Tuesday, November 10, 2015

2016, Sinar Harapan Tutup Usia


(logo Sinar Harapan. Foto: http://siva-id.jsstatic.com)

Akhir minggu kemarin, dua grup yang saya ikuti, yang masing-masing terdiri dari komunitas yang berbeda, tiba-tiba membagikan surat elektronik tentang berhenti terbitnya harian Sinar Harapan, sebuah koran sore yang terkenal di Jakarta. Surat elektronik yang dibagikan persis sama .

Oh ya, di Jakarta sendiri, tak banyak koran yang berani memutuskan untuk terbit pada sore hari. Pasalnya, mereka harus mampu menghadirkan info-info terbaru di halaman mukanya. Seingat saya, kompetitornya Sinar Harapan hanya Suara Pembaruan (SP). Uniknya, meski sesama kompetitor, banyak reporter Sinar Harapan yang berteman baik dengan reporter SP di lapangan. Alasannya, karena memiliki genre terbit yang sama dan demi mendapatkan asupan berita terkini.

Meski tak secara spesifik menyebutkan nama, surat elektronik yang berakhir viral itu dibenarkan oleh teman reporter asal Sinar Harapan. Menurut teman itu, ia telah siap dengan kemungkinan terburuk.

Sebelumnya, pada Jumat, 6 November lalu, dewan direksi dan komisaris PT Sinar Harapan Persada mengumpulkan seluruh karyawan. Dewan direksi dan komisaris lalu mengumumkan berhenti terbit tersebut kepada para seluruh karyawannya. 

“Udah disebar, yah, berarti pengumuman resmi!... Lusa kemarin, Tides (Aristides Katoppo, pendiri) sih, ngasih pengungumuman serupa ke seluruh pegawai”, ujar seorang teman yang namanya tak ingin disebutkan.

Dikabarkan, Sinar Harapan akan berhenti terbit mulai tanggal 1 Januari 2016, baik dalam bentuk cetak ataupun online. Penyebabnya, investor melepaskan investasinya di Sinar Harapan.

“Investor melepaskan investasinya di Sinar Harapan. Oleh karena itu, Sinar Harapan akan berhenti terbit terhitung mulai 1 Januari 2016, untuk waktu yang tidak ditentukan, baik untuk media cetak maupun online,” demikian pesan elektronik yang saya terima pada Sabtu (7/11).

Selain menghadapi investor yang hengkang, Sinar Harapan juga menghadapi persoalan global dalam dunia penerbitan, dimana terjadi tren penurunan pasar surat kabar seperti yang dialami sejumlah media di banyak negara di dunia.

Tak hanya itu, Sinar Harapan juga menghadapi masalah finansial, dimana cash flow sejak terbit dalam format baru 14 tahun lalu kerap bermasalah. Akibatnya, perusahaan sulit memperoleh keuntungan yang signifikan. Belum lagi, market (pasar) yang tersedia juga semakin kecil.

Kendati akan berhenti terbit, hingga akhir tahun ini (baca: 31 Desember 2015) Sinar Harapan akan hadir seperti biasa.

“Sinar Harapan, baik cetak maupun online, masih terbit seperti biasa hingga tanggal 31 Desember 2015,” seperti dikutip dari surat elektronik itu.

Sementara itu, karyawan berharap agar perusahaan tidak jadi menghentikan penerbitannya. Pasalnya, mereka sangat mencintai perusahaan yang sempat dibredel pemerintah orde baru itu. Namun jika Sinar Harapan berhenti terbit, karyawan telah siap menunggu pembagian kompensasi yang adil.

“Gue fine aja... Lagi atur strategi aja buat ke depan. Thanks anyway yah, atas perhatiannya”, demikian ucap salah seorang jurnalis Sinar Harapan.

Adapun segala kewajiban perusahaan terhadap seluruh karyawan serta kontributor, PT Sinar Harapan Persada berjanji akan tetap memenuhi sesuai aturan yang berlaku. 

Sejarah Sinar Harapan
Sinar Harapan diterbitkan kembali pada 2 Juli 2001 oleh H.G. Rorimpandey dan Aristides Katoppo. Awalnya Sinar Harapan terbit perdana pada tanggal 27 April 1961 namun koran itu mengalami beberapa kali breidel, karena pilihan sikap kritis terhadap isu-isu penting dan kerap berseberangan dengan pemerintah. 

Pada saat kemunculannya, pemimpin umum Sinar Harapan dipercayakan kepada HG Rorimpandey, sedangkan ketua dewan rireksi adalah J.C.T Simorangkir dan pelaksana harian adalah Soehardhi. Ketika itu, oplah Sinar Harapan hanya sekitar 7.500 eksemplar. Namun pada akhir tahun 1961 melonjak menjadi 25.000 eksemplar. 

Seiring dengan perkembangan waktu, Sinar Harapan berkembang menjadi koran nasional dan dikenal sebagai “Raja Koran Sore”. Buktinya, pada tahun 1985 oplah Sinar Harapan berkembang hingga 10 kali dari oplah awal, mencapai 250.000 eksemplar. Sementara itu, jumlah karyawan yang semula 28 orang (tahun 1961) juga ikut bertambah menjadi 451 orang (tahun 1986).

Dengan motto “Memperjuangkan Kemerdekaan dan Keadilan, Kebenaran dan Perdamaian berdasarkan Kasih” membuat Sinar Harapan harus kuat mengalami beberapa kali cobaan, yakni pembredelan oleh pemerintah.

Pada 2 Oktober 1965, Sinar Harapan dibreidel agar peristiwa G 30 S-PKI tidak diekspos secara bebas oleh media. Hanya media-media tertentu saja yang boleh terbit. Pada 8 Oktober 1965 Sinar Harapan diperbolehkan kembali terbit. 

Pada Juli 1970 pemerintah Orba menyorot pemberitaan Sinar Harapan yang mengekspos laporan Komisi IV mengenai korupsi. Pemerintah menganggap Sinar Harapan telah melanggar kode etik pers karena mendahului Presiden karena laporan Komisi IV tersebut baru akan dibacakan Presiden pada tanggal 16 agustus 1970. 

Pada Januari 1972 kembali Sinar Harapan berurusan dengan Dewan Kehormatan Pers karena pemberitaan tanggal 31 Desember 1971 dengan judul tulisan “Presiden larang menteri-menteri beri fasilitas pada proyek Mini”.

Tanggal 2 Januari 1973 Pangkokamtib mencabut sementara surat ijin cetak Sinar Harapan berkaitan dengan pemberitaan RAPBN dengan judul “Anggaran ‘73-’74 Rp. 826 milyar”. Baru pada 12 Januari 1973 Sinar Harapan diperbolehkan terbit kembali. 

Selanjutnya, terkait peristiwa “Malari” 1974, sejumlah media dibreidel, termasuk Sinar Harapan. Hal tersebut karena Sinar Harapan memberitakan kegiatan mahasiswa yang dianggap memanaskan situasi politik

Tanggal 20 Januari 1978 pukul 20.21 WIB Sinar Harapan melalui telepon diperintahkan tidak terbit untuk esok harinya oleh Pendam V Jaya. Alasannya, karena pemberitaan yang tidak menyenangkan penguasa.

Namun dari semua itu, yang paling berat adalah ketika SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan) dicabut oleh pemerintah Soeharto pada Oktober 1986, akibat memuat berita “Pemerintah Akan Cabut 44 SK Tata Niaga Bidang Impor”. Bredel itu mengakibatkan 14 tahun lamanya Sinar Harapan mati suri.

Pada era Reformasi, kebebasan pers mulai menemukan bentuknya. Sinar Harapan kembali terbit pada 02 Juli 2001 di bawah naungan PT. Sinar Harapan Persada. Meskipun sempat mati selama 14 tahun, kebangkitan Sinar Harapan mendapat respon positif dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, elit politik, pelaku bisnis, kaum profesional, biro iklan hingga agen koran. 

Namun sayang, kali ini nasib baik belum berpihak pada Sinar Harapan. Sinar yang memberi harap sepertinya enggan tuk kembali. (jacko agun)

No comments:

Post a Comment

ANTARA - Lingkungan

Climate Change News - ENN