Saturday, November 19, 2016

Riau Bosan Kabut Asap & Kebakaran

(Kebakaran hutan/lahan di Riau. Sumber: http://blog.act.id)
Tahun 2015 menjadi tahun yang sangat memprihatinkan bagi bangsa Indonesia. Beberapa provinsi dilanda kebakaran hutan dan lahan. Dampaknya sangat luar biasa. Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) akhirnya menjadi perhatian, tidak saja oleh pemerintah namun juga dunia internasional.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut luas area kebakaran huan dan lahan pada tahun 2015 setara dengan 32 kali wilayah Provinsi DKI Jakarta atau 4 kali Pulau Bali. Tak hanya itu, data satelit Terra Modis per 20 Oktober lalu memperlihatkan total hutan dan lahan yang terbakar sudah mencapai 2.089.911 hektare.

Sejauh ini, Riau menjadi provinsi yang dilanda Karhutla setiap tahunnya. Saking seringnya, tahun 2015, provinsi itu merayakan ulang tahun ke-18 terjadinya bencana Karhutla dan bencana kabut asap. Pada tahap ini, kondisinya sudah sangat menghkhawatirkan.

Kekhawatiran itu yang mendasari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar Festival Media (FesMed) 2016 di Pekanbaru bertema “Media Cerdas, Lestarikan Bumi” pada 19-20 November 2016 di Perpustakaan Soeman HS, Pekanbaru.

Dalam rilisnya, Ketua Umum AJI Indonesia, Suwarjono berharap kepedulian masyarakat terhadap isu lingkungan semakin besar. Pengalaman 2015 membuktikan, kebakaran hutan, lahan dan kabut asap mengakibatkan banyak hal, mulai dari ekonomi lumpuh, korban berjatuhan, hingga kerugian triliunan rupiah.

Sementara itu, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi akibat eksploitasi seakan sulit di bendung. Banyak pelaku pembakar hutan sempat bebas dari jerat hukum.

“Untuk itu, kontrol masyarakat sangat dibutuhkan. Salah satunya lewat media. Pemberitaan yang dilakukan secara konsisten, masif, seharusnya mampu mengatasi persoalan lingkungan di Riau dan wilayah lainnya”, papar Suwarjono.

Melalui festival media, diharapkan muncul kontribusi nyata terhadap kelestarian lingkungan hidup di Indonesia. Salah satunya melalui penyadaran, tidak saja di kalangan pers, namun juga masyarakat umum, termasuk mahasiswa dan pelajar. Dengan media, kesadaran masyakarat akan terbangun, sekaligus melakukan fungsi pengawasan bagi semua pihak yang terlibat.

Kebakaran & Kabut Asap Berkurang
Provinsi Riau merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rentan akan kebakaran hutan & lahan serta kabut asap. Beruntung, tahun ini, jumlah titik api yang muncul jauh berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kebakaran dalam jumlah masif pun tidak terjadi.

Hal itu ternyata tidak bisa dilepaskan dari peran aktif pemerintah setempat. Wali Kota Pekanbaru, Edwar Sanger saat menghadiri jamuan makan bersama puluhan jurnalis mengaku sudah bosan dengan kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap yang kerap terjadi setiap tahunnya.

“Hampir 18 tahun Riau ini langganan asap akibat kebakaran hutan,” ungkap Edwar Sanger.

Cerita penuntasan kabut asap dan kebakaran hutan/lahan mulai aktif dibicarakan pemerintah setempat (baca: Pekanbaru) pada tahun 2015. Saat itu, Edwar dipercaya sebagai kepala BPBD Provinsi Riau. Pada 2016, dia maju sebagai Wali Kota Pekanbaru dan berniat menuntaskan masalah kabut asap.

“Tahun 2016 ini jadi komitmen saya, apalagi nstruksi gubernur sangat jelas untuk tuntaskan kabut asap. Akhirnya, Riau pun bebas asap”, ujar Edwar dihadapan puluhan wartawan.

Lalu, di sebuah kesempatan, Edwar bertemu dengan Pangdam Bukit Barisan. Di pertemuan itu, ia sempat disindir tentang kabut asap.

“Saya diberitahu Pangdam Bukit Barisan bahwa saya gagal. Gagal membawa ulang tahun Riau ke 16 akibat kabut asap,” ujarnya disambut tertawa jurnalis.

Dalam waktu dekat, Edwar ingin kota Pekanbaru akan terus berbenah, khususnya untuk mengurangi terjadinya bencana kabut asap maupun kebakaran hutan/ lahan. Untuk mewujudkan hal itu, dukungan media sangat dibutuhkan. 

“Kehadiran rekan-rekan media menjadi spirit kota Pekanbaru untuk berbenah. Sebab, peran media cukup ampuh mendorong pemerintah menyelesaikan masalah kabut asap.” pungkas Edwar di gedung Perpustakaan Sumhan AS, Pekanbaru.

Pentingnya Penegakan Hukum
Tahun ini, Provinsi Riau boleh berbangga karena berhasil menekan angka kebakaran hutan dan lahan. Pemprov mencatat sedikitnya ada 85 kasus kebakaran hutan di Riau dengan luas lahan terbakar mencapai 3 ribu. Sementara periode yang sama tahun lalu, luasnya mencapai 190 ribu hektare lebih.

"Kebakaran hutan di Riau turun 90 persen, daerah lain 80 persen," ujar Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kemal Anas dalam diskusi asap dan problematikanya di Festival Media 2016.

Salah satu upaya menurunkan angka kebakaran hutan/ lahan di Provinsi Riau adalah dengan memberi efek jera bagi pelaku perusak lingkungan. Beberapa waktu lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajukan gugatan perdata dan pidana. Salah satunya, Mahkamah Agung menghukum PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) membayar kerugian kepada negara sebesar Rp16,24 triliun. Rinciannya, Rp 12,167 triliun untuk kerugian negara ditambah denda Rp 4,076 triliun.

Pemilik konsesi lahan seluas 5.970 hektare itu dinilai bersalah merusak dan menebang tak sesuai aturan. Meliputi menebang hutan lindung dan membangun hutan tanaman industri. 

Setahun sebelumnya, PT National Sago Prima juga telah dihukum ganti rugi sebesar Rp 319 miliar dan dipaksa membayar biaya pemulihan Rp 753 miliar.

Putusan hukum seperti itu diharapkan memberikan efek jera terhadap pelaku perusakan lingkungan. Sehingga pelaku tak akan mengulangi perbuatannya. Termasuk ancaman kepada perusahaan yang membakar lahan untuk keperluan membukaan kawasan (baca: Land Clearing).

Tak berhenti sampai disitu, pemerintah juga memberikan sanksi administrasi bagi 36 perusahaan. Sanksi berupa teguran sampai pencabutan izin. Tiga diantaranya telah dijatuhi sanksi pencabutan izin konsesi. 

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyangkal jika petani berpindah-pindah menjadi biang keladi kerusakan dan kebakaran hutan. Lantaran sejak dulu, petani telah berladang secara berpindah-pindah namun tak banyak kasus kebakaran hutan dan bencana asap.

"Bencana asap terjadi sejak 1987, setelah dimulainya proyek pembukaan lahan pertanian di lahan gambut di Kalimantan dan Riau. Belum lagi, struktur penguasaan lahan di Riau, 80 persennya dimiliki perusahaan. Kebakaran hutan dan lahan, pula yang menyebabkan kerusakan ekosistem”, ujar Direktur Eksekutif Riau, Rico Kurniawan.

Usaha penegakan hukum harus ditingkatkan demi memberikan efek jera, seiring masih luasnya lahan konsensi sebesar 8,9 juta hektare. Angka itu terdiri dari 3,4 juta untuk sawit, 2,1 hutan untuk industri dan 1 juta untuk konsesi tambang dan 1 juta untuk hutan lindung. Dari total luas lahan di Riau, sebanyak 20 persen telah beralih menjadi permukiman dan lahan konsesi. Oleh karena itu, hanya kepedulian yang membuat lahan tersisa kembali lestari, tanpa harus dieksploitasi. (jacko agun)

No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN