Tuesday, February 13, 2018

Jalan Panjang "Tulus" Mencari Keadilan

(Anry Tulus Sianturi, source: www.akses.co)

"Saya tidak punya pengacara atau kuasa hukum dalam kasus saya ini, karena saya tidak punya apa-apa dan orangtua saya pun hanya bekerja sebagai tukang jahit,
--Anry Tulus Sianturi

Kisah yang dialami junioren saya, Anry Tulus Sianturi, 26, mantan mahasiswa Fakultas Pertanian (FP) Program Studi (Prodi) Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara (USU), angkatan 2010, menarik untuk disimak. Pasalnya, Anry Tulus yang kerap disapa Tulus telah memenangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan terkait dikeluarkan atau Drop Out (DO) oleh rektor USU.

Pada sidang yang digelar Selasa (15/8/2017), majelis hakim PTUN Medan yang diketuai Irhamto memutuskan menolak eksepsi tergugat (baca: rektor USU) seluruhnya dan mengabulkan gugatan penggugat, Anry Tulus Sianturi seluruhnya.

Adapun penetapan Drop Out Mahasiswa FP USU atas Nama Anry Sianturi (100301216) didasarkan Surat Keputusan Rektor USU Nomor : 2751/UN5.1.RI/SK/SPB/2016 Tertanggal 30 Desember 2016, khusus Lampiran No. 27.

Saat itu, pengadilan mewajibkan tergugat (USU) merehabilitasi dengan mendudukkan kembali penggugat sebagai mahasiswa semester 13 di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU. Termasuk menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp314.000,-.

Atas dikabulkannya gugatan tersebut, Tulus berharap bisa segera melanjutkan perkuliahan, namun yang terjadi tidak demikian. Pasalnya pihak USU mengajukan banding ke MA pada November 2017, meskipun putusan tersebut dikuatkan oleh pengadilan tingkat 1.

Saat persidangan bergulir, majelis hakim juga menyarankan agar permasalahan ini diselesaikan di luar proses persidangan. Saat itu, pihak rektor mengakui jika masih mungkin dilakukan mediasi secara kekeluargaan.

Atas usulan itu, Tulus telah bertemu dengan Wakil Rektor Satu (WR 1) USU, Rosmayati sebanyak 5 kali. Namun hingga saat ini tidak ada kejelasan atau tindak-lanjut pertemuan itu. Padahal, hakim PTUN Medan, memutuskan pemecatan atau drop-out (DO) terhadap Tulus sebagai langkah yang keliru, dan tidak semestinya dijawab dengan pengajuan banding.

Diakui Tulus, langkah Rektor USU mengajukan banding merupakan pilihan yang dibenarkan secara hukum. Namun seharusnya, pihak USU selaku tergugat bisa menilai penyelesaian permasalahan ini lewat norma dan etika.

Selanjutnya, Tulus akan meminta perlindungan hukum ke Polda Sumut jika Rektor USU tidak memiliki kebijaksanaan atas kelanjutan nasibnya. Tak berhenti sampai disitu, Tulus kini telah berada di Jakarta untuk mengadu ke Komisi Yudisial. Ia berharap KY mampu mengawasi kasusnya dengan baik yang kini sedang bergulir di MA. Ini merupakan langkah yang ia tempuh untuk mencari keadilan. Dan selama ini, ia berjuang sendirian tanpa kuasa hukum, karena ia hanyalah anak seorang penjahit yang tak punya uang untuk membayar tim kuasa hukum.

Kasus ini sendiri bermula dari tuduhan pihak USU yang menyebutnya belum membayar uang kuliah selama dua semester dan tidak mengisi KRS selama lima semester. Padahal Tulus sudah mengisi KRS selama 5 semester dan telah membayar uang kuliah selama 2 semester. Bahkan transkrip nilai 5 semester itu telah ia miliki.

Selain itu, Tulus bukanlah seorang kriminal. Dia juga tidak pernah merusak fasilitas kampus, seperti yang dituduhkan kepadanya. Ia hanyalah mahasiswa biasa yang kebetulan kritis dan kerap menyerukan suara kegelisahan mahasiswa. Tulus menilai alasan terakhir itu yang turut menguatkan mengapa ia akhirnya di DO.

Dalam kasus ini, Anry Tulus Sianturi berharap bisa diaktifkan kembali dan bisa menyelesaikan skripsinya yang sudah di tahap penelitian. Mantan Gubernur Pemerintahan Mahasiswa (baca: setingkat BEM Fakultas) pada 2014-2015 ini menilai telah terjadi kekeliruan pihak USU tentang keluarnya drop outnya tersebut.

"Saya sudah mengisi KRS selama lima semester dan telah membayar uang kuliah selama dua semester. Terus kenapa saya di DO?" ujar Tulus pada salah satu situs berita online.

Saya berharap kasus ini menemukan titik terang. Saya tidak ingin, hanya karena tidak mampu membayar uang kuliah dan tidak mengisi KRS, hal itu akan menjadi preseden buruk di masa depan, terkait keluarnya surat keputusan DO. Tentu saja, masih banyak cara yang bisa ditempuh mengatasi hal-hal seperti itu. Tidak dengan mudahnya mengeluarkan surat DO.

Saya juga berharap kasus Anry Tulus Sianturi bisa menemukan titik terang, seperti yang dialami Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (BEM UNJ), Ronny Setiawan, beberapa waktu lalu. Saat itu, Ronny akhirnya kembali aktif menjadi mahasiswa, setelah status mahasiswanya sempat dicabut. (jacko agun)

No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN