Melangkah menggengam kerinduan
Kelana jalan panjang dunia
Jubah tlah lama ku tanggalkan
Riang dan sunyi aku telanjang
Seratus jurang tlah kujatuhi
Ditikam badai hujan belati
Seribu duka tlah ku tangisi
Ragam cerita kusudahi
Kuyakin lelah kan berpulang
Dimana tangan membentang
Mengembara mencari jalan pulang
Mendaki rintangan
Tapi ku takkan tumbang
Masih ku kobarkan cinta
Pada Hidup
Pada Waktu Tak Berujung
Padamu
Berlayar diluas lautan,
Tersesat, kandas, memberi makna
Kuyakin lelah kan berpulang
Dimana tangan membentang
Mengembara mencari jalan pulang
Mendaki rintangan
***
Temans, kalian mungkin merasa aneh mendengar lagu ini. Kalian mungkin tak banyak tahu tentang mereka. Pun, kalian asing dengan gaya bermusik yang sepertinya kurang menjual dengan alasan, tidak sesuai permintaan pasar. Tapi, ketahuilah, musik-musik seperti ini layak diapresiasi. Layak diberi ruang. Ya, setidaknya dihargai, karena karya yang mereka hasilkan, menurut saya, kualitasnya setara bahkan jauh di atas musik-musik mayor label.
Oh ya, apa yang paling berarti bagi pemusik, selain karyanya bisa dinikmati, bisa diresapi maknanya atau bisa ditangkap pesan-pesannya. Ya, itu esensi penting dari bermusik, selain mendapatkan keuntungan secara finansial, tentunya. Namun merengguk rupiah dari bermusik, menurut saya adalah bonus. Ia bukan yang utama, namun penting. Dan ketika musik yang dihasilkan memang berkualitas, otomatis hal itu akan mengikuti. Setidaknya begitu yang saya amati dalam perjalanan ini. Uang penting, namun sekali lagi, ia bukan yang utama.
Sementara itu, jika boleh memperkenalkan sedikit tentang band indie yang satu ini, jujur sejak kehadirannya, saya langsung tertarik, kasarnya "jatuh cinta" dengan gaya mereka dalam bermusik. Plus lirik-liriknya, yang edun abis, menurut saya.
Penampilan mereka yang sederhana dan bersahaja juga menarik untuk disimak. Dari beberapa potongan wawancara yang bertebaran di jagat maya, saya bisa melihat betapa band indie yang satu ini memang jauh dari hura-hura apalagi pesta pora, karena yang muncul adalah kesederhanaan. Mereka selalu tampil apa adanya. Tidak mencolok, tidak se-meriah sebagaimana band-band pada umumnya. Tidak, bro/sis, mereka gak seperti itu. Karena itu saya apreciate.
Oh ya, masih dari penggalan-penggalan informasi di internet, disebutkan, jika band indie yang mengusung nama "Dialog Dini Hari" itu, ternyata hadir pertama kali pada tahun 2008. Motor penggeraknya adalah dankie (Dadang SH Pranoto), --gitaris Navicula-- dan Ian Joshua Stevenson serta Mark Liepmann (Kaimsasikum). Saat itu, mereka bertiga sepakat mengalirkan dialog bebas lepas tengah malam dan merangkumnya ke dalam musik dengan notasi sederhana. Btw, bahasanya edan, yak??? Agak-agak filosofi, gimana gethoo...
Sementara, khusus "dankie", namanya memang tak bisa dilepaskan dari band indie grunge asal Bali, Navicula. Maklum, nama Navicula sudah keburu besar, jauh sebelum "Dialog Dini Hari" muncul. Dan dankie sendiri tak lain adalah gitarisnya Navicula. Sementara bagi saya, Navicula itu "keren bangat". Keren, karena satu-satunya band rock yang peduli dengan lingkungan, sepanjang pengamatan subjektif saya. Ehm..., maklum saya juga pemerhati lingkungan. Tahapnya masih disitu. Belum naik menjadi "penggiat" lingkungan. Hehehe... Jadi nafasnya sama. Sama-sama suka dengan isu "lingkungan". Sehingga tak salah, banyak kalangan yang menyebut Navicula sebagai "neo-green-phsycedelic-grunge-core" yang kalo di Indonesiakan, agak sulit sepertinya. Namun, bagi yang ingin tahu seperti apa "neo-green-phsycedelic-grunge-core" itu, ya, kudu dengar musiknya. Resapi sedikit, dan kamu akan temui maknanya. Sok dicoba!
Dan kita balik lagi ke "Dialog Dini Hari" ya... Band indie ini hadir setelah melalui serangkaian perjalanan, dimana benturan demi benturan antara genre blues, folks dan balad terus terjadi hingga nge-blend jadi satu. Mereka hadir memberi sebuah kebaruan, sebuah harmoni yang segar dan penuh dengan kedalaman makna, bahkan ketika hanya mendengarnya secara selintas.
"Dialog Dini Hari" menurut saya tepat jadi salah satu band indie terbaik di Indonesia. Terbaik versi saya, tentunya. Kalo menurut orang lain, ya, terserah. Bisa jadi yang terburuk juga. Bebas. Namun yang pasti, alunan melodi yang tercipta dengan lirik sederhana berpadu indah, cukup untuk menunjukkan bahwa band ini memiliki kecerdasan dalam bermusik. Belum lagi, suara bariton "dankie"yang khas, memang bolehlah dibilang merdu, berada pada ruang dan dimensi yang tepat, sehingga keluar bak menyeruak dari relung terdalam tak berujung. Ia memberi nuansa yang susah lekang oleh waktu.
Dankie yang hadir dengan petikan-petikan 'maut' akustiknya telah memberi stereotif yang sulit disamakan dengan yang lain. Yup, mereka jadi berbeda. Dengan dominasi suara akustik dan semi steel dobro yang khas, plus gesekan slide yang kasar dan ekspresif telah melekatkan identitas baru di nama grup mereka.
Kini, seiring perubahan, dimana jaman terus berubah, "Dialog Dini Hari" juga melakukan hal yang sama. Dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara natural, "Dialog Dini Hari" kini hadir dengan formasi terbaru. Soal apakah suatu hari nanti akan berubah lagi. Tidak ada yang tahu pasti.
Sekarang, Dialog Dini Hari masih bergelora dengan Dadang "Dankie" SH Pranoto pada gitar dan vokal, lalu Brozio Orah di bass dan Denny Surya pada drum. Sedangkan nama band "Dialog Dini Hari" dipilih karena pada satu hari terdapat rentang dan jeda waktu, mulai dari pagi, siang, sore dan malam hari. Lalu mengama dini hari? Jawabnya, karena dini hari menjadi waktu yang pas untuk melakukan introspeksi diri, waktu yang pas untuk bersyukur karena masih diijinkan memulai hari yang baru, hingga waktu yang pas untuk menemukan resolusi-resolusi terbaru, ide-ide segar dan pertarungan cita-cita tentang apa yang akan dicapai dalam hidup. Namun yang pasti, mereka berharap, sesuatu yang terbaik selalu muncul setiap harinya. Bukan sebaliknya.
Info terakhir menyebut, band asal Bali itu ternyata sedang gandrung dengan sepeda. Kabarnya mereka membangun sepedanya sendiri. Tak hanya itu, mereka juga masih sering diajak manggung keluar daerah, bahkan mancanegara. Sementara itu, dari beberapa lokasi manggung mereka, yang paling berkesan adalah "Art Cafe" di kawasan Seminyak, Balil. Yup, disitu mereka kerap dipanggil tuk menghibur.
Kira-kira segitu informasi yang bisa saya bagikan untuk kalian. Bagi yang belum kenal "Dialog Dini Hari", maupun yang sudah kenal. Anggap saja ini sebagai refresh. Refresh untuk mencari kewarasan, ditengah hiruk pikuk kota yang kian renta dan makin rapuh, lengkap dengan problematikanya.
Atas semuanya itu, makasih banyak sobat!
--EnD--
Jubah tlah lama ku tanggalkan
Riang dan sunyi aku telanjang
Seratus jurang tlah kujatuhi
Ditikam badai hujan belati
Seribu duka tlah ku tangisi
Ragam cerita kusudahi
Kuyakin lelah kan berpulang
Dimana tangan membentang
Mengembara mencari jalan pulang
Mendaki rintangan
Tapi ku takkan tumbang
Masih ku kobarkan cinta
Pada Hidup
Pada Waktu Tak Berujung
Padamu
Berlayar diluas lautan,
Tersesat, kandas, memberi makna
Kuyakin lelah kan berpulang
Dimana tangan membentang
Mengembara mencari jalan pulang
Mendaki rintangan
***
Temans, kalian mungkin merasa aneh mendengar lagu ini. Kalian mungkin tak banyak tahu tentang mereka. Pun, kalian asing dengan gaya bermusik yang sepertinya kurang menjual dengan alasan, tidak sesuai permintaan pasar. Tapi, ketahuilah, musik-musik seperti ini layak diapresiasi. Layak diberi ruang. Ya, setidaknya dihargai, karena karya yang mereka hasilkan, menurut saya, kualitasnya setara bahkan jauh di atas musik-musik mayor label.
Oh ya, apa yang paling berarti bagi pemusik, selain karyanya bisa dinikmati, bisa diresapi maknanya atau bisa ditangkap pesan-pesannya. Ya, itu esensi penting dari bermusik, selain mendapatkan keuntungan secara finansial, tentunya. Namun merengguk rupiah dari bermusik, menurut saya adalah bonus. Ia bukan yang utama, namun penting. Dan ketika musik yang dihasilkan memang berkualitas, otomatis hal itu akan mengikuti. Setidaknya begitu yang saya amati dalam perjalanan ini. Uang penting, namun sekali lagi, ia bukan yang utama.
Sementara itu, jika boleh memperkenalkan sedikit tentang band indie yang satu ini, jujur sejak kehadirannya, saya langsung tertarik, kasarnya "jatuh cinta" dengan gaya mereka dalam bermusik. Plus lirik-liriknya, yang edun abis, menurut saya.
Penampilan mereka yang sederhana dan bersahaja juga menarik untuk disimak. Dari beberapa potongan wawancara yang bertebaran di jagat maya, saya bisa melihat betapa band indie yang satu ini memang jauh dari hura-hura apalagi pesta pora, karena yang muncul adalah kesederhanaan. Mereka selalu tampil apa adanya. Tidak mencolok, tidak se-meriah sebagaimana band-band pada umumnya. Tidak, bro/sis, mereka gak seperti itu. Karena itu saya apreciate.
Oh ya, masih dari penggalan-penggalan informasi di internet, disebutkan, jika band indie yang mengusung nama "Dialog Dini Hari" itu, ternyata hadir pertama kali pada tahun 2008. Motor penggeraknya adalah dankie (Dadang SH Pranoto), --gitaris Navicula-- dan Ian Joshua Stevenson serta Mark Liepmann (Kaimsasikum). Saat itu, mereka bertiga sepakat mengalirkan dialog bebas lepas tengah malam dan merangkumnya ke dalam musik dengan notasi sederhana. Btw, bahasanya edan, yak??? Agak-agak filosofi, gimana gethoo...
Sementara, khusus "dankie", namanya memang tak bisa dilepaskan dari band indie grunge asal Bali, Navicula. Maklum, nama Navicula sudah keburu besar, jauh sebelum "Dialog Dini Hari" muncul. Dan dankie sendiri tak lain adalah gitarisnya Navicula. Sementara bagi saya, Navicula itu "keren bangat". Keren, karena satu-satunya band rock yang peduli dengan lingkungan, sepanjang pengamatan subjektif saya. Ehm..., maklum saya juga pemerhati lingkungan. Tahapnya masih disitu. Belum naik menjadi "penggiat" lingkungan. Hehehe... Jadi nafasnya sama. Sama-sama suka dengan isu "lingkungan". Sehingga tak salah, banyak kalangan yang menyebut Navicula sebagai "neo-green-phsycedelic-grunge-core" yang kalo di Indonesiakan, agak sulit sepertinya. Namun, bagi yang ingin tahu seperti apa "neo-green-phsycedelic-grunge-core" itu, ya, kudu dengar musiknya. Resapi sedikit, dan kamu akan temui maknanya. Sok dicoba!
Dan kita balik lagi ke "Dialog Dini Hari" ya... Band indie ini hadir setelah melalui serangkaian perjalanan, dimana benturan demi benturan antara genre blues, folks dan balad terus terjadi hingga nge-blend jadi satu. Mereka hadir memberi sebuah kebaruan, sebuah harmoni yang segar dan penuh dengan kedalaman makna, bahkan ketika hanya mendengarnya secara selintas.
"Dialog Dini Hari" menurut saya tepat jadi salah satu band indie terbaik di Indonesia. Terbaik versi saya, tentunya. Kalo menurut orang lain, ya, terserah. Bisa jadi yang terburuk juga. Bebas. Namun yang pasti, alunan melodi yang tercipta dengan lirik sederhana berpadu indah, cukup untuk menunjukkan bahwa band ini memiliki kecerdasan dalam bermusik. Belum lagi, suara bariton "dankie"yang khas, memang bolehlah dibilang merdu, berada pada ruang dan dimensi yang tepat, sehingga keluar bak menyeruak dari relung terdalam tak berujung. Ia memberi nuansa yang susah lekang oleh waktu.
Dankie yang hadir dengan petikan-petikan 'maut' akustiknya telah memberi stereotif yang sulit disamakan dengan yang lain. Yup, mereka jadi berbeda. Dengan dominasi suara akustik dan semi steel dobro yang khas, plus gesekan slide yang kasar dan ekspresif telah melekatkan identitas baru di nama grup mereka.
Kini, seiring perubahan, dimana jaman terus berubah, "Dialog Dini Hari" juga melakukan hal yang sama. Dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara natural, "Dialog Dini Hari" kini hadir dengan formasi terbaru. Soal apakah suatu hari nanti akan berubah lagi. Tidak ada yang tahu pasti.
Sekarang, Dialog Dini Hari masih bergelora dengan Dadang "Dankie" SH Pranoto pada gitar dan vokal, lalu Brozio Orah di bass dan Denny Surya pada drum. Sedangkan nama band "Dialog Dini Hari" dipilih karena pada satu hari terdapat rentang dan jeda waktu, mulai dari pagi, siang, sore dan malam hari. Lalu mengama dini hari? Jawabnya, karena dini hari menjadi waktu yang pas untuk melakukan introspeksi diri, waktu yang pas untuk bersyukur karena masih diijinkan memulai hari yang baru, hingga waktu yang pas untuk menemukan resolusi-resolusi terbaru, ide-ide segar dan pertarungan cita-cita tentang apa yang akan dicapai dalam hidup. Namun yang pasti, mereka berharap, sesuatu yang terbaik selalu muncul setiap harinya. Bukan sebaliknya.
Info terakhir menyebut, band asal Bali itu ternyata sedang gandrung dengan sepeda. Kabarnya mereka membangun sepedanya sendiri. Tak hanya itu, mereka juga masih sering diajak manggung keluar daerah, bahkan mancanegara. Sementara itu, dari beberapa lokasi manggung mereka, yang paling berkesan adalah "Art Cafe" di kawasan Seminyak, Balil. Yup, disitu mereka kerap dipanggil tuk menghibur.
Kira-kira segitu informasi yang bisa saya bagikan untuk kalian. Bagi yang belum kenal "Dialog Dini Hari", maupun yang sudah kenal. Anggap saja ini sebagai refresh. Refresh untuk mencari kewarasan, ditengah hiruk pikuk kota yang kian renta dan makin rapuh, lengkap dengan problematikanya.
Atas semuanya itu, makasih banyak sobat!
--EnD--
No comments:
Post a Comment