(Peserta Asian Waterbird Census (AWC) 2020 sebelum melakukan mendata jenis-jenis burung air. Credit: Jacko Agun) |
The Asian Waterbird Census (AWC) is part of the global International Waterbird Census (IWC). This citizen-science programme is supporting the conservation and management of wetlands and waterbirds worldwide.
Sensus dilakukan oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dibantu Biodiversity Warriors (BW) Yayasan KEHATI, pada 17 Januari lalu, untuk mendata jenis-jenis burung air yang ada di kawasan Ancol.
“KEHATI berpartisipasi dalam AWC 2020 di mana sejumlah negara seperti Eropa, Asia hingga Australasia juga terlibat. Tujuannya untuk menghitung dan mengidentifikasi jenis-jenis burung air yang ada dikawasan Ecopark”, ujar Ahmad Baihaqi, staf Edukasi Outreach Yayasan KEHATI.
Sensus Juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kekayaan keanekaragaman hayati serta mendukung upaya pelestariannya.
“Kita ingin keberadaan burung air bisa dimanfaatkan sebagai objek ekowisata dan pihak Ancol lebih memperhatikan habitat burung”, ujar Baihaqi.
Burung Kareo Padi (sumber: Ahmad Baihaqi - KEHATI) |
Bagi KEHATI, kegiatan Asian Waterbird Census (AWC) di Ancol merupakan yang pertama dilakukan. Kendati demikian, Kehati secara reguler mendata burung untuk keperluan penelitian biodiversitas.
Meskipun AWC dilakukan setahun sekali, tidak tertutup kemungkinan pengamatan bisa dilakukan kapan saja di Ancol. Pasalnya, burung-burung selalu singgah dan melintas di kawasan itu pada pagi dan sore hari.
“Apalagi kawasan Ancol sangat luas, sehingga bisa melakukan pengamatan di lokasi lain di Ancol”, kata Baihaqi.
Jumlah burung air di Ancol jauh lebih sedikit jika dibandingkan di Hutan Lindung Angke Kapuk, karena Ecopark merupakan taman perkotaan, sementara Muara Angke memiliki ekosistem mangrove yang menjadi tempat persinggahan burung-burung air.
“Ecopark lebih kearah hutan kota, dengan tutupan vegetasi yang berbeda dibandingkan mangrove. Akibatnya, jenis burung airnya lebih sedikit, ketimbang di mangrove, yang murni lahan basah”, ungkap Baihaqi.
Manajer PR dan Education Outreach Yayasan KEHATI, Muhammad Syarifullah menegaskan, jika burung air lebih banyak ditemukan di habitat lahan basah. Baik lahan basah alami maupun lahan basah buatan, termasuk: sungai, danau, kolam, tambak, pantai/pesisir, mangrove, rawa gambut, sawah, hingga tempat pembuangan limbah/ sampah.
“Untuk AWC 2020, beberapa negara, sepakat menghitung jumlah dan jenis burung air, karena tidak jauh dari kawasan lahan basah. Apabila lahan basah rusak, maka keberadaan burung-burung air akan hilang”, papar Syarifullah.
Burung Blekok Sawah (sumber: Ahmad Baihaqi - KEHATI) |
AWC Mendunia
Asian Waterbird Census (AWC) merupakan kegiatan sukarela untuk memantau burung air yang dilakukan setiap tahun di setiap minggu ke-2 dan ke-3 di bulan Januari.
Sensus dilakukan serentak secara internasional, meliputi wilayah Afrika, Amerika, Eropa, hingga Australasia (Australia, Selandia Baru, Kepulauan Papua New Guinea, dan Kepulauan Pasifik), di bawah naungan International Waterbird Census (IWC).
Pada AWC 2019, waktu penghitungan burung air disepakati antara 5-20 Januari 2019. Catatan pada waktu lain selama Januari juga ikut disampaikan.
Di Indonesia, kegiatan Asian Waterbird Census (AWC) telah dilaksanakan sejak awal pencanangannya pada tahun 1986, dikoordinasi oleh Wetlands International Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bekerja sama dengan Kemitraan Nasional Konservasi Burung Bermigrasi dan Habitatnya.
Data populasi tersebut digunakan sebagai acuan pengelolaan beberapa Taman Nasional, penentuan lokasi untuk Konvensi Ramsar dan East Asian Australasian Flyway Partnership, serta penentuan status jenis burung dilindungi.
“AWC juga digunakan dalam menentukan populasi burung air secara global. Serta untuk mengantisipasi merebaknya wabah flu burung (Avian influenza) yang masih menyisakan tanya tentang keterkaitan burung air”, ujar Syarifullah.
Burung Punai SIam (foto: Jekson Simanjuntak) |
Ecopark Ruang Terbuka Hijau
Ancol yang luasnya sekitar 150 ha merupakan habitat bagi pelestarian burung air di Jakarta. Ancol juga menjadi lokasi wisata edukasi bagi masyarakat yang ingin melakukan pengamatan burung.
Manajemen Pembangunan Jaya Ancol menyambut baik dipilihnya kawasan wisata Ancol sebagai lokasi pendataan burung air. Terlebih sebagai pengelola, mereka juga memiliki perhatian khusus terhadap keanekaragaman hayati dan ruang terbuka hijau.
“Kawasan Ancol Taman Impian selain sebagai sarana hiburan, rekreasi dan sarana pendidikan, juga berperan sebagai ruang terbuka hijau khususnya bagi ibu kota Jakarta”, ujar VP Corporate Secretary PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, Agung Praptono.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan kawasan yang didominasi oleh tumbuhan yang mempunyai fungsi sebagai sarana konservasi sumberdaya alam untuk menunjang kelestarian air, udara, dan tanah.
“RTH diharapkan mampu menunjang kehidupan satwa dan tumbuhan yang ada di sekitarnya”, ujar Agung Praptono.
Idealnya, luas RTH di perkotaan sebesar 30% dari total luas wilayah. Namun, saat ini luas RTH di Jakarta baru mencakup sekitar 10%, dimana Ecopark Ancol salah satunya.
Ecopark merupakan kawasan hasil dari alihfungsi Padang Golf Ancol menjadi sarana rekreasi dan olahraga yang menawarkan nilai-nilai edukasi dan petualangan dengan luas 34 hektar.
Ecopark ditumbuhi beranekaragam pepohonan, menjadikannya sebagai kawasan hijau dan rumah bagi berbagai jenis satwa liar, baik dilindungi maupun tidak.
Beberapa jenis pohon banyak ditemukan di kawasan ini, seperti Kersen atau Talok (Muntingia calabura) dan Flamboyan (Delonix regia). Kersen dan Flamboyan merupakan sumber pakan burung, khususnya nectar dan buahnya.
Sementara itu, Ecopark yang merupakan taman perkotaan, memunculkan banyak burung hutan kota. Hal itu jauh berbeda dengan kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk yang memiliki ekosistem mangrove yang lebih diminati burung air.
“Karena di Ancol unsur perairannya danau buatan, berbeda dengan kawasan mangrove alami sehingga potensi pakan untuk jenis burung air lebih sedikit di sini," tutur Baihaqi.
Burung Pecuk Ular Asia (Sumber: Ahmad Baihaqi - KEHATI) |
Laporan Ke Wetland Indonesia
Hasil sensus burung air pada AWC 2020 akan dilaporkan ke Wetland Indonesia selaku koordinator AWC Indonesia dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Pertama kita laporkan ke Wetlend sebagai basis data, termasuk bahan pemuktahiran data. Kemudian kita kasih juga ke Pemprov DKI, melalui Dinas LH”, ujar Ahmad Baihaqi, staf Edukasi Outreach Yayasan KEHATI.
Adapun data yang diberikan ke Dinas Lingkungan Hidup sebagai bahan referensi dalam pengelolaan kawasan Ancol.
“Data ke Dinas LH agar mereka mengetahui potensi kawasan Ancol, yang apabila ingin melakukan pembangunan, maka mempertimbangkan kondisi ekologis, termasuk keberadaan burung-burung air”, papar Baihaqi.
Selain itu, hasil pendataan akan diserahkan ke pihak Ancol, yang telah mengizinkan pelaksanaan AWC 2020 digelar.
“Harapannya, Ecopark diperhatikan khusus oleh pengelola Ancol, sehingga menjadi ekosistem yang lestari”, ujar Ahmad Baihaqi.
Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI Riki Frindos menyebut hasil sensus merupakan pengayaan data keanekaragamman hayati di DKI Jakarta. Termasuk memperkenalkannya kepada generasi muda, melalui kegiatan Asian Waterbird Census 2020.
“Kita ingin menunjukan bahwa kota besar seperti Jakarta masih memiliki keragaman satwa yang tinggi,”jelas Riki Frindos.
Pada tahun 2019, KEHATI telah melakukan kegiatan Asian Waterbirds Cencus di Hutan Lindung Angke Kapuk, dan berhasil mengindentifikasi 132 ekor dari 14 jenis burung air.
Lalu, pada 2016, KEHATI juga berhasil mendata 18 jenis burung air yang berada di kawasan tersebut.
Beberapa di antaranya adalah burung Kokokan Laut (Butorides striatus), Cangak Abu (Ardea cinerea), Pecuk-Padi Hitam (Phalacrocorax sulcirostris), Pecuk Ular Asia (Anhinga melanogaster) dan burung air lainnya.
Burung Kokokan Laut (Sumber: Ahmad Baihaqi - KEHATI) |
Pendataan 3 Jam
Dalam waktu kurang 3 jam, tim berhasil mendata beberapa jenis burung air yang dominan, seperti Blekok Sawah, Kareo Padi, Kokotan Laut, Pecuk Ular Asia, dan Kuntul.
“Burung-burung itu diketahui sedang istirahat, atau melintas di kawasan ancol”, kata Baihaqi.
Keberadaan burung-burung itu sekaligus menunjukkan bahwa Ecopark, selain tempat tinggal burung, juga menyediakan sumber pakan yang berlimpah.
“Jika di Ancol ditemukan burung air, bisa dikatakan lingkungannya cukup baik. Juga menyediakan beberapa sumber pakan, seperti ikan, udang, kerang, sebagai makanan burung-burung air, pungkas Baihaqi.
Dengan terpilihnya Ecopark Ancol sebagai lokasi sensus burung air pada tahun ini, pihak pengelola diharapkan lebih peduli terhadap keberlanjutan keanekaragaman hayati. Termasuk dengan menanam pohon yang merupakan habitat burung.
Selain itu, edukasi dan sosialiasi penting dilakukan demi pengarusutamaan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. Salah satunya dengan tidak berburu burung dan satwa yang dilindungi. (end)
No comments:
Post a Comment