Sunday, July 28, 2013

Meliuk di Ganasnya Jeram Asahan


ket: Jeram Rizal Nurdin sebagai pembuka pengarungan di Sungai Asahan
(foto: jacko agun)

Lewat layar kaca, kulihat lagi keelokannya. Lewat layar kaca pula ku teringat keganasan ombaknya. Sebuah bukti yang begitu nyata karya Sang Maestro Agung. Karya itu adalah Sungai Asahan.
 
Hari itu (10/03/2012) saya mendapat kabar dari seorang kolega yang bercerita tentang tayangan petualangan di salah satu televisi swata. Dia bertutur tentang ganasnya Sungai Asahan. Sejenak akalku mengembara, kembali ke masa 10 tahun silam. Masa dimana saya dan teman-teman mapala mencoba menggeluti liarnya Asahan yang memang sudah mendunia.
 
Bagi pengarung jeram, sungai ini menjadi semacam barometer untuk mengukur tingkat eksistensi jika ingin disebut sebagai rafter. Kurang afdol rasanya, jika tidak berarung jeram di sungai ini bagi mereka yang mengaku penggiat arung jeram. Banyak kalangan menilai Asahan termasuk sungai terbaik ke tiga di dunia, setelah Zambesi di Afrika dan Colorado di Amerika Serikat. Tak jelas siapa yang pertama kali memberi predikat tersebut. Yang pasti gaungnya terasa hingga hingga sekarang.
 
Sekilas, sungai ini terlihat sangat berbahaya. Pun, tak sedikit yang kecut saat merasakan gemuruh deburannya. Tak ayal, sungai ini memang diperuntukkan bagi rafter freak. Bagi pemula, tidak disarankan mengarungi sungai ini tanpa didampingi guide berpengalaman. Pasalnya, jeram besar siap meluluhlantakkan perahu beserta isinya. Jika tidak percaya, tak ada salahnya mencoba?
 
Sungai Asahan merupakan salah satu sungai besar yang ada di Propinsi Sumatra Utara. Sungai ini memiliki hulu di Danau Toba, mengalir melalui pintu Bendungan PLTA Sigura-gura. Aliran Sungai ini melewati beberapa wilayah, seperti Kabupaten Tobasa dan Kabupaten Asahan, hingga akhirnya bermuara di Teluk Nibung, Selat Malaka.
 
Bentang alam di sepanjang sungai membuatnya  memiliki kontur yang berliku, bergelombang, dan diapit oleh tebing-tebing terjal. Tingkat kecuramannya juga tajam membuat perbedaan gradient (baca: sudut kemiringan) yang besar. Akibatnya jeram-jeram yang terbentuk sangat besar dan bervariasi antara grade III+ hingga V.
 
Sehari-hari debit Sungai Asahan cenderung stabil karena di atur oleh PLTA Sigura-Gura. Dalam kondisi normal debit air yang mengalir mencapai 120 meter kubik/detik dengan kedalaman rata-rata sekitar 5 - 7 meter. Namun tak tertutup kemungkinan debit air bertambah, saat bendungan di buka, ketika volume air di hulu berlebih.
 
Menuju Kesana
 
Sungai Asahan telah menjadi tujuan wisata terbatas bagi penggila arung jeram sejak era 90-an. Saat itu hanya sedikit operator yang menyediakan jasa wisata arung jeram. Tamunya pun kebanyakan turis yang memang gemar olahraga air. Perlahan namun pasti, kalangan pecinta alam mulai merambah sungai ini, saat kejuaraan bertaraf Internasional di gelar sejak tahun 2000. Saya termasuk orang yang beruntung pernah menikmatinya.
 
Menuju Sungai Asahan dapat di tempuh melalui 2 rute. Rute pertama via Medan – Porsea, Tobasa dengan waktu tempuh 5-6 jam perjalanan darat. Dari Porsea, perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Bandar Pulo, tepatnya di desa Parhitean dengan waktu tempuh 3 jam. Total 8-9 jam perjalanan dari Medan. Banyak kalangan yang memilih rute ini karena akan melintasi Danau Toba yang tersohor. Selain itu, mata juga akan dimanjakan dengan panorama alam ditingkahi sejuknya udara pegunungan.
 
Rute kedua, melalui lintas timur Sumatera dari Medan ke Kisaran. Ke tempat ini ada dua alternatif transportasi, yakni menggunakan bus atau kereta api dengan masing-masing waktu tempuh 3-4 jam. Dari Kisaran perjalanan dilanjutkan ke Bandar Pulo, berlanjut kea rah Porsea. Dengan menaiki angkutan Opranto jurusan Porsea, pengunjung lalu berhenti di Desa Parhitean.
 
Jalur ini cenderung sepi karena jumlah angkutan yang terbilang  jarang dan kondisi jalan yang kurang baik. Jumlah angkutan yang sedikit melalui Desa Parhitean membuat para penikmat arung jeram lebih memilih menyewa kendaraan demi menghemat waktu di perjalanan.
 
Tak Ada Hotel                                                                                              
 
Setiba di Desa Parhitean, jangan berharap menemukan penginapan. Di desa tersebut tidak tersedia losmen  seperti layaknya lokasi wisata pada umumnya. Setidaknya itu yang saya ingat pada tahun 2001 silam. Saat itu kami beruntung bisa menumpang di rumah warga.
 
Menumpang di rumah warga memang jauh lebih murah ketimbang menginap di hotel. Selain itu, sisi kenyamanannya pun jauh berbeda. Hanya saja, saat menginap di rumah warga kita akan mendapatkan atmosphere yang berbeda. Suasana pedesaan yang sangat khas lengkap dengan keramahan penduduknya, bisa kita rasakan.
 
Menumpang di rumah warga, tak perlu repot dengan besaran biaya. Semua biasa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Tak ada harga pasti, yang ada hanya negoisasi. Umumnya warga senang dengan kedatangan tamu, karena akan memberi pengetahuan baru. Sementara bagi tamu, mereka bisa menikmati suasana lingkungan pedesaan dengan udara yang masih bersih.
 
Salah satu rumah warga yang cukup familiar dan sering ditumpangi para pengarung jeram adalah rumah Pak Simatupang, berjarak 500 meter dari jembatan Parhitean. Di tempat itu, Pak Simatupang juga membuka warung makan.
 
Selain karena keramahannya, Pak Simatupang merupakan penduduk lokal pertama yang mencicipi ganasnya jeram Asahan. Di tahun 90-an bersama Kurt, seorang rafter dari Austria, dan Mr Halim, rafter asal Jerman, mereka menjadi tim pertama yang berhasil memetakan sungai ini dalam sebuah expedisi.
 
“dulu kondisi sungai ini tidak se-terbuka sekarang. Sungainya juga  masih seram. Tak ada orang yang berani mendekat. Takut hanyut, “ ujarnya dalam sebuah sesi wawancara 10 tahun silam.
 
Sebagai penghargaan atas pengorbanannya mendukung wisata arung jeram di Sungai Asahan, namanya pun diabadikan menjadi nama jeram yang lokasinya berada persis di belakang rumahnya. Sedikitnya ada dua jeram yang diberi nama sesuai dengan namanya, yakni jeram Simatupang I dan jeram Simatupang II.
 
Jeram Asahan
 
Kedahsyatan sungai ini telah menggugah kesadaran pemerintah setempat  untuk mempopulerkannya sebagai tujuan wisata ekstrim bagi turis mancanegara. Terbilang sejak tahun 2001 event tahunan bertahap internasional di gelar.  Bertajuk lomba arung jeram dan kayak Internasional menjadikan sungai ini semakin mendunia. Lebih dari puluhan tim perahu karet dan kayaker dari berbagai negara memenuhi tempat ini saat perhelatan tersebut diadakan. Di atas riamnya, sudah 8 kali diadakan kejuaraan arung jeram nasional dan internasional sejak tahun 2000.
 
Secara umum, kesulitan jeram Sungai Asahan bervariasi tergantung tingkat kemampuan seseorang. Jeram-jeram sepanjang Sungai Asahan cenderung sambung-menyambung tanpa arus yang benar-benar tenang.
 
Tak jarang kondisi ini membuat para rafter, --sebutan bagi penggila arung jeram-- harus berusaha sekuat tenaga untuk bisa menepi karena tidak adanya arus tenang “flat”.  Salah mengambil ancang-ancang berhenti, perahu bukannya berhenti, malah hanyut ke arah hilir.
 
Di sungai ini batu-batu pembentuk jeram banyak ditemukan di bawah permukaan air. Beberapa diantaranya berserak hinga ketepian. Jika tidak waspada kita akan dihempaskan oleh liarnya jeram. Itu sebabnya mengamankan pijakan kaki menjadi penting. Mendayung dengan kuat juga turut menjaga keseimbangan perahu saat diombang-ambingkan jeram.
 
Never Ever End Rapids
 
Di Sungai Asahan,  terdapat 4 etape pengarungan yang dimulai dari Desa Tangga di bagian hulu. Etape ini sambung menyambung, menjadi alternatif rute yang bisa di pilih saat berarungjeram. Rute pertama dijuluki dengan istilah ”Never Ever End Rapids”. Berawal dari Desa Tangga hingga Jembatan Parhitean sejauh tiga kilometer dengan waktu tempuh sekitar setengah jam.
 
Dinamai ”Never Ever End Rapids”, karena tipikal jeramnya yang sambung menyambung. Meski jeramnya tidak terlalu besar, kemungkinan terhempas bisa saja terjadi. Di tambah lagi dengan kemiringan permukaan sungai  turut membentuk jeram yang tak putus-putusnya. Biasanya start awal sangat menentukan, karena salah membaca arus bisa berakibat fatal. 
 
Di etape ini, kita akan menemukan dua jeram besar, yaitu Rabbit Hole (grade V) dan Rodeo Hole (grade IV). Jeram ini merupakan favorit kayaker, karena di tempat itu mereka bisa berlatih memaksimalkan kemampuan dengan melakukan gerakan ‘eskimo roll’ dan gerakan “rodeo roll”.  Sementara bagi tim perahu karet, sebelum melalui jeram ini, hendaknya melakukan pemetaan jalur (scouting).
 
Rabbit Hole merupakan jeram pembuka, di mana terdapat beberapa patahan yang menghasilkan drop disertai hole. Kombinasi hole-hole inilah yang membentuk rabbit hole. Teori yang menyatakan ”ikut arus utama lebih baik”, mungkin kurang tepat pada jeram ini. Arus utamanya akan menabrak batu dengan perbedaan ketinggian mencapai satu meter. Kondisi ini akan menghasilkan terjunan (drop)  yang sangat berbahaya. Bila perahu menyentuh batu ini, apalagi sampai naik di atasnya, maka peluang terbalik (flip) sangat besar.
 
Lepas dari Rabbit Hole, sekitar 400 meter di depan, kita akan dihadang oleh kombinasi hole-hole pendek yang membentuk jeram Rodeo Hole. Sangat penting untuk tetap mempertahankan perahu pada arus utama di jeram ini. Begitu bisa melewatinya, maka jeram berikut hingga Jembatan Parhitean sudah relatif berada pada tingkat kesulitan lebih aman.
 
Pada penghujung rute, kita akan dijamu dengan sebuah jeram besar bergrade III+  bernama Rizal Nurdin Rapid. Jeram ini tepat berada di bawah Jembatan Parhitean, sebagai penghormatan bagi mantan Gubernur Almarhum T. Rizal Nurdin atas jasanya dalam pengembangan arung jeram Sungai Asahan.
 
Hula Huli Run
 
Etape kedua, sering disebut dengan Hula huli Run yang berakhir dengan  Jeram Nightmare.  Rute ini berujung pada air terjun setinggi 5 m yang tentu saja sangat berbahaya. Karena berbahayanya, jeram terakhir di beri nama “Nightmare Rapid”. Secara umum, etape ini relatif aman untuk diarungi. Bagi pemula, rute ini memang sering ditawarkan.
 
Banyak kalangan menyebut etape ini sebagai rute wisata.  Mengambil start dari belakang SD di Desa Tangga, pengunjung di ajak menikmati deburan ombak yang ditimbulkan oleh Asahan. Seakan tiada henti, jeram-jeram besar akan menghantarkan perahu hingga berakhir di jeram Hula Huli, sesuai dengan nama desa setempat.
 
Etape ini panjangnya hanya 3 kilometer dengan dominasi jeram ber-grade III+. Sungguh sangat menguras adrenalin.  Biasanya banyak tamu yang ketagihan di rute ini. Mereka pun akan mengulanginya pada keesokan harinya.
 
Karena jeram yang sambung menyambung, para rafter menamai rute ini dengan sebutan Hula Huli Run. Run yang artinya berlari, sangat tepat diistilahkan di sungai ini. Pasalnya dalam waktu singkat, kita akan melahap, seakan berlari, semua jeram yang tersaji indah. Sebuah pengarungan yang sangat menantang.
 
