![]() |
| Fransiskus Xaverius Mudji Sutrisno SJ dikenal sebagai rohaniawan intelektual yang cerdas dan kritis dalam menyikapi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini. |
JAKARTA - Kabar duka datang dari dunia rohani dan kebudayaan Indonesia. Romo Franciscus Xaverius Mudji Sutrisno SJ akrab disapa 'Romo Mudji' berpulang ke Rumah Bapa pada Minggu, 28 Desember 2025, pukul 20.43 WIB di RS Carolus, Jakarta, setelah berjuang melawan sakit.
Kepergian Romo Mudji meninggalkan kesedihan mendalam, tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga bagi kalangan intelektual, seniman, aktivis kemanusiaan, dan siapa pun yang pernah disentuh pemikiran serta keteduhan kehadirannya.
Romo Mudji dikenal luas sebagai seorang imam Jesuit yang sekaligus budayawan, penulis, filsuf, dan seniman sketsa. Sejak muda, ia memilih jalan imamat karena ingin hadir dekat dengan manusia, menyelami pergulatan hidup sehari-hari, dan menjadikan iman sebagai kekuatan yang membumi.
Baginya, iman tidak berdiri jauh di menara gading, tetapi harus berjalan bersama realitas sosial, budaya, dan penderitaan manusia.
Dalam dunia pemikiran, Romo Mudji aktif menulis esai, refleksi rohani, puisi, dan catatan kebudayaan. Tema-tema yang ia angkat sangat dekat dengan kehidupan: pendidikan karakter, keadilan sosial, kepekaan terhadap penderitaan, dan makna iman dalam konteks Indonesia yang majemuk. Ia dikenal menggunakan bahasa yang sederhana, jujur, dan reflektif.
Tulisan-tulisannya tidak menggurui, melainkan mengajak pembaca berhenti sejenak, berpikir, dan merasakan.
Selain lewat kata-kata, Romo Mudji mengekspresikan kedalaman batinnya melalui sketsa. Ia sering menyebut sketsa sebagai “bahasa lain” ketika kata-kata tidak lagi cukup. Garis-garis yang tampak sederhana justru menyimpan keheningan, doa, dan pergulatan spiritual yang dalam.
Sketsa-sketsanya banyak menggambarkan gereja, sosok manusia, alam, serta simbol perjalanan iman yang sunyi namun bermakna.
Karya sketsa Romo Mudji pernah dipamerkan di berbagai ruang publik dan diapresiasi sebagai seni kontemplatif. Sketsa tersebut bukan sekadar visual, melainkan undangan untuk merenung. Banyak orang merasa disentuh karena karya-karyanya menghadirkan iman secara lembut, tanpa hiruk-pikuk, dan dekat dengan pengalaman hidup sehari-hari.
Sebagai akademisi, Romo Mudji juga dikenal sebagai dosen filsafat dan sosiologi yang rendah hati dan terbuka. Ia senang berdialog, mendengarkan, dan berdiskusi dengan mahasiswa maupun rekan sejawat. Bagi Romo Mudji, dialog adalah cara merawat kemanusiaan.
Ia menjembatani iman, ilmu, dan budaya, serta mendorong lahirnya kesadaran etis dalam kehidupan modern yang sering kali kehilangan arah.
Kesaksian duka dari berbagai kalangan menguatkan jejak pengabdiannya. Banyak yang mengenang Romo Mudji sebagai guru, sahabat dialog, aktivis kemanusiaan, dan pendamping setia bagi mereka yang tersisih. Ia hadir tanpa banyak sorotan, tetapi konsisten membersamai korban dan mereka yang terluka oleh ketidakadilan.
Rangkaian Misa Requiem akan dilaksanakan pada 29 dan 30 Desember 2025 pukul 19.00 WIB di Kapel Kolese Kanisius, Jakarta. Jenazah akan diberangkatkan ke Girisonta pada 30 Desember 2025 malam, dan pemakaman dilangsungkan pada 31 Desember 2025, didahului Ekaristi pukul 10.00 di Gereja Paroki, lalu dimakamkan di Taman Maria Ratu Damai, Girisonta.
Kepergian Romo Mudji Sutrisno, SJ meninggalkan warisan yang tidak kecil. Tulisan, puisi, sketsa, dan teladan hidupnya akan terus berbicara lintas generasi.
Ia mengajarkan bahwa iman dapat hadir secara tenang melalui seni, refleksi, dialog, dan keberpihakan pada kemanusiaan. Selamat jalan, Romo Mudji. Tugas pengabdianmu di dunia telah selesai, namun jejakmu akan terus hidup dalam ingatan dan hati banyak orang.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar