ket: Jeram Rizal Nurdin sebagai pembuka pengarungan di Sungai Asahan
(foto: jacko agun)
Lewat
layar kaca, kulihat lagi keelokannya. Lewat layar kaca pula ku teringat
keganasan ombaknya. Sebuah bukti yang begitu nyata karya Sang Maestro Agung.
Karya itu adalah Sungai Asahan.
Hari
itu (10/03/2012) saya mendapat kabar dari seorang kolega yang bercerita tentang
tayangan petualangan di salah satu televisi swata. Dia bertutur tentang
ganasnya Sungai Asahan. Sejenak akalku mengembara, kembali ke masa 10 tahun
silam. Masa dimana saya dan teman-teman mapala mencoba menggeluti liarnya
Asahan yang memang sudah mendunia.
Bagi
pengarung jeram, sungai ini menjadi semacam barometer untuk mengukur tingkat
eksistensi jika ingin disebut sebagai rafter. Kurang afdol rasanya, jika tidak
berarung jeram di sungai ini bagi mereka yang mengaku penggiat arung jeram. Banyak
kalangan menilai Asahan termasuk sungai terbaik ke tiga di dunia, setelah
Zambesi di Afrika dan Colorado di Amerika Serikat. Tak jelas siapa yang pertama
kali memberi predikat tersebut. Yang pasti gaungnya terasa hingga hingga
sekarang.
Sekilas,
sungai ini terlihat sangat berbahaya. Pun, tak sedikit yang kecut saat
merasakan gemuruh deburannya. Tak ayal, sungai ini memang diperuntukkan bagi
rafter freak. Bagi pemula, tidak disarankan mengarungi sungai ini tanpa
didampingi guide berpengalaman. Pasalnya, jeram besar siap meluluhlantakkan
perahu beserta isinya. Jika tidak percaya, tak ada salahnya mencoba?
Sungai
Asahan merupakan salah satu sungai besar yang ada di Propinsi Sumatra Utara.
Sungai ini memiliki hulu di Danau Toba, mengalir melalui pintu Bendungan PLTA
Sigura-gura. Aliran Sungai ini melewati beberapa wilayah, seperti Kabupaten
Tobasa dan Kabupaten Asahan, hingga akhirnya bermuara di Teluk Nibung, Selat
Malaka.
Bentang
alam di sepanjang sungai membuatnya
memiliki kontur yang berliku, bergelombang, dan diapit oleh
tebing-tebing terjal. Tingkat kecuramannya juga tajam membuat perbedaan
gradient (baca: sudut kemiringan) yang besar. Akibatnya jeram-jeram yang
terbentuk sangat besar dan bervariasi antara grade III+ hingga V.
Sehari-hari
debit Sungai Asahan cenderung stabil karena di atur oleh PLTA Sigura-Gura.
Dalam kondisi normal debit air yang mengalir mencapai 120 meter kubik/detik
dengan kedalaman rata-rata sekitar 5 - 7 meter. Namun tak tertutup kemungkinan
debit air bertambah, saat bendungan di buka, ketika volume air di hulu
berlebih.
Menuju
Kesana
Sungai
Asahan telah menjadi tujuan wisata terbatas bagi penggila arung jeram sejak era
90-an. Saat itu hanya sedikit operator yang menyediakan jasa wisata arung
jeram. Tamunya pun kebanyakan turis yang memang gemar olahraga air. Perlahan
namun pasti, kalangan pecinta alam mulai merambah sungai ini, saat kejuaraan
bertaraf Internasional di gelar sejak tahun 2000. Saya termasuk orang yang
beruntung pernah menikmatinya.
Menuju
Sungai Asahan dapat di tempuh melalui 2 rute. Rute pertama via Medan – Porsea,
Tobasa dengan waktu tempuh 5-6 jam perjalanan darat. Dari Porsea, perjalanan
kemudian dilanjutkan menuju Bandar Pulo, tepatnya di desa Parhitean dengan
waktu tempuh 3 jam. Total 8-9 jam perjalanan dari Medan. Banyak kalangan yang
memilih rute ini karena akan melintasi Danau Toba yang tersohor. Selain itu,
mata juga akan dimanjakan dengan panorama alam ditingkahi sejuknya udara
pegunungan.
Rute
kedua, melalui lintas timur Sumatera dari Medan ke Kisaran. Ke tempat ini ada
dua alternatif transportasi, yakni menggunakan bus atau kereta api dengan
masing-masing waktu tempuh 3-4 jam. Dari Kisaran perjalanan dilanjutkan ke
Bandar Pulo, berlanjut kea rah Porsea. Dengan menaiki angkutan Opranto jurusan
Porsea, pengunjung lalu berhenti di Desa Parhitean.
Jalur
ini cenderung sepi karena jumlah angkutan yang terbilang jarang dan kondisi jalan yang kurang baik.
Jumlah angkutan yang sedikit melalui Desa Parhitean membuat para penikmat arung
jeram lebih memilih menyewa kendaraan demi menghemat waktu di perjalanan.
Tak
Ada Hotel
Setiba
di Desa Parhitean, jangan berharap menemukan penginapan. Di desa tersebut tidak
tersedia losmen seperti layaknya lokasi
wisata pada umumnya. Setidaknya itu yang saya ingat pada tahun 2001 silam. Saat
itu kami beruntung bisa menumpang di rumah warga.
Menumpang
di rumah warga memang jauh lebih murah ketimbang menginap di hotel. Selain itu,
sisi kenyamanannya pun jauh berbeda. Hanya saja, saat menginap di rumah warga
kita akan mendapatkan atmosphere yang berbeda. Suasana pedesaan yang sangat
khas lengkap dengan keramahan penduduknya, bisa kita rasakan.
Menumpang
di rumah warga, tak perlu repot dengan besaran biaya. Semua biasa diselesaikan
dengan cara kekeluargaan. Tak ada harga pasti, yang ada hanya negoisasi.
Umumnya warga senang dengan kedatangan tamu, karena akan memberi pengetahuan
baru. Sementara bagi tamu, mereka bisa menikmati suasana lingkungan pedesaan
dengan udara yang masih bersih.
Salah
satu rumah warga yang cukup familiar dan sering ditumpangi para pengarung jeram
adalah rumah Pak Simatupang, berjarak 500 meter dari jembatan Parhitean. Di
tempat itu, Pak Simatupang juga membuka warung makan.
Selain
karena keramahannya, Pak Simatupang merupakan penduduk lokal pertama yang
mencicipi ganasnya jeram Asahan. Di tahun 90-an bersama Kurt, seorang rafter
dari Austria, dan Mr Halim, rafter asal Jerman, mereka menjadi tim pertama yang
berhasil memetakan sungai ini dalam sebuah expedisi.
“dulu
kondisi sungai ini tidak se-terbuka sekarang. Sungainya juga masih seram. Tak ada orang yang berani
mendekat. Takut hanyut, “ ujarnya dalam sebuah sesi wawancara 10 tahun silam.
Sebagai
penghargaan atas pengorbanannya mendukung wisata arung jeram di Sungai Asahan,
namanya pun diabadikan menjadi nama jeram yang lokasinya berada persis di
belakang rumahnya. Sedikitnya ada dua jeram yang diberi nama sesuai dengan
namanya, yakni jeram Simatupang I dan jeram Simatupang II.
Jeram
Asahan
Kedahsyatan
sungai ini telah menggugah kesadaran pemerintah setempat untuk mempopulerkannya sebagai tujuan wisata ekstrim
bagi turis mancanegara. Terbilang sejak tahun 2001 event tahunan bertahap
internasional di gelar. Bertajuk lomba
arung jeram dan kayak Internasional menjadikan sungai ini semakin mendunia.
Lebih dari puluhan tim perahu karet dan kayaker dari berbagai negara memenuhi
tempat ini saat perhelatan tersebut diadakan. Di atas riamnya, sudah 8 kali
diadakan kejuaraan arung jeram nasional dan internasional sejak tahun 2000.
Secara
umum, kesulitan jeram Sungai Asahan bervariasi tergantung tingkat kemampuan
seseorang. Jeram-jeram sepanjang Sungai Asahan cenderung sambung-menyambung
tanpa arus yang benar-benar tenang.
Tak
jarang kondisi ini membuat para rafter, --sebutan bagi penggila arung jeram--
harus berusaha sekuat tenaga untuk bisa menepi karena tidak adanya arus tenang
“flat”. Salah mengambil ancang-ancang
berhenti, perahu bukannya berhenti, malah hanyut ke arah hilir.
Di
sungai ini batu-batu pembentuk jeram banyak ditemukan di bawah permukaan air.
Beberapa diantaranya berserak hinga ketepian. Jika tidak waspada kita akan
dihempaskan oleh liarnya jeram. Itu sebabnya mengamankan pijakan kaki menjadi
penting. Mendayung dengan kuat juga turut menjaga keseimbangan perahu saat
diombang-ambingkan jeram.
Never
Ever End Rapids
Di
Sungai Asahan, terdapat 4 etape
pengarungan yang dimulai dari Desa Tangga di bagian hulu. Etape ini sambung
menyambung, menjadi alternatif rute yang bisa di pilih saat berarungjeram. Rute
pertama dijuluki dengan istilah ”Never Ever End Rapids”. Berawal dari Desa
Tangga hingga Jembatan Parhitean sejauh tiga kilometer dengan waktu tempuh
sekitar setengah jam.
Dinamai
”Never Ever End Rapids”, karena tipikal jeramnya yang sambung menyambung. Meski
jeramnya tidak terlalu besar, kemungkinan terhempas bisa saja terjadi. Di tambah
lagi dengan kemiringan permukaan sungai
turut membentuk jeram yang tak putus-putusnya. Biasanya start awal
sangat menentukan, karena salah membaca arus bisa berakibat fatal.
Di
etape ini, kita akan menemukan dua jeram besar, yaitu Rabbit Hole (grade V) dan
Rodeo Hole (grade IV). Jeram ini merupakan favorit kayaker, karena di tempat
itu mereka bisa berlatih memaksimalkan kemampuan dengan melakukan gerakan
‘eskimo roll’ dan gerakan “rodeo roll”.
Sementara bagi tim perahu karet, sebelum melalui jeram ini, hendaknya
melakukan pemetaan jalur (scouting).
Rabbit
Hole merupakan jeram pembuka, di mana terdapat beberapa patahan yang
menghasilkan drop disertai hole. Kombinasi hole-hole inilah yang membentuk
rabbit hole. Teori yang menyatakan ”ikut arus utama lebih baik”, mungkin kurang
tepat pada jeram ini. Arus utamanya akan menabrak batu dengan perbedaan
ketinggian mencapai satu meter. Kondisi ini akan menghasilkan terjunan
(drop) yang sangat berbahaya. Bila
perahu menyentuh batu ini, apalagi sampai naik di atasnya, maka peluang
terbalik (flip) sangat besar.
Lepas
dari Rabbit Hole, sekitar 400 meter di depan, kita akan dihadang oleh kombinasi
hole-hole pendek yang membentuk jeram Rodeo Hole. Sangat penting untuk tetap
mempertahankan perahu pada arus utama di jeram ini. Begitu bisa melewatinya,
maka jeram berikut hingga Jembatan Parhitean sudah relatif berada pada tingkat
kesulitan lebih aman.
Pada
penghujung rute, kita akan dijamu dengan sebuah jeram besar bergrade III+ bernama Rizal Nurdin Rapid. Jeram ini tepat
berada di bawah Jembatan Parhitean, sebagai penghormatan bagi mantan Gubernur
Almarhum T. Rizal Nurdin atas jasanya dalam pengembangan arung jeram Sungai
Asahan.
Hula
Huli Run
Etape
kedua, sering disebut dengan Hula huli Run yang berakhir dengan Jeram Nightmare. Rute ini berujung pada air terjun setinggi 5
m yang tentu saja sangat berbahaya. Karena berbahayanya, jeram terakhir di beri
nama “Nightmare Rapid”. Secara umum, etape ini relatif aman untuk diarungi.
Bagi pemula, rute ini memang sering ditawarkan.
Banyak
kalangan menyebut etape ini sebagai rute wisata. Mengambil start dari belakang SD di Desa
Tangga, pengunjung di ajak menikmati deburan ombak yang ditimbulkan oleh
Asahan. Seakan tiada henti, jeram-jeram besar akan menghantarkan perahu hingga
berakhir di jeram Hula Huli, sesuai dengan nama desa setempat.
Etape
ini panjangnya hanya 3 kilometer dengan dominasi jeram ber-grade III+. Sungguh
sangat menguras adrenalin. Biasanya
banyak tamu yang ketagihan di rute ini. Mereka pun akan mengulanginya pada
keesokan harinya.
Karena
jeram yang sambung menyambung, para rafter menamai rute ini dengan sebutan Hula
Huli Run. Run yang artinya berlari, sangat tepat diistilahkan di sungai ini.
Pasalnya dalam waktu singkat, kita akan melahap, seakan berlari, semua jeram
yang tersaji indah. Sebuah pengarungan yang sangat menantang.
Selain
itu, lebar sungai antara 30-50 meter membuat perahu bisa bergerak leluasa. Jika
terjadi sesuatu, tim pertama bisa menepi, sembari menunggu tim lainnya. Artinya
pertolongan sangat mungkin dilakukan.
Lepas
dari Hula Huli, kita bisa menyaksikan kedahsyatan jeram besar lainnya berbentuk
hole. Tim harus ekstra waspada saat melaluinya. Karena salah membaca arus,
membuat perahu bisa berputar-putar hingga tersedot ke dalamnya. Sebutan untuk
jeram tersebut adalah sucking hole dan
berlanjut pada jeram Tiger Shark, yang merupakan kombinasi ombak yang
besar-besar.
Lalu
kita akan menemukan jeram Simatupang I dan II, berakhir pada Zivana Rapid
(garde IV) yang tak boleh dianggap
enteng. Jeram ini letaknya tidak jauh dari rumah penduduk yang berada persis di
pinggir jalan.
Midde
Section
Jika
tidak segera berhenti di Zivana Rapid, maka perahu akan berlanjut hingga Jeram
Nightmare. Tim pengarung perlu memastikan bahwa mereka berhenti tepat ketika
mencapai Zivana. Jika terlambat sedikit saja, akan sulit bagi perahu karet
untuk berhenti. Pasalnya debit air di tempat ini sangat kencang.
Biasanya
tim arung jeram akan berhenti untuk selanjutnya melewati air terjun via darat.
Karena jarak yang cukup jauh, pilihan menggunakan kendaraan roda empat
merupakan pilihan bijak. Lepas dari air terjun, pengarungan akan kembali
dilanjutkan. Para rafter menyebut etape ini dengan sebutan Middle Section.
Di
Sungai Asahan tidak semua bagian sungai bisa dilalui dengan perahu. Lagi-lagi
karena tingkat kecuraman yang sangat tinggi. Sama halnya seperti jeram
Nightmare yang berada di awal etape ini. Jika dihitung-hitung jeram yang
terbentuk memiliki grade V, yang sebetulnya sangat riskan dilalui. Banyak
penggiat arung jeram yang menyarankan tidak melalui jeram-jeram seperti ini
karena sangat beresiko.
Seingat
saya, belum pernah ada tim yang pernah
melalui Jeram Nightmare. Lepas dari Nightmare jeram-jeram besar masih menunggu.
Ada beberapa jeram ber-grade V yang
sangat berbahaya, seperti Three Rock Run, The Fresh Cancan dan Honey Moon
Horror. Semua jeram tersebut lebih asyik jika dinikmati dari kejauhan.
Middle
Section merupakan etape paling berbahaya di Sungai Asahan. Maskotnya yang
paling terkenal adalah Nightmare Rapid. Saking bahayanya jeram ini, membuat
upaya penyelamatan sangat sulit jika ada perahu yang terlanjur masuk di jeram
ini. Belum lagi tebing-tebing sungai menjadi penghalang. Jangankan rafter lokal,
rafter internasional pun banyak yang menghentikan langkah dengan portaging
(angkat perahu) di jeram ini.
Halims
Run
Berikutnya
adalah Halims Run. Halims Run menjadi etape terakhir di Sungai Asahan. Rute ini
dimulai dari Desa Batu Mamak yang berakhir di Desa Bandar Pulo. Sekitar 3,5 jam
waktu yang dibutuhkan saat melewati rute ini. Jika di bagian hulu, jeram-jeram
besar tampak mendominasi, berbeda dengan bagian hilir. Di tempat ini, arus
tenang banyak ditemukan. Selain itu, pengunjung juga akan disuguhkan
pemandangan air terjun yang terdapat di
sepanjang aliran sungai.
Tebing-tebing
tinggi menjulang menjadi bentukan alam yang juga sayang tuk dilewatkan.
Tebing-tebing ini mengular hingga ke bagian hilir. Tebing-tebing curam itu
menjadi saksi bisu dahsyatnya erupsi Gunung Toba sekitar 50 juta tahun lalu.
Dan sungai ini menjadi saluran mengalirnya
magma pada zaman itu.
Menikmati
Sungai Asahan di rentang waktu yang panjang, ternyata tak membuatnya berbeda.
Pesonanya masih tetap sama, persis seperti 10 tahun silam. Sebuah bukti
keagungan Tuhan yang begitu nyata.
Melihatnya kembali di layar kaca, membuatku rindu ingin berada di sana. Rindu
menggeluti liarnya Asahan.
No comments:
Post a Comment