Selain itu, lebar sungai antara 30-50 meter membuat perahu bisa bergerak leluasa. Jika terjadi sesuatu, tim pertama bisa menepi, sembari menunggu tim lainnya. Artinya pertolongan sangat mungkin dilakukan.
 
Lepas dari Hula Huli, kita bisa menyaksikan kedahsyatan jeram besar lainnya berbentuk hole. Tim harus ekstra waspada saat melaluinya. Karena salah membaca arus, membuat perahu bisa berputar-putar hingga tersedot ke dalamnya. Sebutan untuk jeram tersebut adalah sucking hole  dan berlanjut pada jeram Tiger Shark, yang merupakan kombinasi ombak yang besar-besar.
 
Lalu kita akan menemukan jeram Simatupang I dan II, berakhir pada Zivana Rapid (garde IV)  yang tak boleh dianggap enteng. Jeram ini letaknya tidak jauh dari rumah penduduk yang berada persis di pinggir jalan.
 
Midde Section
 
Jika tidak segera berhenti di Zivana Rapid, maka perahu akan berlanjut hingga Jeram Nightmare. Tim pengarung perlu memastikan bahwa mereka berhenti tepat ketika mencapai Zivana. Jika terlambat sedikit saja, akan sulit bagi perahu karet untuk berhenti. Pasalnya debit air di tempat ini sangat kencang.
 
Biasanya tim arung jeram akan berhenti untuk selanjutnya melewati air terjun via darat. Karena jarak yang cukup jauh, pilihan menggunakan kendaraan roda empat merupakan pilihan bijak. Lepas dari air terjun, pengarungan akan kembali dilanjutkan. Para rafter menyebut etape ini dengan sebutan Middle Section.
 
Di Sungai Asahan tidak semua bagian sungai bisa dilalui dengan perahu. Lagi-lagi karena tingkat kecuraman yang sangat tinggi. Sama halnya seperti jeram Nightmare yang berada di awal etape ini. Jika dihitung-hitung jeram yang terbentuk memiliki grade V, yang sebetulnya sangat riskan dilalui. Banyak penggiat arung jeram yang menyarankan tidak melalui jeram-jeram seperti ini karena sangat beresiko.
 
Seingat saya, belum pernah ada tim  yang pernah melalui Jeram Nightmare. Lepas dari Nightmare jeram-jeram besar masih menunggu. Ada beberapa jeram ber-grade V  yang sangat berbahaya, seperti Three Rock Run, The Fresh Cancan dan Honey Moon Horror. Semua jeram tersebut lebih asyik jika dinikmati dari kejauhan.
 
Middle Section merupakan etape paling berbahaya di Sungai Asahan. Maskotnya yang paling terkenal adalah Nightmare Rapid. Saking bahayanya jeram ini, membuat upaya penyelamatan sangat sulit jika ada perahu yang terlanjur masuk di jeram ini. Belum lagi tebing-tebing sungai menjadi penghalang. Jangankan rafter lokal, rafter internasional pun banyak yang menghentikan langkah dengan portaging (angkat perahu) di jeram ini.
 
Halims Run
 
Berikutnya adalah Halims Run. Halims Run menjadi etape terakhir di Sungai Asahan. Rute ini dimulai dari Desa Batu Mamak yang berakhir di Desa Bandar Pulo. Sekitar 3,5 jam waktu yang dibutuhkan saat melewati rute ini. Jika di bagian hulu, jeram-jeram besar tampak mendominasi, berbeda dengan bagian hilir. Di tempat ini, arus tenang banyak ditemukan. Selain itu, pengunjung juga akan disuguhkan pemandangan air terjun  yang terdapat di sepanjang aliran sungai.
 
Tebing-tebing tinggi menjulang menjadi bentukan alam yang juga sayang tuk dilewatkan. Tebing-tebing ini mengular hingga ke bagian hilir. Tebing-tebing curam itu menjadi saksi bisu dahsyatnya erupsi Gunung Toba sekitar 50 juta tahun lalu. Dan sungai ini menjadi saluran mengalirnya  magma pada zaman itu.
 
Menikmati Sungai Asahan di rentang waktu yang panjang, ternyata tak membuatnya berbeda. Pesonanya masih tetap sama, persis seperti 10 tahun silam. Sebuah bukti keagungan Tuhan yang  begitu nyata. Melihatnya kembali di layar kaca, membuatku rindu ingin berada di sana. Rindu menggeluti liarnya Asahan. 

No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN