Sunday, December 31, 2017

Apa pentingnya refleksi akhir tahun?

(source: https://i.ytimg.com/)
Time flies so fast,
then years has changed. 
So, what's your resolution in the next year, buddies?
--Simpang Kiri Jalan

Di momen pergantian tahun, tetiba saya tertarik untuk menulis, khususnya terkait refleksi selama setahun dan resolusi, --demikian kaum urban menyebutnya--, untuk harapan di tahun depan (baca: 2018).

Jujur, saya bingung harus mulai dari mana. Bingung bukan karena tak mampu menulis secara baik, tapi bingung ketika menyaksikan begitu banyaknya peristiwa, baik yang disengaja maupun tak sengaja sepanjang tahun 2017. Apakah semua harus di higlight plus di-resume sebagai sebuah catatan kecil di akhir tahun?

Ntah... Yang pasti, bagi masing-masing orang, rentetan peristiwa sepanjang tahun ini, pasti nya dimaknai berbeda. Tak kan pernah sama, satu dengan yang lainnya.

Seorang kawan, di suatu sore kelabu sempat berujar; “Gak nyangka, dari beberapa tahun lalu, postingan gw di medsos selalu bilang, semoga betah di kantor ini. Akhir tahun ini gw mau posting. Isinya, semoga tahun depan dapat kantor baru”, pintanya.

Mungkin itu salah satu resolusi sederhana yang tidak muluk-muluk. Masuk akal dan terukur. Tinggal bagaimana mewujudkannya.

Di momen akhir seperti pergantian tahun, seringkali saya diajak untuk merenung, khususnya terhadap hal-hal yang sifatnya sangat sentimentil, misalnya: capaian yang paling membanggakan, kegagalan, kesedihan hingga cita-cita yang belum kesampaian.

Bagi mereka yang gemar mencatat secara rapi dan teliti, pastinya setiap momen terdokumentasikan dengan baik. Setiap suka, duka bahkan bahagia terangkum rapi di ruang khusus, baik dalam bentuk diary, postingan media sosial, blog bahkan vlog.

Sementara bagi saya, menulis tak lebih sebagai bentuk pelampiasan ketika hasrat telah memuncak, lalu leyeh-leyeh setelahnya. Ibarat menunggu ombak, saya akan menunggu ide besar berikutnya. Dan, jika ombaknya tidak muncul-muncul, saya pun memilih bersantai di tepi pantai. 

Lalu, jika mengutip quotenya opa Pram yang menyebut “menulis adalah demi keabadian”, menurut saya hal itu sangat filosofi dan punya kedalaman makna. Bagi saya, menulis itu sederhana, setidaknya agar tidak dilupakan sejarah. Biar anak cucu tahu ide-ide pendahulunya saat masih hidup.

Yup, kita memang harus menulis, sebagai bentuk koreksi terhadap kehidupan, khususnya terkait hal yang telah dijalani dan "what next" di masa depan, misalnya di tahun 2018. Tulisan (baca: rentetan peristiwa) akan menjadi indikator, seberapa besar capaian telah berhasil diwujudkan.

Dan, kehadiran media sosial sangat memungkinkan itu. Semua hal berharga bisa kita posting disitu. Mulai dari uneg-uneg hingga momen istimewa. Bahkan hebatnya lagi, hal-hal yang terjadi di masa lampau, kini muncul kembali sebagai pengingat akan peristiwa yang telah lampau. 

Jika peristiwa itu adalah harapan yang belum terwujud, maka kehadirannya ibarat guidance yang menuntun ke arah yang diinginkan. Di titik inilah perlunya evaluasi.

Evaluasi diperlukan, agar kita fokus dan tidak mengulang kesalahan yang sama. Caranya, dengan membuat pola-pola tertentu yang bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Kalau saya malah membuatnya lebih sederhana, yakni menanamnya di bagian memori otak terdalam. Sehingga ketika kesalahan akan muncul, maka alarmnya berbunyi. Cara itu, terbukti manjur untuk beberapa hal yang sifatnya teknis, sehingga tidak mengulang-ulang kesalahan yang sama.

Di waktu yang sempit ini, saya teringat tulisan Uly Siregar, jurnalis yang pindah ke Arizona, Amerika Serikat, setahun lalu. Di artikelnya ia menyebut refleksi yang dalam bahasa Inggris  “reflect” (kata kerja) sebagai think deeply or carefully about. Artinya, saat melakukan refleksi kita harus berpikir panjang dan penuh kehati-hatian.

Hal itu penting, karena dalam tataran praksis, setiap orang harus melakukan telaah terhadap kehidupannya. Terhadap atas semua kejadian yang dilalui sepanjang periode tertentu. Telaah itu berarti jeda. Dan jeda itu biasanya terjadinya di penghujung tahun, seperti saat ini.

