Monday, March 20, 2017

Jerit Pilu Masyarakat Kendeng

(source: https://boemimahardika.files.wordpress.com)
"Hari ini kami upacara, berdoa, dan bercerita. Saya bilang ke teman-teman, masih semangat atau sudah kendor? Katanya nggak. Sudah pengen dibongkar atau nggak? Katanya kalau belum ketemu Pak Jokowi, belum mau dibongkar,"
--Gunarti, warga asal Kabupaten Pati, Jawa Tengah

Sepekan sudah para petani asal Kendeng, melakukan aksi menyemen kaki mereka di depan Istana Kepresidenan. Petani yang melakukan penolakan pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah itu tidak akan pulang sebelum bertemu Presiden Joko Widodo

Ketika aksi “Dipasung Semen Jilid II” itu dimulai pertama kali pada Senin, 13 Maret 2017, hanya diikuti oleh 10 petani yang kebanyakan perempuan. Aksi tersebut dilakukan hingga Jumat lalu, 17 Maret 2017. Warga yang berdatangan pun telah mencapai 50-an orang, baik perempuan dan laki-laki yang kakinya dipasung semen.

Aksi yang memunculkan tagar #dipasungsemen2 didukung sejumlah LSM, seperti: Komnas HAM, Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Selama aksi, mereka menginap di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang juga kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta Pusat.

Di tempat itu, para petani perempuan yang dipasung semen menempati dua ruangan, yakni ruang Mochtar Lubis dan PK Ojong. Sedangkan para pria berselonjor atau duduk dengan kursi di ruang tengah.  

Mereka tetap bisa makan, tidur, dan ke kamar mandi. Mereka dibantu para warga Kendeng lainnya. Tak ketinggalan anggota komunitas lain turut peduli. Mereka akan tetap melakukan aksi pasung semen hingga Presiden Jokowi menemui mereka. Sayangnya hingga tulisan ini dibuat permintaan tersebut belum terwujud.

Semen Indonesia Hentikan Penambangan Sementara
Pada Senin, 20 Maret 2017, pihak istana akhirnya memanggil perwakilan PT Semen Indonesia terkait penolakan masyarakat Kendeng dengan didirikannya pabrik semen. Dalam pertemuan itu pemerintah dan pihak PT Semen Indonesia menyepakati beberapa hal.

Pertama, PT Semen Indonesia menghentikan sementara proses penambangannya. Kedua, pihak PT Semen Indonesia akan melakukan perbaikan terhadap jalan-jalan yang rusak akibat alat-alat berat mereka di sana. Ketiga, rencana peresmian pabrik akan ditunda dulu.

Saat ini, pemerintah di bawah Kementerian LHK dan tim independen juga tengah menyelesaikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dan akan selesai pada akhir bulan ini. Hasil KLHS nantinya akan dibicarakan dengan Kementerian BUMN, PTSI, KLHK, dan Pemda setempat sebagai data awal.

Pemerintah diwakili kepala staf kepresidenan RI, Teten Masduki, kepada wartawan di Istana Negara menginginkan hasil pertemuan itu disampaikan ke masyarakat Kendeng, dengan harapan aksi pasung semen yang telah dilakukan seminggu itu berhenti sejenak, hingga hasil KLHS keluar.

Pemerintah juga harus meninjau aspek lain apabila terjadi persoalan baru. Meski pabrik telah dibangun, kesepakatan dengan Presiden Joko Widodo terkait wilayah yang akan di KLHS adalah kawasan tambang, bukan pabrik semennya.

Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno telah meninjau pabrik Semen Indonesia di Rembang, didampingi Direktur Utama PT Semen Indonesia Rizkan Chandra, Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo dan Direktur Utama BNI Achmad Baiquni.

"Persis tanggalnya belum ditentukan, tetapi kami optimis pada April 2017. Saya akan laporkan kunjungan saya ini ke Bapak Presiden dan mengusulkan bagaimana kita dapat mengoperasikan ini," ujar Rini seperti dikutip dari Tempo, 17 Maret 2017.

Selama ini, pembangunan tambang semen terus berlangsung. Ketika perusahaan kalah, tetiba investasi Rp 5 triliun selalu disebut-sebut sebagai alasan agar pabrik dan tambang beroperasi. Padahal, soal investasi Rp 5 triliun, merupakan risiko perusahaan ketika berhadapan dengan hukum. Angka Rp 5 triliun tak sebanding dengan dampak kerusakan lingkungan.

Seolah kepentingan pengusaha lebih tinggi dibanding kepatuhan terhadap hukum dan keselamatan warga pegunungan Kendeng.  Kesungguhan warga Kendeng mempertahankan ruang hidupnya dan mata pencahariannya sebagai petani seharusnya yang patut didukung. 

Jalan Panjang
Sejauh ini hukum masih berpihak kepada para petani di pegunungan Kendeng Jawa Tengah. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) para petani dan Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) 5 Oktober 2016 lalu.

Dalam amar putusannya, MA membatalkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah yang dikeluarkan pada 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik Tbk, di Kabupaten Rembang.

Kemenangan petani Kendeng itu tidak diperoleh dengan mudah. Warga pegunungan Kendeng yang tidak terima dengan pembangunan pabrik semen di wilayah mereka melakukan penolakan dengan tidak mengenal lelah. Alasannya, pembangunan pabrik semen akan menggerus sumber air mereka.

Usai melakukan berbagai unjuk rasa, para petani Kendeng menempuh jalur hukum. Bersama Walhi, mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang untuk membatalkan SK Gubernur Jateng terkait izin lingkungan penambangan pabrik semen. PTUN Semarang menolak gugatan itu.

Para petani dan Walhi lalu mengajukan banding ke PT TUN Surabaya. Upaya banding ini juga ditolak. Tak gentar, mereka mengajukan kasasi ke MA. Sayangnya, kasasi itu ditolak MA.

Pada 2 Agustus 2016, petani Kendeng dan Walhi mengambil langkah PK setelah menemukan bukti baru. PK inilah yang dikabulkan MA pada awal Oktober 2016. Putusan bernomor 99 PK/TUN/2016 itu, membatalkan SK Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/17/2012 bertanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk.

Sekilas, putusan MA tersebut akan membuat investor khawatir karena akan memberikan ketidakpastian iklim investasi. Akibatnya muncul banyak dukungan agar pabrik semen diteruskan, meskipun akan merusak lingkungan.

Kekhawatiran munculnya persepsi tentang ketidakpastian iklim investasi makin berkembang ketika dalih pembangunan pabrik semen sudah mencapai 95 persen terus dikumandangkan. Bahkan presiden akan meresmikannya pada April tahun ini.

Petani Kendeng yang membaca gelagat adanya upaya pengabaian putusan PK MA itu, kemudian mengorganisasi diri dengan melakukan aksi long march. Ratusan petani dari pegunungan Kendeng itu berjalan kali sejauh 150 kilometer dari Rembang menuju Semarang untuk bertemu Gubernur Jawa Tengah, Gandjar Pranowo.

Dalam aksinya, para petani ingin mendorong Gubernur Jateng untuk tidak ragu melaksanakan putusan MA. Namun, sesampai di kantor gubernur, para petani tidak bisa bertemu gubernur, karena Gandjar sedang di Riau.

Di tempat itu, para petani mendapatkan informasi yang mengejutkan. Siswolaksono, Asisten I Sekda yang menemui para petani, menyebutkan izin lingkungan baru untuk luasan area yang lebih kecil telah dikeluarkan pada 9 November 2016. Pernyataan itu membuat petani kecewa.

Uniknya, Gandjar membantah mengeluarkan izin lingkungan baru. Ia berkilah, SK baru tersebut hanyalah laporan Rencana Pengelolaan Lingkungan/Rencana Pemantauan Lingkungan yang rutin. Meski judul SK bernomor 660.1/30 Tahun 2016 itu jelas-jelas menyebut kata "izin"di dalamnya.

Berdasarkan penelusuran beberapa media ditemukan SK tersebut memuat sejumlah perubahan, yakni, berubahnya nama PT Semen Gersik Tbk menjadi PT Semen Indonesia Tbk, area penambangan, perubahan jalan, dan lainnya. Selain itu, terdapat izin “operasional” pabrik semen berkapasitas 3 juta ton per tahun di Desa Kajar dan Desa Pasucen, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang.

Sedangkan di  SK lama, hanya memberikan izin lingkungan kepada PT Semen Gresik (Persero) Tbk melakukan kegiatan penambangan batu kapur, penambangan tanah liat, membangun pabrik, membangun jalan produksi, dan membangun jalan tambang. Tidak ada penyebutan izin "operasi".

Kepala BLH Provinsi Jawa Tengah, Agus Sriyanto, dikutip dari beritagar memastikan jika SK baru itu menjadi sinyal bagi pabrik semen melanjutkan kegiatan operasional. Bahkan, SK baru itu, tidak membutuhkan dokumen amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) terbaru.

Putusan PK MA yang terbit pada 5 Oktober 2016, menjadi alasan ketika Gandjar mengaku baru menerima putusannya pada 17 November 2016. Itu sebabnya ia sempat mengeluarkan izin baru pada 9 November 2017. Gandjar bahkan memastikan pembangunan pabrik semen akan tetap berjalan, karena Keputusan MA tidak mencakup penutupan pabrik.

Bagi orang awam, seperti saya, kehadiran SK baru itu sulit untuk diabaikan dengan menyebut bahwa pembangunan pabrik atau tambang semen tidak akan berlanjut. SK itu jelas-jelas menjadi celah bagi pabrik semen untuk melanjutkan aktivitasnya, meski ada masyarakat yang akan kehilangan sumber airnya. Kehilangan lingkungan asli mereka.

Jika kondisinya demikian, maka akan muncul ketidakpastian hukum bagi masyarakat pegunungan Kendeng. Dan jika persoalan utamanya adalah soal investasi, maka seringkali iklim investasi membutuhkan kepastian hukum, bukan?

Pada kondisi ini, masyarakat Kendeng yang kembali jadi korban demi dalih investasi. Demi dalih pembangunan tanpa pernah memperhitungkan dampak lingkungan. Lalu adakah yang bisa memastikan, jika Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang sedang dikerjakan pemerintah saat ini akan berpihak pada masyarakat Kendeng?

Ntahlah... Hanya pemerintah dan Tuhan yang tahu. (jacko agun)

No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN