Friday, August 02, 2013

Mengapa THR Harus Diberikan?


ilustrasi foto by: www.dpbbm.com

“Setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan imbalan upah wajib membayar THR, entah itu berbentuk perusahaan, perorangan, yayasan, atau perkumpulan” 

Tadi malam saya mendapat kiriman imel dari seorang teman. Isinya merupakan undangan peliputan terkait 10.000 buruh di KBN Cakung yang belum menerima  Tunjangan Hari Raya (THR) meski lebaran tinggal menghitung hari. Wow.., 10.000 buruh. Membayangkannya saja, membuat bulu kuduk berdiri. Maklum jumlah itu sangat  besar. Jika di bariskan, panjangnya bisa sampai mana ya?

Selain itu, di imel juga dijelaskan bawa ada ribuan buruh yang sudah diputus kontrak sebelum lebaran, atau dipanggil lagi setelah lebaran, hanya demi pengusaha menghindari membayar THR.   Atau, ada juga perusahaan yang memberlakukan pembayaran THR setengah atau dibayar setelah lebaran. Pola-pola yang sebenarnya sangat melanggar undang-undang  dan akal-akalan pihak pengusaha.

Nasib buruh sebagai entitas tenaga kerja di Indonesia seringkali disia-siakan oleh perusahaan. Ribuan buruh tidak menerima THR  di tahun 2013, padahal ini merupakan  kewajiban setiap perusahaan terhadap para buruhnya. Nasib buruh yang tidak menerima THR ini banyak dialami oleh para buruh yang dipecat sepihak oleh perusahaannya, atau dialami para buruh yang sedang memperjuangkan haknya.

Sementara itu, berdasarkan Posko Pengaduan THR yang didirikan oleh LBH Jakarta, ditemukan sebanyak 1.150 buruh yang bekerja di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta Timur, dan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, terancam tidak mendapatkan THR pada lebaran tahun ini. 

Dari 1.150 buruh itu, sebanyak 400 buruh PT Asian Collection tidak akan menerima pembayaran THR sama sekali. Sementara, 750 buruh sisanya merupakan buruh PT Usi Apparel yang  menerima THR hanya 50 persen saja.

Saat ini kaum buruh benar-benar dihadapkan pada posisi tawar yang lemah. Sebab, mencari pekerjaan yang layak di tengah situasi yang serba sulit seperti sekarang ini tidak gampang. Akhirnya mau tidak mau, mereka pun menerimanya, meski dengan jaminan yang buruk, seperti waktu kerja yang tidak pasti, tidak adanya THR, lembur yang tidak dihitung, dsb.

Aturan Tunjangan Hari Raya (THR)
Sejatinya Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan kewajiban pengusaha terhadap karyawannya. Kewajiban itu lahir dilandasi oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor PER-04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja Di Perusahaan. 

THR pekerja merupakan hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada para pekerjanya menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain, misalnya makanan. Pemberian dalam bentuk lain itu hanya dapat dilakukan dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25%  dari nilai THR yang seharusnya diterima. Bentuk lain tersebut baru dapat dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan pekerja dan diberikan bersamaan dengan pembayaran THR.

Apabila suatu perusahaan karena kondisi tertentu menyebabkan tidak mampu membayar THR, maka perusahaan yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan penyimpangan mengenai besarnya jumlah THR. Permohonan itu diajukan kepada Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Pengawasan Ketenagakerjaan, Kemenakertrans. Pengajuan itu harus diajukan paling lambat 2 bulan sebelum hari raya keagamaan yang terdekat. Dirjen akan menetapkan besarnya jumlah THR setelah mempertimbangkan hasil pemeriksaan keuangan perusahaan.

Menurut Permenaker, setiap karyawan berhak memperoleh THR apabila:
1. Sesuai dengan PER.04/MEN/1994 pasal 2, pengusaha diwajibkan untuk memberi THR Keagamaan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan atau lebih secara terus-menerus. Peraturan ini tidak membedakan status pekerja apakah telah menjadi karyawan tetap, kontrak, atau paruh waktu.

2. Pekerja yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih mendapatkan THR sebesar 1 bulan upah.

3. Pekerja yang telah memiliki masa kerja 3 bulan secara terus-menerus tapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja, yakni dengan perhitungan jumlah bulan masa kerja dibagi 12 bulan dikalikan 1 bulan upah.

4. Pekerja yang dipecat (PHK) tetap berhak mendapat THR apabila masa pemecatan maksimum 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan pekerja. THR harus diberikan paling lambat tujuh hari sebelum hari keagamaan pekerja agar memberi keleluasaan bagi para pekerja menikmati bersama keluarga.

Pada prinsipnya THR diberikan pada setiap menjelang hari raya keagamaan masing-masing Pekerja, namun ketentuan ini dapat disimpangi dengan kesepakatan bersama diantara Pengusaha dan Pekerja. Misalnya pemberian THR bisa saja diserahkan langsung kepada seluruh Pekerja pada saat perayaan hari raya idul fitri. Namun bagaimanapun ketentuannya, pembayaran THR tersebut harus sudah dilakukan  selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya keagamaan dimaksud.

Bagi para pengusaha yang melanggar ketentuan pembayaran THR akan diancam hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai Tenaga Kerja

Posko Pengaduan
Sejak maraknya perusahaan yang tidak memberikan Tunjangan Hari Raya (THR). Posko-posko pengaduan pun banyak didirikan. Salah satunya adalah posko THR yang didirikan oleh LBH Jakarta bersama AJI Jakarta, Aspek Indonesia, FSPM Independen (Federasi Serikat Pekerja Media Independen), Federasi GSPB,  dan beberapa elemen organisasi buruh.

Posko ini dibuka untuk  menjamin perlindungan hak-hak bagi jurnalis dan pekerja media yang merayakan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 08-09 Agustus 2013. THR merupakan hak normatif yang harus diberikan oleh pihak pengusaha kepada seluruh karyawannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.

Pelanggaran terhadap pemenuhuan kewajiban tersebut bisa ditindak dengan hukum, sebagaimana diatur dalam pasal 8 Peraturan Menteri No. 4 Tahun 1994 tersebut di atas. Karyawan juga bisa mempermasalahkan secara hukum sebagaimana diatur dalam UU No 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Tunjangan tersebut penting untuk diserahkan kepada para pekerja agar mereka dapat menjalin silaturrahmi dengan keluarga, saudara dan handai taulan. Terlebih jika mengingat kecenderungan lonjakan harga kebutuhan pokok menjelang perayaan hari raya Idul Fitri tahun ini. THR merupakan kewajiban pengusaha dan bukan kewajiban narasumber, pejabat pemerintah, pihak swasta atau pihak-pihak lainnya.

Jika pihak perusahaan itu tidak melaksanakan kewajibannya, maka LBH Jakarta akan mengirimi surat ke masing-masing perusahaan. Jika langkah itu tidak diindahkan, maka LBH pun akan menempuh jalur hukum dengan turut melaporkannya ke pihak yang berwenang.

Namun sebelum itu, LBH Jakarta akan melakukan verifikasi terhadap setiap pengaduan yang masuk. Untuk memastikan apakah pekerjanya tidak mendapatkan THR dan apakah mereka benar buruh perusahaan atau tidak.

Pokok THR Kemenakertrans Nihil
Sementara itu, pihak Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) juga membuka posko terkait pemberian THR. Posko itu dibuka untuk menerima pengaduan dari masyarakat dan pekerja jika ada perusahaan yang belum memberikan THR bagi pekerjanya.

Berbeda dengan posko LBH Jakarta yang telah ramai dengan pengaduan, hingga Jumat (2/8/2013), posko THR di Lantai 8 Gedung Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), belum  menerima satupun laporan keluhan atau kasus terkait THR Lebaran.

Rencananya posko pengaduan THR akan dibuka hingga H+7 Lebaran atau 16 Agustus 2013. Dari informasi media online disebutkan, ada beberapa orang yang datang ke posko pengaduan Kemenakertrans. Namun setelah dipelajari, ternyata yang datang kebanyakan ingin berkonsultasi mengenai pemberian THR.

Dari tahun ke tahun, jumlah pengaduan terkait THR yang diterima Kemenakertrans terus menurun. Jika pada 2011 ada 85 laporan pengaduan, tahun 2012 jumlahnya berkurang hingga 25 persen, dengan jumlah pengaduan yang masuk sebanyak 28 kasus.

Adapun isi laporan pengaduan yang masuk ke posko Kemenakertrans tahun lalu antara lain, THR yang tidak dibayarkan perusahaan,  jenis/komponen perhitungan upah yang salah, dan karyawan yang di-PHK sebelum Lebaran, sehingga mereka tidak memeroleh THR.

Meski demikian, data pengaduan yang masuk ke Kemenakertrans berbanding terbalik dengan kenyataan demonstrasi yang kerap digelar oleh buruh lintas serikat di berbagai lokasi jelang lebaran seperti sekarang ini. (jacko ag un)

No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN