(Memberi tanda tidaklah mudah. Source: play.google.com) |
Lama ia berpikir untuk mengetikkan kata itu.
Lama ia tertegun, hanya tuk pastikan bahwa pilihannya sudah tepat.
Pilihan yang secara hitung-hitungan logika bisa berimplikasi buruk.
Bisa juga tidak!
Bahkan secara tidak langsung, produk ikutannya juga panjang.
Ia hanya berharap apa yang dilakukan, tidak merusak tatanan yang telah tercipta,
tidak merusak jalinan yang terpilin indah.
Sungguh, ia tak ingin hal buruk terjadi,
Mulailah ia menghitung ulang.
Detik berganti detik, lalu jam berganti jam.
Semua berlalu begitu saja.
Masih di tempat yang sama, ia belum beranjak.
Hingga akhirnya, hari pun berganti.
Hasilnya sama. Nihil.
Sejatinya, ia hanya ingin bertegur sapa, layaknya seorang kepada yang lain. Sekedar bertukar kabar dengan cara yang sangat sopan. Cara yang menjadi penanda betapa tingginya tingkat budi pekerti seseorang dalam berkomunikasi.
Di waktu-waktu seperti saat itu, ia memang harus menakar diri. Mengukur sampai dimana kekuatan amunisi yang ia punya, sehingga tidak menjadi bumerang, di masa depan. Pasalnya, kejadian seperti itu, berpotensi meretakkan jembatan yang telah dibangun. Menghancurkan semua petunjuk arah yang telah terpasang rapi di sudut-sudut kota. Meluluhlantakkan kota yang dulunya indah.
Singkatnya, ia bingung!
Bingung mau melakukan apa.
Secara ia tahu, frekuensi itu memang nyata.
Frekuensi yang tak selalu muncul, meski berhari-hari kau menantinya.
Karena ia hadir dari ruang hampa tak berujung.
Hanya karena ia memang ingin muncul.
Lalu, dalam panjang gelombang yang sama, frekuensi itu akan berpindah,
mencari siapa yang mampu menangkapnya.
Persis setelah dikirimkan, beberapa waktu, dari seberang sana.
Namun, apakah frekuensi itu tiba dengan selamat?
Ntahlah...
Satu yang pasti, berhari-hari berlalu, ketika ia berusaha menuliskannya...
Sebuah pesan singkat, tepatnya.
Pesan yang dulu biasa ia kirim, tanpa basa-basi,
tanpa pretensi.
Kepada siapapun, kepada mereka-mereka yang terkoneksi baik dengannya, dengan lingkungannya, dengan hari-harinya.
Ya, pesan itu hanya terdiri dari 2 huruf.
Pesan yang memang sangat singkat, namun penuh makna.
Makna tentang banyak hal.
Tentang kehidupan juga.
Pesan itu berbunyi: "Hi..."
---
Di hari-hari akhir, ia kembali ragu.
Sementara sisi lainnya, menginginkan agar ia segera "texting the message!"
Sejenak berpikir, ia lalu putuskan!
Tidak melakukannya,
sama sekali.
Tidak!
Meski ia tahu menyakitkan,
karena rasa tak pernah bohong.
Pun tak mudah untuk dibunuh
Akhirnya, demi kebaikan, ia memilih diam.
Ia sedih!
Luruh...
--000--
No comments:
Post a Comment