akan dilakukan, mulai dari mengirimkan coklat, membawa makanan kesukaan hingga menuliskan berbait-bait kata-kata cinta yang memuakkan. Pun, termasuk mengajak dinner di tempat-tempat asyik nan berkelas.
Menurut saya, semua itu tak lebih dari pencitraan semu sembari menipu diri. Uniknya, banyak yang melakukannya secara sadar, meski tahu hal itu tidak baik untuk dirinya sendiri dan orang lain disekitarnya.
Tetiba saya teringat seseorang yang menurut penilaian kelompok ronggeng (baca: selain saya) telah melakukan hal-hal seperti yang saya utarakan diatas.
Dari diskusi-diskusi kecil di kebun belakang, kebanyakan setuju dan menyebutnya masuk dalam kategori “bangsat”. Ya, dia memang bangsat, menurutku. Uniknya, si bangsat terbilang lihai menutupi sifat bangsatnya, sehingga banyak yang tidak menyangka jika ia lah bangsat sejati. Uniknya, dihadapan khalayak ramai, si bangsat bertindak seakan-akan tidak ada yang istimewa. Namun dari sikap dapat terbaca dan semua juga tahu ada yang berbeda. Ada yang tak biasa.
Saya kemudian dibawa kembali pada masa dimana pernah dekat dengan perempuan tua. Perempuan biasa saja sebenarnya. Perempuan yang menurut saya tidak cantik-cantik amat, namun mengagumkan ketika mengetahui alur berpikirnya.
Kala itu, saya telah mengetahui jika memiliki bakat sebagai bangsat. Namun kadarnya masih cetek. Saya juga yakin, jika terus menerus menipu diri dengan berlaku seolah-olah sebagai pribadi ideal, maka pada saatnya, saya menjadi bangsat tulen. Bangsat profesional seperti bangsat-bangsat pada umumnya.
Saya lalu kepikiran, apa untungnya melakukan tipu diri seperti itu. Apakah akan membuat hidup menjadi lebih baik? Apakah saya mampu menggaet lawan jenis yang diinginkan? Membuatnya terkesima lalu mengikuti segala keinginan saya? Atau, ketika ia sadar bahwa sifat asli saya ternyata berbeda, bukankah itu menyedihkan. Ibaratnya, saya menggali kubur sendiri.
Pertanyaan-pertanyaan sederhana itu kemudian menyadarkan dan mencerahkan. Saya lalu dihadapkan pada pilihan, bahwa menjadi diri sendiri jauh lebih baik. Jujur dengan diri sendiri jauh lebih bermakna. Selesai dengan diri sendiri juga tidak akan menimbulkan beban. Termasuk, memaksimalkan kemampuan diri dengan bakat yang dimiliki jauh lebih penting, ketimbang terjebak pada pencitraan yang membuat lelah.
“Lo akan capek sendiri, bung”, ungkap seorang teman di suatu ketika.
Saya kemudian berjanji pada diri sendiri, untuk menjadi pribadi yang apa adanya, sebaik-baiknya diri sendiri. Saya tidak akan menjadi si anu, atau menjadi si polan, demi hal-hal yang tak banyak manfaatnya.
Itu sebabnya, ketika pertama kali menjalin hubungan serius dengan seorang perempuan muda, secara jujur saya berkata: “ Mohon maaf, aku ini bangsat! Aku ini bajingan! Karena itu, jangan percaya omonganku. Jangan! Karena bisa saja semua yang kukatakan tak lebih dari upaya mencuri perhatian. Aku takut kamu kecewa”.
Mendengar itu, si perempuan hanya terdiam. Hening seketika. Saya lalu berceloteh tentang hal-hal lainyang perlu diketahui dengan kesadaran penuh.
“Aku gak terbisa menipu diri dengan melakukan hal-hal, seperti harus bertingkah baik, bermuka manis, berlaku bijak atau terlihat gagah dihadapanmu biar dibilang hebat. Ehm.., gak bisa”, paparku di suatu senja, ketika kami menghabiskan waktu di beranda sanggar.
Puluhan tahun berlalu, hal yang sama juga saya utarakan kepada satu-satunya bocah perempuan yang pernah ada. Saya ingin ia mengenal laki-laki secara benar. Saya ingin ia tidak mudah diperdaya oleh mulut manis pria. Karena kelemahan perempuan ada di pendengaran dan laki-laki pada matanya.
Tak heran jika di banyak kasus, perempuan kerap jadi korban, akibat tak kuasa melawan bujuk rayu seorang bangsat. Rayuan yang biasanya hadir lewat suara ataupun kata-kata indah. Fxxk! Asli menjijikkan.
“Jangan pernah percaya omongan laki-laki, nak!” pintaku padanya.
Sementara jika balik lagi pada kelakuan si bangsat, saya yakin semua itu tak lebih dari upaya menarik perhatian. Bayangin aja, di momen-momen tertentu, ia terbukti lihai memunculkan ide pembicaraan, ketika sebelumnya hening. Seperti ada yang tersedot dengan obrolan yang ditawarkan si bangsat.
Damn.., hal itu bukan sekali dua kali terjadi! Sampai-sampai seorang sahabat pernah berkata: “Edan! Bisa aja dia cari topik pembicaraan, padahal sebelumnya gak mengarah kesitu”.
Jika dirunut, kelebihan bangsat yang satu ini memunculkan ide pembicaraan emang jagonya. Ada saja idenya yang memaksa lawan jenis ngobrol lebih lama, meskipun kualitas obrolannya “receh” alias gak menarik.
Tapi itulah dia si bangsat. Hal-hal sepele yang tak kepikiran sebelumnya, bisa jadi celah yang jika di-maintance menjadi diskusi panjang tak tentu arah hingga berjam-jam lamanya.
Sementara saya, pasti lebih memilih diam! Maklum tidak punya pengalaman untuk urusan begituan. Saya juga tak pernah punya ide tentang bagaimana caranya menarik perhatian perempuan. Tentang topik apa yang harus disampaikan, atau kata-kata apa yang sebaiknya diutarakan terlebih dahulu. Asli bego! Gak pernah kepikiran sama sekali.
Saya hanya akan aktif untuk urusan-urusan tertentu, seperti membahas aktivitas alam bebas, berdiskusi tentang konservasi atau sekedar bercengkerama soal sepeda "touring" yang mulai marak akhir-akhir ini.
Karena itu, saya heran seribu persen dengan bangsat yang hidupnya tak bisa lepas dari perempuan. Heran, mengapa ia mampu melakukan itu. Mungkinkah menggunakan pelet??? Ntah... Yang pasti, orang-orang seperti itu, sebagian besar otaknya berkonotasi sex dan wanita. Gak ada yang lain.
Jika ingin sedikit nakal, merunut jauh kebelakang, tepatnya ketika si bangsat masih belia. Dipastikan hidupnya hanya dan hanya untuk kegiatan gak penting, seperti “pacaran”. Kegiatan berduaan tanpa pernah peduli sekeliling. Bangsat seperti ini, hanya akan memikirkan dirinya sendiri. Selfish!
Lalu, ketika si bangsat berhasil dengan pengalaman itu, kemungkinan besar ia akan mengulanginya kepada yang lain. Tentu saja, karena tabiat manusia sulit berubah. Ia akan melakukan duplikasi terus menerus semasa hidupnya.
Itu sebabnya, mereka yang terjerat narkoba akan sulit lepas dari belenggu narkoba. Atau orang yang tergila-gila dengan gadget, akan selalu tertarik dengan kehadiran ponsel terbaru. Demikian seterusnya, lagi dan lagi.
Dibalik semua itu, hanya orang bego dengan tingkat intelejensia bengkok yang akan termakan bujuk rayu seorang bangsat. Mereka yang menjalin hubungan dengan seorang bangsat, lama kelamaan menjadi bangsat juga. Karena itu, tak salah pepatah lama yang menyebut: seorang bangsat hanya akan berteman dengan sesama bangsat. Demikian akhirnya ketika sebangsa bangsat bertambah banyak.
Saya berani mengatakan ini, karena saya seorang laki-laki dan juga berpotensi menjadi bangsat. Saya tahu betul, seperti apa laki-laki kalau sudah 'ngebet'. Atau seperti apa laki-laki menyimpan rahasianya.
Ya, karena saya laki-laki, maka saya tahu persis tabiatnya laki-laki. Beda halnya dengan banci. Saya gak tahu dan gak pernah bersinggungan dengan kelompok itu.
Karena itu, jika dihadapkan pada kondisi ekstrem, para bangsat saya sarankan untuk menikah! itu jauh lebih baik, ketimbang membodohi diri dan keluarga, dengan tetap mengaku-ngaku sebagai teman tanpa jarak. Teman dalam bayangan.
Saya berani mengatakan ini, karena saya seorang laki-laki dan juga berpotensi menjadi bangsat. Saya tahu betul, seperti apa laki-laki kalau sudah 'ngebet'. Atau seperti apa laki-laki menyimpan rahasianya.
Ya, karena saya laki-laki, maka saya tahu persis tabiatnya laki-laki. Beda halnya dengan banci. Saya gak tahu dan gak pernah bersinggungan dengan kelompok itu.
Karena itu, jika dihadapkan pada kondisi ekstrem, para bangsat saya sarankan untuk menikah! itu jauh lebih baik, ketimbang membodohi diri dan keluarga, dengan tetap mengaku-ngaku sebagai teman tanpa jarak. Teman dalam bayangan.
Pertanyaan berikutnya, apakah para bangsat punya nyali? Punya energi besar melakukan itu? Atau pada dasarnya, mereka hanya begundal genit? Tikus got yang sukanya bermain api, namun tak ingin terbakar? Semua kini ada ditanganmu. Para bangsat, silahkan tentukan pilihanmu! (jacko agun)
No comments:
Post a Comment