ilustrasi foto by: www.dpbbm.com |
“Setiap orang yang mempekerjakan orang lain
dengan imbalan upah wajib membayar THR, entah itu berbentuk perusahaan,
perorangan, yayasan, atau perkumpulan”
Tadi
malam saya mendapat kiriman imel dari seorang teman. Isinya merupakan undangan
peliputan terkait 10.000 buruh di KBN Cakung yang belum menerima
Tunjangan Hari Raya (THR) meski
lebaran tinggal menghitung hari. Wow.., 10.000 buruh. Membayangkannya saja, membuat bulu
kuduk berdiri. Maklum jumlah itu sangat besar. Jika di bariskan,
panjangnya bisa sampai mana ya?
Selain
itu, di imel juga dijelaskan bawa ada ribuan buruh yang sudah diputus
kontrak sebelum lebaran, atau dipanggil lagi setelah lebaran, hanya demi
pengusaha menghindari membayar THR. Atau, ada juga perusahaan yang memberlakukan
pembayaran THR setengah atau dibayar setelah lebaran. Pola-pola yang sebenarnya
sangat melanggar undang-undang dan
akal-akalan pihak pengusaha.
Nasib
buruh sebagai entitas tenaga kerja di Indonesia seringkali disia-siakan
oleh perusahaan. Ribuan buruh tidak menerima THR di tahun
2013, padahal ini merupakan kewajiban
setiap perusahaan terhadap para buruhnya. Nasib buruh yang tidak menerima THR
ini banyak dialami oleh para buruh yang dipecat sepihak oleh perusahaannya,
atau dialami para buruh yang sedang memperjuangkan haknya.
Sementara
itu, berdasarkan Posko Pengaduan THR yang didirikan oleh LBH Jakarta, ditemukan
sebanyak 1.150 buruh yang bekerja di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung,
Jakarta Timur, dan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, terancam tidak
mendapatkan THR pada lebaran tahun ini.
Dari
1.150 buruh itu, sebanyak 400 buruh PT Asian Collection tidak akan menerima
pembayaran THR sama sekali. Sementara, 750 buruh sisanya merupakan buruh PT Usi Apparel yang menerima
THR hanya 50 persen saja.
Saat
ini kaum buruh benar-benar dihadapkan pada posisi tawar yang lemah. Sebab, mencari
pekerjaan yang layak di tengah situasi yang serba sulit seperti sekarang ini tidak
gampang. Akhirnya mau tidak mau, mereka pun menerimanya, meski dengan jaminan
yang buruk, seperti waktu kerja yang tidak pasti, tidak adanya THR, lembur yang
tidak dihitung, dsb.
Aturan Tunjangan Hari
Raya (THR)
Sejatinya Tunjangan
Hari Raya (THR) merupakan kewajiban pengusaha terhadap karyawannya.
Kewajiban itu lahir dilandasi oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
(Permenaker) Nomor PER-04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi
Pekerja Di Perusahaan.
THR
pekerja merupakan hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha
kepada para pekerjanya menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau
bentuk lain, misalnya makanan. Pemberian dalam bentuk lain itu hanya dapat
dilakukan dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25% dari nilai THR yang seharusnya diterima.
Bentuk lain tersebut baru dapat dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat
persetujuan pekerja dan diberikan bersamaan dengan pembayaran THR.
Apabila
suatu perusahaan karena kondisi tertentu menyebabkan tidak mampu membayar THR,
maka perusahaan yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan penyimpangan mengenai
besarnya jumlah THR. Permohonan itu diajukan kepada Direktur Jenderal Pembinaan
Hubungan Industrial (PHI) dan Pengawasan Ketenagakerjaan, Kemenakertrans.
Pengajuan itu harus diajukan paling lambat 2 bulan sebelum hari raya keagamaan
yang terdekat. Dirjen akan menetapkan besarnya jumlah THR setelah
mempertimbangkan hasil pemeriksaan keuangan perusahaan.
Menurut
Permenaker, setiap karyawan berhak memperoleh THR apabila:
1.
Sesuai dengan PER.04/MEN/1994 pasal 2, pengusaha diwajibkan untuk memberi THR
Keagamaan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan atau lebih
secara terus-menerus. Peraturan ini tidak membedakan status pekerja apakah
telah menjadi karyawan tetap, kontrak, atau paruh waktu.
2.
Pekerja yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih
mendapatkan THR sebesar 1 bulan upah.
3.
Pekerja yang telah memiliki masa kerja 3 bulan secara terus-menerus tapi kurang
dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja, yakni dengan
perhitungan jumlah bulan masa kerja dibagi 12 bulan dikalikan 1 bulan upah.
4.
Pekerja yang dipecat (PHK) tetap berhak mendapat THR apabila masa pemecatan
maksimum 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan pekerja. THR harus diberikan
paling lambat tujuh hari sebelum hari keagamaan pekerja agar memberi
keleluasaan bagi para pekerja menikmati bersama keluarga.
Pada
prinsipnya THR diberikan pada setiap menjelang hari raya keagamaan
masing-masing Pekerja, namun ketentuan ini dapat disimpangi dengan kesepakatan
bersama diantara Pengusaha dan Pekerja. Misalnya pemberian THR bisa saja
diserahkan langsung kepada seluruh Pekerja pada saat perayaan hari raya idul
fitri. Namun bagaimanapun ketentuannya, pembayaran THR tersebut harus sudah
dilakukan selambat-lambatnya 7 hari
sebelum hari raya keagamaan dimaksud.
Bagi
para pengusaha yang melanggar ketentuan pembayaran THR akan diancam hukuman
sesuai dengan ketentuan pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
ketentuan-ketentuan pokok mengenai Tenaga Kerja
Posko Pengaduan
Sejak
maraknya perusahaan yang tidak memberikan Tunjangan Hari Raya (THR).
Posko-posko pengaduan pun banyak didirikan. Salah satunya adalah posko THR yang
didirikan oleh LBH Jakarta bersama AJI Jakarta, Aspek Indonesia, FSPM
Independen (Federasi Serikat Pekerja Media Independen), Federasi GSPB, dan beberapa elemen organisasi buruh.
Posko
ini dibuka untuk menjamin perlindungan
hak-hak bagi jurnalis dan pekerja media yang merayakan hari raya Idul Fitri
yang jatuh pada tanggal 08-09 Agustus 2013. THR merupakan hak normatif yang
harus diberikan oleh pihak pengusaha kepada seluruh karyawannya sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan
Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.
Pelanggaran
terhadap pemenuhuan kewajiban tersebut bisa ditindak dengan hukum, sebagaimana
diatur dalam pasal 8 Peraturan Menteri No. 4 Tahun 1994 tersebut di atas.
Karyawan juga bisa mempermasalahkan secara hukum sebagaimana diatur dalam UU No
2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Tunjangan
tersebut penting untuk diserahkan kepada para pekerja agar mereka dapat
menjalin silaturrahmi dengan keluarga, saudara dan handai taulan. Terlebih jika
mengingat kecenderungan lonjakan harga kebutuhan pokok menjelang perayaan hari
raya Idul Fitri tahun ini. THR merupakan kewajiban pengusaha dan bukan kewajiban
narasumber, pejabat pemerintah, pihak swasta atau pihak-pihak lainnya.
Jika
pihak perusahaan itu tidak melaksanakan kewajibannya, maka LBH Jakarta akan
mengirimi surat ke masing-masing perusahaan.
Jika langkah itu tidak diindahkan, maka LBH pun akan menempuh jalur hukum
dengan turut melaporkannya ke pihak yang berwenang.
Namun
sebelum itu, LBH Jakarta akan melakukan verifikasi terhadap setiap pengaduan
yang masuk. Untuk memastikan apakah pekerjanya tidak mendapatkan THR dan apakah
mereka benar buruh perusahaan atau tidak.
Pokok THR Kemenakertrans
Nihil
Sementara
itu, pihak Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) juga
membuka posko terkait pemberian THR. Posko itu dibuka untuk menerima pengaduan
dari masyarakat dan pekerja jika ada perusahaan yang belum memberikan THR bagi
pekerjanya.
Berbeda
dengan posko LBH Jakarta yang telah ramai dengan pengaduan, hingga Jumat (2/8/2013),
posko THR di Lantai 8 Gedung Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Kemenakertrans), belum menerima satupun
laporan keluhan atau kasus terkait THR Lebaran.
Rencananya
posko pengaduan THR akan dibuka hingga H+7 Lebaran atau 16 Agustus 2013. Dari
informasi media online disebutkan, ada beberapa orang yang datang ke posko
pengaduan Kemenakertrans. Namun setelah dipelajari, ternyata yang datang
kebanyakan ingin berkonsultasi mengenai pemberian THR.
Dari
tahun ke tahun, jumlah pengaduan terkait THR yang diterima Kemenakertrans terus
menurun. Jika pada 2011 ada 85 laporan pengaduan, tahun 2012 jumlahnya
berkurang hingga 25 persen, dengan jumlah pengaduan yang masuk sebanyak 28
kasus.
Adapun
isi laporan pengaduan yang masuk ke posko Kemenakertrans tahun lalu antara
lain, THR yang tidak dibayarkan perusahaan, jenis/komponen perhitungan upah yang salah,
dan karyawan yang di-PHK sebelum Lebaran, sehingga mereka tidak memeroleh THR.
Meski
demikian, data pengaduan yang masuk ke Kemenakertrans berbanding terbalik
dengan kenyataan demonstrasi yang kerap digelar oleh buruh lintas serikat
di berbagai lokasi jelang lebaran seperti sekarang ini. (jacko ag un)
No comments:
Post a Comment