(Raja Salman dari Saudi. Source: wikimedia.org) |
Raja
Salman dari Arab Saudi melakukan kunjungan kenegaraan ke
beberapa negara di Asia, antara lain Malaysia, Indonesia, China, dan Jepang.
Sebenarnya banyak yang tidak paham apa maksud di balik kunjungan yang menghabiskan
waktu 31 hari itu.
Ada
yang menyebut kunjungan Raja Salman pada dasarnya terkait dengan
program reformasi ekonomi yang diluncurkan pemerintah Arab Saudi pada
tahun 2016 lalu. Progam itu memang di-create oleh Deputi Putra Mahkota
Mohammad bin Salman sebagai cara untuk mendiversifikasi ekonomi dan sebagai
upaya modernisasi tatanan masyarakat.
Cara
ini dianggap mujarab karena 85 persen penerimaan negara Arab Saudi memang berasal
dari minyak. Sayangnya dengan penurunan harga minyak dunia secara tajam, memaksa Saudi memikirkan
ulang strategi ekonominya.
Lalu
yang mengejutkan, pada 2015, defisit anggaran Saudi meningkat hingga 366
miliar riyal setara 98 miliar dollar AS dan pada 2016 turun menjadi
297 miliar riyal. Akibatnya terjadi kekurangan likuiditas.
Untuk
menambal anggaran yang bolong, Saudi akhirnya berutang untuk pertama
kalinya sepanjang sejarah. Akhirnya saudi berhasil mendapat suntikan dana 17,5
miliar dollar AS atau sekitar Rp 232,75 triliun.
Arab
Saudi lalu memangkas biaya-biaya
tertentu, seperti subsidi energi, gaji pegawai pemerintah, kenaikan pajak,
penjualan aset negara hingga melakukan penghematan anggaran selama 4 tahun.
Ternyata
dana yang dibutuhkan masih kurang, Saudi kemudian mengajukan utang sebesar 10
miliar dollar AS ke perbankan internasional dari yang awalnya 8
miliar dollar AS.
Pengajuan
utang kepada lembaga internasional itu menjadi yang pertama dalam 25 tahun terakhir,
atau kali pertama sejak awal tahun 1990-an. Pada kondisi ini Arab Saudi mulai babak belur.
Setelah
itu, Saudi melobi negara-negara OPEC untuk melakukan pemotongan produksi minyak
di 6 bulan pertama tahun 2017 sebesar 1,8 juta barrel. Harapannya terjadi
keseimbangan pasokan global yang akan menekan harga selama lebih dari 2 tahun. Apakah berhasil? Ehm... Masih jauh!
Pemulihan harga berjalan lamban, karena Arab Saudi, tidak bisa lagi
mengandalkan penerimaan dari minyak semata. Di sisi lain, Amerika Serikat yang dulunya menjadi
pasar minyak mentah bagi Saudi, kini sudah bisa
mencukupi kebutuhan sendiri.
Lalu
muncullah usulan “diversifikasi investasi” yang dilontarkan Arab Saudi sebagai perwujudan
dari visi 2030, dimana akan dilakukan privatisasi sebagian saham perusahaan
minyak negara, Saudi Aramco, serta transformasi Public Investment Fund jadi
lembaga pengelola kekayaan terbesar di dunia.
Benarkah
kunjungan kenegaraan Raja Salman ke sejumlah negara di asia dengan misi bisnis,
sesuai program reformasi ekonomi yang dicanangkan sejak tahun lalu? Menurut
saya, alasannya karena perkembangan perekonomian sejumlah negara di Asia, termasuk
Indonesia cenderung stabil dan mulai membaik di tengah melemahnya perekonomian sejumlah negara
maju.
Tengok saja, lahirnya orang-orang kaya baru yang mulai didominasi ras Asia. Lembaga riset internasional memprediksi 4 negara akan mencatatkan diri dengan PDB tertinggi pada 2050, yakni China, India, Amerika Serikat, dan Indonesia.
Sementara
Arab Saudi sedang terseok-seok, setidaknya dalam setahun terakhir. Data Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi asal Timur Tengah itu hanya
sekitar 900.000 dollar AS. Jika dihitung dengan
asumsi kurs 13.300, maka investasinya tak lebih sekitar Rp 11,97 miliar. Angka
ini melorot drastis dari sebelumnya (baca: 2015) sebesar US$ 30,4 juta (sekitar
Rp 410 miliar).
Realisasi
investasi itu menempatkan Arab Saudi pada urutan ke-57
dari 121 negara yang menanamkan modal ke Indonesia, yang masuk melalui BKPM.
Levelnya jauh lebih rendah dibanding investasi Singapura ke Indonesia yang
mencapai US$ 1,97 miliar atau sekitar Rp 122 triliun pada 2016. Investasi
Singapura ini berada di urutan pertama mengalahkan Jepang dan Cina. Sementara
investasi negara Kawasan Timur Tengah terbesar berasal dari Uni Emirat Arab,
yakni mencapai US$ 55 juta dan berada di urutan ke 25.
Terlepas
dari misi lawatan Raja Arab Saudi ke Asia dalam kaitan diversifikasi
perekonomian, pertanyaan dasar yang cukup menggelitik adalah, apa dampak positif
bagi Indonesia?
Uniknya,
sekaliber Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (LBP)
pun belum tahu persis seberapa besar investasi yang akan masuk dari Arab
Saudi.
Sementara
itu, pemerintah juga tidak akan menawarkan sukuk (obligasi syariah) global. Pasalnya?
Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) beralasan bahwa kedatangan Raja Salman
justru untuk menawarkan penjualan saham Saudi Aramco kepada Indonesia. Nah
loh...
Boro-boro
Arab Saudi mau investasi, yang ada mereka bahkan menawarkan sejumlah produk
atau sarana investasi ke Indonesia yakni dengam melepas 5% sahamnya melalui Initial Public Offering (IPO). Banyak yang menyebut lepasnya saham Saudi Aramco
ke publik, bakal tercatat dalam sejarah sebagai perusahaan
dengan nilai IPO tertinggi. Whatever lah... Intinya, Saudi hanya mau jualan saham Aramco doang di
Indonesia.
"Dia
(pemerintah Arab Saudi) saja mau jualan sahamnya Aramco. Dia terbitin obligasi
seperti kita, dia ngutang juga. Senasib sama kita, sama-sama cari
pembiayaan," ujar Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat
Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Schneider,
seperti saya kutip dari salah satu berita online.
Secara
umum, kondisi Indonesia dan Arab Saudi tidak jauh berbeda, sama-sama
membutuhkan pembiayaan melalui penerbitan surat utang. Namun, Arab membutuhkan
waktu transisi yang lebih lama untuk diversifikasi penerimaan negaranya.
Dilalanya, mereka menginginkan semua (baca: uang, investasi besar, sumber daya manusia) itu dalam tempo cepat.
Oleh
karena itu, jika kunjungan Raja Salman akan mampu mendorong investasi di
Indonesia, termasuk pembelian Surat Utang Negara (SUN) Indonesia, ditengah persoalan
biaya subsidi akibat turunnya harga minyak, rasa-rasanya terlalu sulit
terwujud.
Tak
hanya itu, saya termasuk orang yang meragukan rencana Saudi akan berinvestasi
sebesar 25 miliar dolar AS ke Indonesia. Tentu saja, karena alasan utama mereka
kesini adalah ingin menawarkan saham Aramco, meskipun ada sedikit peluang
kerjasama di bidang perdagangan produk kita. (jacko agun)
No comments:
Post a Comment