Waktu jeda biasanya digunakan untuk menyusun ulang puzzle kehidupan yang mungkin sempat tercerai berai. Menilai kembali, apakah perjalanan hidup ini sudah sesuai harapan lalu seperti apa small step yang harus dilakukan di awal tahun baru (baca: 2018). Termasuk membuat skala prioritas tentang target khusus yang akan dicapai.

Uly lalu menyebut, sejatinya refleksi akhir tahun adalah manajerial waktu. Yup, ide itu ada benarnya. Karena hanya mereka yang pintar dan cermat membagi waktu yang biasanya lebih berhasil. Menurut saya, kecenderunganya memang begitu, setelah berkaca dari beberapa teman yang terbilang berhasil.

Sementara bagi saya, membagi waktu... Ehm, sepertinya itu menjadi salah satu resolusi di tahun 2018. Maklum, saya bukan orang yang piawai membagi waktu. Bahkan banyak hal yang telah direncanakan, harus berujung berantakan, dengan beragam alasan. Bisa jadi karena malas, ngantuk atau kelelahan. Hehehe.... Btw, lupakan guys, itu hanya akal-akalan saya saja. Intinya mah, gak pintar bagi waktu.

Sampai disini, ingatan saya kembali berselancar, teringat suatu masa, ketika seorang karib secara jujur berkata: “kenapa ya, sekarang ini 24 jam, kok, masih terasa kurang?”

Jika boleh berkata jujur, saya pun mengalaminya. 1 hari yang durasinya 24 jam, sepertinya  kurang untuk melakukan banyak hal. Ketika bumi bergerak kian cepat, maka kita mungkin butuh satuan waktu lain, dimana 1 hari tidak lagi 24 jam. Mungkin 25 jam? Bahkan 30 Jam, barangkali???

Namun dari semua itu, setiap orang pasti menginginkan yang terbaik bagi kehidupannya. Tidak ada yang menginginkan yang terburuk atau memilih tidak bahagia. Rasa-rasanya tidak ada. Bahkan bagi seorang OB dan pengemis sekalipun.

Karena itu, saya ingin membagikan beberapa tips sederhana agar kita dapat melakukan refleksi secara baik dan benar. Tips ini base on pengalaman saja. Bisa diaplikasikan, bisa juga tidak. Terserah saja. Bebas, kok.

1. Kapan terakhir kali kita mengucap syukur? Hal ini sangat penting, karena seringkali kita lupa lalu terjebak pada pemahaman sempit dalam memandang sebuah masalah. Akhirnya kita memandang masalah begitu besar, padahal ada banyak orang diluar sana yang memiliki masalah yang mungkin lebih besar dari kita.

2. Apa pengalaman yang paling berharga sepanjang tahun ini? Hal ini penting sebagai pengingat, bahwa kita mampu melaluinya dengan indah, salah satunya mungkin dengan kerja keras. Hal itu juga menjadi penyemangat, jika hal serupa terjadi di masa depan.

3. Apa pencapaian terbesar kita? Pencapaian itu menjadi semacam banchmark atau tolak ukur dari kemampuan kita yang sebenarnya. Hal itu juga mengingatkan kita, bahwa bukan tidak mungkin banyak hal bisa ditingkatkan di tahun berikutnya.

4. Apa kegagalan yang pernah terjadi? Jika ada kisah sukses, maka pasti ada juga kegagalan dalam hidup ini. Banyak yang menyebut, jangan takut mengenang kegagalan. Sebab tiada keberhasilan tanpa kegagalan. Dan yang terpenting, kita harus tetap memperbaiki diri.

5. Siapakah orang yang mempengaruhi kita? Hal ini penting, karena disaat kita terpuruk, seringkali muncul malaikat penolong, yang bisa saja adalah teman, keluarga, bahkan orang yang tidak dikenal.  Mereka itu layak diberi ucapan terima kasih secara tulus. Dan biarkan mereka menyinari kehidupan kita dengan energi positifnya.

6. Seperti apa kehidupan spiritual kita? Hal ini terdengar klise dan sepele. Tapi percayalah, tanpa kehidupan rohani yang baik, maka kita ibarat zombie. Hidup tapi tak bermakna. Terasa ada yang kurang.

Yup, kurang lebih itu yang membantu saya melakukan refleksi terhadap hal-hal yang telah dilalui, setidaknya dalam 1 tahun terakhir. Dengan tips itu pula, saya menyusun sederet hal-hal sederhana yang akan dicapai di tahun 2018. Targetnya tak banyak, tak lebih dari 5 item. Hehehe...

Oh ya, tulisan ini memang jauh dari ideal lho..., yang mungkin dimaknai berbeda oleh tiap-tiap orang. Karena tidak ada yang sempurna, pendekatan ini sangat personal dan semata-mata pandangan pribadi, yang jika bermanfaat, bisa diteruskan kepada yang lain.

Pay it forward”, istilahnya.

Dimana setiap kebaikan, memang harus diteruskan, hingga memenuhi seluruh Bumi. 

Selamat Tahun Baru 2018, kawan, semoga kebaikan dan berkat menyertai kita. (jacko agun)

No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN